Scroll Untuk Membaca

Sumut

Sengketa Lahan Di Batahan “Bom Waktu”

Ilustrasi
Ilustrasi

MADINA (Waspada): Jika terus dibiarkan, carut-marut lahan ribuan hektare perkebunan di Kec. Batahan, Kab. Mandailing Natal, memperlihatkan berbagai hal yang sangat mengkhawatirkan.

Dalam penelusuran waspada.id, dan sejumlah wartawan di pantai barat, Kamis (7/9), memperlihatkan kondisi daerah kaya raya, tapi masyarakatnya memiriskan sukma.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Sengketa Lahan Di Batahan "Bom Waktu"

IKLAN

“Ini memang semacam “bom waktu”. Persoalan sengketa lahan memang diharapkan segera bisa diatasi, mudah-mudahan bisa diselesaikan satu per satu,” ujar Camat Batahan yang juga putra daerah Irsal Pariadi.

Lihat saja di Batahan, misalnya, tampak perkebunan kelapa sawit sepanjang mata memandang. Laut Batahan indah dengan Pulau Tamang di sudut sana. Sangat kontradiktif daerah kaya raya dengan kondisi sejumlah masyarakat menyedihkan.

Sampai saat ini, informasi diperoleh, masyarakat Kec. Batahan, Kab. Mandailing Natal (Madina) terus mengharapkan haknya kembali dikelola sendiri. Ada perusahaan perkebunan “raksasa” menggarap tanah tanpa hak guna usaha.

Berbagai informasi diperoleh dari Khasruddin Lubis, masyarakat Batahan. Tentu saja, sebagai putra daerah, sangat paham sejarah keberadaan sejumlah “perusahaan raksasa” di Batahan.

Alkisah, diceritakan, perusahaan ada sekira 1986. Keberadaan perusahaan ini sebelumnya diterima masyarakat karena ada kesepakatan. Dengan mengantongi izin penebangan kayu (IPK), masa 25 tahun, perusahaan itu pun kemudian mengambil kayu-kayu di lahan ratusan hektar.

“Perusahaan ini melakukan pembersihan lahan dengan mengambil kayu-kayu gelondongan,” kata Khasruddin.

Seiring waktu, kata dia, perusahaan tersebut berhenti beroperasi. Lahan ratusan hektar itu terlantar sekira lebih delapan tahun.

Namun diketahui, ternyata perusahaan sudah take over ke perusahaan lain, yang memiliki izin perkebunan dari Tapanuli Selatan. Selanjutnya, perusahaan melakukan penanaman sawit di lahan itu, yang berselang beberapa tahun kemudian masuklah “perusahaan plat merah.”

“Perusahaan ini take over lagi ke perusahaan itu. Seharusnya, kan, lahan itu dikembalikan ke masyarakat, apalagi perusahaan ini tidak memiliki HGU. Sebelum beroperasi kan semua administrasi harus lengkap,” sebutnya.

Kelengkapan administrasi yang dimaksudkannya itu seperti adanya surat SKT, desa-desa yang masuk dalam lahan tersebut. Kemudian izin prinsip, dan setelahnya mengacu kepada izin HGU baru amdal.

Camat Batahan Irsal Pariadi mengakui, permasalahan lahan-lahan di Kec. Batahan ini masih carut-marut, banyak permasalahan dan belum bisa banyak membantu masyarakat. Menurut Irsal, seharusnya diselesaikan satu per satu. (irh)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE