MADINA (Waspada): Penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu) Nomor 2 tahun 2022 tentang undang-undang cipta kerja yang disahkan oleh pemerintah baru-baru ini kembali menuai “kritikan tajam” dari berbagai kalangan terutama kalangan aktivis.

Kali ini kritikan pedas datang dari ketua Badko HMI Sumut Abdul Rahman. Dalam keterangan tertulisnya kepada Waspada, Sabtu, (28/01), menerangkan jika putusan Mahkamah Konstitusi nomor 91/PUU-XIII/2020 telah menyatakan pembentukan undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja bertentangan dengan undang-undang dasar (UUD 1945) dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat, sepanjang tidak dimaknai dan tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 tahun sejak putusan tersebut.
Abdul Rahman pun menilai mekanisme pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi (MK) telah dinyatakan inkonstitusional atau tidak berdasarkan konstitusi, serta bertentangan dan melanggar undang-undang dasar.
Ia pun menilai penerbitan Perpu tersebut dianggap legislasi tanpa ruang demokrasi dan terkesan syarat dengan kepentingan dan terkesan tidak menghargai putusan MK yang sebelumnya telah dilakukan pengujian dan telah menyatakan UU Omnibus Law Inkonstitusional bersyarat dan harus dilakukan perbaikan dalam waktu dua tahun.
“UU Omnibus Law Cipta Kerja telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat berdasarkan putusan MK dan sedang dalam masa perbaikan, seharusnya pemerintah bersedia menunggu perbaikan itu tanpa harus memaksakan diri untuk menerbitkan Perpu, sebagai The Guardian of Constitusi, pemerintah harus menghargai putusan MK. Tidak bisa dipungkiri bahwa penerbitan Perpu merupakan penilaian subjektif Presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 22 UUD NKRI Tahun 1945, akan tetapi penerbitan Perpu terhadap UU Cipta Kerja secara tidak langsung diduga menunjukkan sikap otoriter pemerintah, padahal masih banyak kalangan yang menolak kehadiran UU Omnibus Law Cipta Kerja” ujarnya.
Disamping itu, aktifis muda HMI ini juga menduga penerbitan Perpu tersebut sebagai salah satu bentuk ketidaksiapan pemerintah dalam melakukan perbaikan terhadap UU Omnibus Law Cipta Kerja, diketahui berdasarkan putusan MK UU Omnibus Law Cipta Kerja harus dilakukan perbaikan selama dua tahun terhitung sejak dibacakan putusan pada tanggal 25 November 2021.

Berdasarkan hal tersebut, Abdul Rahman yang saat ini aktif sebagai Ketua Badko HMI Sumut mewakili aktifis dan kalangan mahasiswa se-Sumatera Utara (Cipayung Plus) maupun aktifis muda se- Indonesia menuntut kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai representasi rakyat Indonesia agar menolak dan/atau tidak memberikan persetujuan terhadap Perpu tesebut dalam persidangan yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat, sehingga Perpu tersebut dapat dicabut karena dinilai kehadiran Perpu tersebut telah melukai hati rakyat Indonesia dan tidak menghargai putusan MK.
“Kita berharap DPR selaku perpanjang tangan suara rakyat, Dapat menyuarakan ini dan meminta kepada presiden Jokowi untuk mencabut perppu no. 2 tahun 2022 tentang cipta kerja tersebut, sehingga kemerdekaan dan hak-hak kita sebagai masyarakat dapat kita miliki kembali” pungkasnya. (Cah)
Keterangan foto utama : Aktifis muda yang tergabung dalam Cipayung Plus Sumut saat lakukan Unras penuntutan UU Cipta kerja digedung DPRD Sumut baru-baru ini. Waspada/Doc











