Scroll Untuk Membaca

Sumut

Satgas Pencegahan PMK Asahan Dibentuk

KISARAN (Waspada): Untuk tahun 2021 terdata sedikitnya ada 150.429 ekor populasi sapi dan kerbau di Asahan, hingga saat ini kasus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan ternak belum ditemukan, selain itu Pemkab telah membentuk Satgas Pencegahan dan Penyebaran PMK.

Kadis Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) drh.Yusnani, saat berbincang dengan Waspada, Senin (23/5), menuturkan berdasarkan 2021 populasi sapi dan kerbau sebanyak 150.429 ekor (11 ekor sapi perah, 146.500 ekor sapi potong, dan 3.918 ekor kerbau).

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Satgas Pencegahan PMK Asahan Dibentuk

IKLAN

Untuk saat ini pihaknya lagi fokus dengan pencegahan, dengan melakukan program kunjungan dan sosialisasi berdasarkan suspect (dugaan) adanya PMK, selanjutnya pengambilan sampel specimen bersama Balai Veteriner Medan pada ternak suspect PMK, Pengobatan secara simptomatis (berdasarkan gejala) pada ternak suspect PMK.

Penguatan pemeriksaan lalu lintas ternak pada pos Cek Point di Kec Meranti, Simpangempat dan Aekledong. Pemeriksaan kesehatan hewan yang akan keluar dari Kab Asahan dengan menerbitkan Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) yang didaftarkan melalui aplikasi Isikhnas (sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional) yang dilakukan UPTD pasar Ternak.

“Kita juga sudah melakukan rapat koordinasi pembentukan Satgas Pencegahan dan Penyebaran PMK,” jelas Yusnani.

Disinggung untuk kasus PMK di Asahan, Yusnani, mengatakan sampai saat ini masih nihil, karena belum ada terkonfirmasi secara uji laboratorium. Dan yang ditemui di lapangan masih suspect saja dan kini masih menunggu hasil uji laboratorium.

“Untuk saat ini kita masih fokuskan pencegahan, dan berharap penyakit ini tidak masuk di Asahan,” jelas Yusnani.

Sebelumnya Yusnani menjelaskan, PMK bukan bersifat zoonosis (Penyakit dari hewan ke manusia), tetapi tingkat morbiditasnya (angka kesakitan) cukup tinggi sehingga ditakutkan berdampak buruk terhadap ekonomi peternak dengan tidak lakunya hewan ternak.

“Ke manusia tidak berbahaya, yang kita khawatirkan adalah hewan sakit mengkontaminasi lingkungan dan menjadi sumber penyebaran penyakit kepada hewan lainnya,” kata Yusnani.

Merujuk Kesiagaan Darurat Veteriner Indonesia, Seri Penyakit Mulut dan Kuku, Kementerian Pertanian 2014, kata Yusnani, PMK ini disebabkan Virus Aphtovirus dari famili Picornaviridae. Ada 7 setotipe virus, yaitu O, A, C, SAT 1, SAT 2, SAT 3, dan Asia 1. Di Indonesia pernah terjadi PMK pada 1983 hanya serotipe O.

“Hewan yang bisa terserang PMK jenis Ruminansia (sapi, kerbau, kambing, domba, rusa), babi, unta, dan beberapa hewan liar. Secara percobaan, virus PMK dapat menginfeksi antara lain kelinci, marmut, tikus, hamster,” jelas Yusnani.

Gejala klinis pada sapi natra lain, demam tinggi bisa mencapai 41 derajat Celcius, pembengkakan limfoglandula mandibularis, Hipersalivasi (air liur berlebihan), adanya lepuh dan erosi sekitar mulut, moncong hidung, lidah, gusi, kulit sekitar kuku dan puting ambing. Sedangkan untuk daya tahan virus di lingkungan bervariasi, seperti di air bisa mencapai 50 hari, rumput 74 hari tanah 26-200 hari

“Untuk pengendalian, lanjut Yusnani, jika ada hewan demam tinggi atau sakit segera laporkan ke Dokter Hewan terdekat, dan dipisahkan dan jangan dijual, untuk pencegahan diharapkan peternak bisa menjaga kebersihan kandang, sehingga sehingga tidak menjadi pertumbuhan virus,” kata Yusnani.(a02/a19/a20)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE