PEMATANG SIANTAR (Waspada): Wali Kota tidak menghadiri rapat dengar pendapat (RDP), anggota DPRD Kota Pematang Siantar menyarankan dibentuk panitia khusus (Pansus) atau penggunaan hak interpelasi DPRD.
Saran pembentukan Pansus atau penggunaan hak interpelasi itu mencuat saat RDP dibuka Ketua DPRD Timbul M Lingga dan RDP diskors sebanyak dua kali di ruang rapat gabungan DPRD, Jl. H. Adam Malik, Senin (19/9). Padahal, para pejabat Pemko sudah hadir memenuhi undangan RDP itu.
RDP seyogianya membahas sejumlah kebijakan yang telah dilaksanakan di lingkungan Pemko antara lain tindak lanjut rekomendasi DPRD tentang pembangunan gedung merdeka dan Gedung Olahraga (GOR).
Kemudian, perpanjangan masa jabatan direksi Perumda Tirtauli, permintaan dokumen, rendahnya penyerapan APBD tahun anggaran (TA) 2022 dan pelantikan atau mutasi 88 pejabat struktural.
Berbagai kekesalan juga disampaikan para anggota DPRD ketika Ketua DPRD meminta tanggapan atas tidak hadirnya Wali Kota Susanti Dewayani seperti disampikan anggota DPRD Daud Simanjuntak.
Menurut Daud, tidak hadirnya Wali Kota itu agar menjadi pembelajaran antara Pemko dengan DPRD, jangan hanya omong kosong, mitra sinergis dan sebagainya. “Kata-katanya begitu indah, tapi pelaksanaannya tidak jelas.”
Menurut Daud, meski Wali Kota mengutamakan kegiatan digitalisasi UMKM, hingga tidak hadir dalam RDP, secara etika harus memberitahukan, memang tidak bisa hadir atau berhalangan. “Ini, tidak jelas. Saya kira, kita harus bersikap secara lembaga. Saya tidak terlalu naïf untuk mengatakan, ini merupakan bentuk pelecehan.”
Tidak hadirnya Wali Kota dalam RDP, sangat disayangkan politisi Partai Golkar itu, karena banyak waktu yang terbuang sia-sia. “Bagitu habisnya waktu kita, berapa puluh PNS di sini menunggu sia-sia. Padahal kebutuhan untuk kepentingan publik seakan terbiarkan di kantor-kantor, termasuk kita untuk membahas berbagai hal.”
Efektifitas pertemuan dalam RDP, lanjut Daud, tidak jelas hanya akibat kepiawaian komunikasi Wali Kota yang belum mumpuni dan diperkirakan bisa menjadi masukan DPRD untuk mengambil sikap terkait yang akan diputuskan saat RDP.
“Jangan dianggap kita ini semua hanya kera, tanda petik, yang bisa dibodoh-bodohi. Kita ini semua punya tugas pokok dan fungsi masing-masing, yang harus dengan segala kesadaran penuh untuk kita laksanakan sebaik-baiknya. Jangan ada lagi omong kosong kita pertontonkan kepada publik,” cetus Daud.
Artinya, imbuh Daud, untuk menunda rapat pun, harus disampaikan melalui jalur komunikasi yang jelas, ada sesuatu yang menghalangi.
Setelah mendapat berbagai masukan dari para anggota DPRD, Ketua DPRD menskors rapat kedua kalinya setelah skors pertama dicabut, Wali Kota belum juga hadir dan akan dilanjutkan pukul 14:00.
Ketika skors kedua dicabut dan RDP dipimpin Wakil Ketua DPRD Mangatas M Silalahi, tanggapan para anggota DPRD kembali diminta, karena Wali Kota tidak juga hadir. Anggota DPRD Ilhamsyah Sinaga menyarankan agar dibentuk Pansus dan anggota DPRD lainnya Baren A Purba senada.
“Saya sangat setuju dengan apa yang disampaikan saudara Ilham tadi. Kita tingkatkan RDP ini di Pansus. Karena apa? Kita ini bukan odong-odong, tapi DPRD, perwakilan masyarakat Pematang Siantar. Siapapun harus manghormati, apapun alasannya. Jadi, saya sangat setuju ditingkatkan ke Pansus,” tegas Baren.
Setelah ditunggu beberapa lama, Wali Kota tidak juga hadir, akhirnya Wakil Ketua DPRD menyimpulkan berbagai usulan para anggota DPRD itu akan dibahas pimpinan DPRD dan para ketua fraksi serta menutup RDP.
Usai RDP ditutup, pimpinan DPRD dan para ketua fraksi melakukan rapat di ruang pimpinan DPRD dan usai rapat, Ketua DPRD dan Wakil Ketua DPRD Mangatas M Silalahi menyebutkan kepada wartawan, pimpinan DPRD dan para ketua fraksi sepakat untuk merealisasikan penggunaan hak interpelasi.(a28).
.