P.SIDEMPUAN (Waspada): Alangkah meruginya seorang tokoh ataupun pejabat apabila menjauh dari insan pers. Sebab, peran media sangat besar dalam membangun ataupun meruntuhkan citra seseorang.
Syahrul M. Pasaribu, Bupati Tapanuli Selatan periode 2010-2015 dan 2016-2021, mengungkapkan itu dalam dialog menyambut Hari Pers Nasional (HPN) tahun 2023 di Natama Hotel Padang Sidempuan, Senin (6/2/2023).
Menjadi pembicara pada dialog bertema “Pers Bebas Demokrasi Bermartabat” itu, Syahrul didampingi Ketua PWI Tabagsel Sukri Falah Harahap, Ketua Fraksi Partai Golkar Andes Mar Siregar dan Wakil Ketua Komisi C DPRD Tapsel Muhammad Rawi Ritonga.
Di hadapan insan pers, Syahrul mengaku sepanjang karir politiknya dua periode menjadi anggota DPRD Medan, tiga periode DPRD Sumatera Utara dan dua periode Bupati Tapsel, tidak pernah jauh dari para jurnalis
“Selama 31 tahun menempati jabatan publik atau jabatan politik hasil dari proses demokrasi Pileg dan Pilkada, dukungan rekan-rekan insan pers sangat besar dalam perjalanan karir saya,” akunya.
Syahrul Pasaribu tokoh masyarakat Sumatera Utara penerima dua anugerah Sahabat Pers dan terakhir kali pada tahun 2014 itu menegaskan, sangat merugi seorang tokoh ataupun pejabat yang alergi kepada pers.
Pers Bebas
Tokoh yang pernah aktif di Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia (IPMI) Universitas Sumatera Utara (USU) ini menuturkan, Hari Pers Nasional (HPN) diperingati setiap tanggal 9 Februari, bersamaan dengan hari ulang tahun Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 5 tahun 1985.
Sejak lahirnya Undang Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, kebebasan pers jauh lebih terjamin. Sejak itu pula banyak perusahaan pers yang terbit, layaknya cendawan tumbuh di musim penghujan.
Setiap insan pers diharap mampu memahami substansi UU Pers itu .Seperti halnya Pasal 4 yang menjamin kemerdekaan pers dan Pasal 5 tentang kewajiban pers memberitakan peristiwa.
Kemudian Pasal 6 tentang peran pers memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui peristiwa serta hal-hal faktual dan aktual yang berkembang.
Paling pentingnya lagi, dalam meningkatkan fungsi sebagai media multi fungsi, insan pers harus selalu menjaga jati diri dan integritas.
“Di era digital saat ini, ribuan media online bermunculan. Banyak pihak berpendapat kebebasan pers itu sudah mulai kebablasan. Namun, kita berharap semoga profesi independen ini kembali ke fungsi semula sebagai penyaji informasi, mendidik, menghibur dan sosial kontrol,” harapnya.
Syahrul Pasaribu sangat meyakini, pers yang baik adalah pers yang bertanggungjawab dan dalam menjalankan profesinya selalu sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik.
“Memberitakan sesuatu kejadian sesuai fakta. Memberi kritik yang konstruktif dengan tujuan perbaikan. Menghormati norma agama, suku dan golongan,” ujarnya.
Demokrasi Bermartabat
Politisi Golkar ini sangat setuju jika pers disebut sebagai pilar keempat demokrasi setelah eksekutif, legislatif dan yudikatif. Kenapa? Karena kekuatan pers juga sangat menentukan kualitas demokrasi.
Perhelatan demokrasi, kata Syahrul, pada akhirnya akan melahirkan para pemimpin seperti Presiden di tingkat nasional, Gubernur di provinsi dan Bupati/Wali Kota di kabupaten/kota. Demikian juga di lembaga legislatif melalui Pileg yang demokratis telah melahirkan anggota DPR, DPD dan DPRD.
Di negara yang menjamin kebebasan pers, kebijakan Presiden, Gubernur dan Bupati/Wali Kota itu sah-sah saja dikritisi oleh pers. Dengan syarat sesuai dengan fakta dan menyertakan solusi di dalam beritanya.
Kritik membangun lewat pemberitaan atau informasi yang disajikan media, sangat membantu mewujudkan demokrasi dan juga birokrasi yang bermartabat.
Sementara di negara yang mengekang kebebasan pers, akan terjadi diktatorisme kepemimpinan. Orang yang memimpin pemerintahan akan lebih mengedepankan hak-hak absolut dan ismenya dalam menjalankan roda pemerintahan.
Jangan seperti di Republik Rakyat Demokratik Korea Utara yang dipimpin Kim Jong-un. Walaupun mengklaim negaranya demokratik, tetapi seluruh sektor kehidupam rakyatnya dikekang. Termasuk kebebasan pers.
Menjawab pertanyaan peserta dialog, apakah di Indonesia masih ada pempimpin seperti Kim Jong-un ? Merasa paling benar dan pantang dikritik serta lebih mengedepankan hak-hak absolut dan ismenya ?
Syahrul Pasaribu menjawab mungkin saja ada , karena pemimpin tersebut salah dalam melakoni tupoksinya sebagai pejabat politik atau pejabat publik yang lahir dari proses demokrasi.
Kepemimpin otoriter seperti ini tidak akan mungkin bisa mewujudkan demokrasi bermartabat di wilayah atau daerah yang dipimpinya. Karena semua keputusan harus terpusat pada dirinya. Kepemimpinannya tidak lagi sebagai pelayan tetapi harus dilayani.
Padahal pejabat publik seperti ini agar sukses, harus mampu membangun kolaborasi dan sinergitas dengan semua stakeholder. Paling penting lagi, punya tekad dan kemampuan membangun super team bukan superman.
Sehingga terbangun suasana yang harmoni dan pemimpinnnya disenangi serta disegani, bukan pemimpin yang ditakuti.
Memasuki tahun politik 2024 yang saat ini suasananya mulai menghangat, seluruh pejabat dan pimpinan partai politik harus turut mewujdukan demokrasi bermatabat., Syahrul Pasaribu Bupati Tapsel dua periode itu berharap semua pihak agar berupaya menguasai aturan.
Termasuk aturan bagi kepala daerah yang tidak boleh mengganti pejabat enam bulan sebelum Pilkada. Terhadap pejabat hasil assesment dan open bidding, tidak boleh diganti selama dua tahun sejak dilantik kecuali ada hal-hal krusial.
“Di sinilah perlunya kehadiran teman-teman pers untuk menjalankan fungsinya sebagai sosial kontrol terhadap pemimpin yang otoriter,” sebut Syahrul Pasaribu yang juga penasehat Majelis Wilayah KAHMI Sumut.
Terakhir ia berharap agar insan pers terus menimba ilmu dan mengikuti perkembangan zaman yang begitu cepat berubah. (a05)