PEMATANGSIANTAR (Waspada): Urgensi pengendalian inflasi, untuk mencegah terjadinya kekacauan ekonomi. “Dampak inflasi yang tinggi dapat menurunkan daya beli masyarakat terhadap barang dan jasa. Turunnya daya beli akan berdampak kepada meningkatnya angka kemiskinan, menghambat investasi dan menurunkan daya saing daerah,” sebut Kepala Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia (BI) Pematangsiantar Teuku Munandar saat High Level Meeting (pertemuan tingkat tinggi) Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dari delapan kabupaten/kota di wilayah kerja KPw BI di JW. Marriot, Kota Medan, Rabu (13/4).
Menurut Munandar, kekacauan ekonomi akibat inflasi itu bisa dilihat saat terjadinya hiperinflasi dan senering tahun 1959 di Indonesia, dimana masyarakat berlomba-lomba membelanjakan uangnya, bank-bank diserbu untuk menukarkan uang, toko emas dan kebutuhan tutup, karena diserbu masyarakat.
Kemudian, inflasi 77,63 persen saat krisis moneter tahun 1998, menyebabkan daya beli masyarakat turun, pertumbuhan ekonomi melambat, perusahaan bangkrut, pengangguran dan kemiskinan meningkat. “Bukan hanya di Indonesia terjadi, tapi di luar negeri juga terjadi.”
Karena itu, Kepala KPw BI mengajak seluruh kepala daerah di wilayah kerja KPw BI Pematangsiantar untuk meningkatkan kordinasi dan kerjasama dalam mengendalikan inflasi.
Mengenai tingkat inflasi saat ini, Munandar menyebutkan, secara umum inflasi Sumut masih terkendali dan sejalan dengan target inflasi nasional 3 persen plus minus 1 persen. “Pada Februari 2022, inflasi Sumut 0,71 persen, Pematangsiantar 0,77 persen. Angka itu tercatat lebih tinggi dibanding inflasi nasional 0,66 persen (yoy).”
“Karena itu, inflasi perlu terus dijaga pada level rendah dan stabil sesuai kisaran yang ditetapkan secara nasional yakni 3 persen plus minus 1 persen,” sebut Munandar.
Di tengah pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan isu kelangkaan komoditas minyak goreng, lanjut Munandar, berbagai upaya terus dilakukan TPID, diantaranya melalui inspeksi mendadak (sidak) pasar, monitoring harga serta kerjasama dengan berbagai pemangku kepentingan dalam menjaga pasokan, untuk dapat memenuhi permintaan masyarakat.
“Kordinasi antara BI dan pemerintah kabupaten/kota melalui TPID dan forum-forum yang ada perlu terus ditingkatkan, mengingat pengendalian harga memerlukan kerjasama dan sinkronisasi langkah kebijakan dari tingkat pusat hingga daerah,” sebut Munandar.

Menurut Munandar, kordinasi yang dilakukan, menitikberatkan pada langkah-langkah yang bersifat antisipatif dan mengacu pada pedoman 4K yakni keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi dan komunikasi efektif.
“Perlu diketahui, di bulan Ramadhan dan jelang Idul Fitri, terjadi peningkatan laju inflasi di Pematangsiantar. Inflasi itu sebagian besar disumbang kelompok bahan makanan, jasa makanan dan minuman, perlengkapan rumah tangga dan perumahan,” sebut Munandar.
Berdasarkan potensi internal, menurut Munandar, potensi tekanan inflasi dipengaruhi pelonggaran aktifitas masyarakat seiring melandainya Civid-19, meningkatnya daya beli masyarakat, pencairan bantuan sosial dan tunjangan Hari Raya, budaya konsumtif, terutama di bulan Ramadhan dan menjelang Idul Fitri yang tidak diiringi pasokan yang cukup dan dinamika implementasi kebijakan harga eceran tertinggi minyak goreng yang menyebabkan kelangkaan stok di pasar.
Kondisi negara luar, menurut Munandar, juga membuat potensi resiko tekanan inflasi yang dipengaruhi kondisi geopolitik, khususnya perang Rusia dengan Ukraina. “Kemudian, kenaikan harga pangan/komiditas dunia, kelangkaan konteiner dan kenaikan suku bunga Bank Sentral AS (The Fed) yang dapat melemahkan nilai tukar rupiah.
“Upaya pengendalian inflasi di wilayah kerja BI Pematangsiantar, seluruh TPID dapat menjalankan roadmap TPID 2022-2024 sejalan dengan strategi pengendalian inflasi nasional dengan menggunakan strategi 4K,” sebut Munandar.
Langkah konkrit lainnya, imbuh Munandar, terkait pengendalian inflasi, pertama monitoring harga, agar kenaikan harga dapat diketahui sejak dini dan diidentifikasi serta ditindalanjuti, kedua mapping stok pangan secara rutin dan insidentil jelang hari-hari besar keagamaan.
Ketiga pengawasan distribusi, dimana perlu langkah mencegah praktek penimbunan, kerjasama TPID dan Satgas Pangan, keempat operasi pasar, dimana perlu penyusunan jadwal operasi pasar antar dinas/instansi dengan pilihan lokasi, waktu dan komoditas yang tepat dan kelima mengelola ekspektasi masyarakat dan himbauan belanja bijak
Turut berbicara saat itu, narasumber dari Kemenko Perekonomian Ferry Irawan, Kabiro Perekonomian Pemprovsu Naslindo Sirait, Kepala Bulog Sumut Arif Mandu dan Kepala BPS Pematangsiantar Marlise Simamora.
Para kepala daerah dari Pematangsiantar, Simalungun, Batubara, Asahan, Tanjungbalai, Labuhanbatu, Labuhanbatu Utara dan Labuhanbatu Selatan (Sisibataslabuhan) yang semuanya diwakili, diantaranya Wakil Bupati Simalungun H. Zonny Waldy turut menyampaikan perkembangan daerah masing-masing. (a28).