“Kami merasa kehilangan, sepi rasanya tanpa Om Jai. Tidak ada lagi yang melatih kami”
Di satu kota kecil di Provinsi Sumatera Utara, tepatnya di Kota Kisaran, Kabupaten Asahan, sekelompok anak-anak dan remaja tengah merasakan kehilangan yang mendalam. Komunitas ini terdiri dari para atlet renang muda yang selama ini gigih mengejar mimpi-mimpi mereka di kolam renang, dipandu oleh seorang pelatih yang tak hanya membimbing mereka meraih prestasi, tetapi juga membentuk karakter dan kepercayaan diri mereka.
Sosok pelatih itu adalah Jaimas Simaremare, yang kini menghadapi kenyataan pahit di balik jeruji besi. Jaimas, atau yang akrab disapa Om Jai oleh anak-anak didiknya, lebih dari sekadar pelatih renang.
Dia adalah mentor, pemandu, dan figur yang sangat mereka sayangi. Dengan pendekatannya yang lembut namun tegas, Om Jai berhasil membawa banyak anak asuhnya menorehkan prestasi di tingkat kabupaten hingga provinsi.
Setiap dorongan, motivasi, dan bimbingan yang ia berikan tak hanya mengasah kemampuan fisik, tetapi juga membangun mental juara di dalam diri mereka. Namun, kehidupan Om Jai kini berubah drastis setelah ia terlibat dalam sebuah insiden yang ramai diperbincangkan.
Ia ditahan akibat pertikaian fisik dengan sesama pelatih, Asliani Siregar, yang berujung pada tindak kekerasan. Kejadian ini tidak hanya mengguncang kehidupan Om Jai, tetapi juga anak-anak didiknya yang sangat bergantung padanya.
“Kami merasa kehilangan, sepi rasanya tanpa Om Jai. Tidak ada lagi yang melatih kami,” ungkap Fathan, seorang anak didiknya, dengan mata berkaca-kaca menahan sedih.
Bagi mereka, Om Jai bukan hanya seorang pelatih, Dia adalah sumber kekuatan dan inspirasi yang membuat mereka terus berusaha menjadi yang terbaik. Mereka merindukan hari-hari ketika Om Jai berdiri di tepi kolam renang, memberikan instruksi dengan senyuman dan menutup setiap sesi latihan dengan doa bersama.
Felix Cando Situmeang, juara dua renang pada HUT Kabupaten Asahan 2023, juga menyuarakan perasaannya. “Terlepas dari pendapat dan penilaian publik, bagi kami Om Jai tetap yang terbaik,” katanya.

Meski dunia luar mungkin menilai Om Jai berdasarkan insiden tersebut, bagi anak-anak ini, Om Jai adalah pahlawan yang telah mengukir prestasi dalam hidup mereka.
Namun di balik semua ini, Om Jai menyadari kesalahan yang telah ia perbuat. Dengan hati yang penuh penyesalan, Ia memohon maaf kepada Asliani Siregar dan keluarganya.
“Penyesalan terdalam, saya memohon maaf kepada Ibu Asliani Siregar dan keluarga. Saya khilaf dan menyadari kesalahan ini,” ungkapnya saat dikonfirmasi oleh Waspada. Om Jai menjelaskan bahwa tindakan itu terjadi karena tekanan emosi sesaat, dan bukan karena niat buruk.
Om Jai dan keluarganya telah berusaha mendatangi rumah korban untuk meminta maaf, meskipun belum berhasil bertemu secara langsung. Om Jai berharap adanya jalan damai yang bisa mendamaikan dirinya dengan korban, dan agar ia bisa kembali melatih anak-anak yang sangat ia cintai.
Anak-anak didik Om Jai juga memiliki harapan sederhana, mereka ingin pelatih kesayangan mereka kembali. Mereka ingin Om Jai dibebaskan dan kembali ke kolam renang, melanjutkan perannya sebagai mentor yang membimbing mereka menuju kemenangan, baik di arena kompetisi maupun dalam kehidupan.
Martina, Juara 1 gaya bebas pada Kejuaraan Renang Kelompok Umur Kabupaten Asahan Tahun 2022, dengan penuh harap berdoa untuk yang terbaik bagi Om Jai.
“Kami berharap dan berdoa yang terbaik untuk semua pihak karena kita semua adalah keluarga dan insan pencinta olahraga renang,” ujar Martina.
Harapan terbesar mereka juga tertuju pada Asliani Siregar, pelatih perempuan yang menjadi korban dalam insiden tersebut. Mereka berdoa agar sosok wanita yang penuh semangat ini, segera sembuh dan kembali beraktivitas seperti biasa.

Harapan mereka pula, memohon agar Mis Lani, begitu mereka memanggilnya, mau membuka pintu maaf bagi Om Jai, yang juga seorang kepala keluarga.
“Banyak yang kehilangan, terutama anak dan istrinya, kita berharap adanya perdamaian, karena perdamaian itu sangatlah indah,” ucap ibu siswa renang Om Jai, Lisnawati Sagala lirih.
Bagi anak-anak ini, renang adalah cinta, dan Jaimes Simaremare adalah sosok yang membuat cinta itu hidup di di hati mereka. Tanpa kehadirannya, kolam renang terasa hampa, dan semangat mereka seolah tenggelam.
Namun, mereka tetap percaya bahwa cinta pada renang dan pelatih yang mereka cintai akan terus hidup, menginspirasi untuk tetap berjuang. Kini, mereka menanti keadilan dan kembalinya sang pelatih ke tempat di mana ia paling dibutuhkan, di tepi kolam renang, tempat di mana mimpi-mimpi mereka lahir dan tumbuh.
Salam cinta renang dari kami semua, untuk sosok pelatih yang telah memberi kami sayap untuk terbang, bahkan di tengah derasnya arus kehidupan. WASPADA.id/Rasudin Sihotang
Biar saja dihukum sesuai perbuatannya, terlalu remah sekali.keperempuan
Udh jd bubur, cari pelatih lain.!! yg ga bisa kontrol emosi gacocok jd pelatih!! gada kata maaf untuk pelaku pelecehan dan kekerasan jalanin aja prpses hukumnya!!