Scroll Untuk Membaca

Sumut

Puluhan Warga Demo Kantor Bupati Toba

Puluhan Warga Demo Kantor Bupati Toba
Puluhan warga Horja Lumban Manurung saat unjuk rasa di Kantor Bupati Toba, Jumat (21/7). Waspada/Ramsiana Gultom

TOBA (Waspada): Puluhan warga Horja Lumban Manurung menggelar unjuk rasa di kantor Bupati Toba, Jumat (21/7).

Dalam aksinya mereka menuntut realisasi hasil mediasi yang difasilitasi Pemkab Toba pasca terjadi keributan yang berujung saling lapor di Lokasi Pantai Pasifik Porsea, Februari lalu.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Puluhan Warga Demo Kantor Bupati Toba

IKLAN

Permasalahan yang terjadi diantara Horja Lumban Manurung atas sengketa tanah di lokasi pantai Pasifik, Desa Patane IV, Kecamatan Porsea hingga saat ini belum terselesaikan. Bahkan 5 orang warga dari komunitas Horja Lumban Manurung saat ini telah ditahan dan kasusnya akan segera disidangkan.

“Kekecewaan kepada Bupati Toba karena tidak ada realisasi hasil mediasi yang dilakukan pemkab Toba dengan yang tertuang di Berita Acara Kesepakatan bersama pada tanggal 1 Maret 2023 di kantor bupati Toba,” sebut Leo Jekson Manurung selaku penanggung jawab aksi dalam orasinya.

Tuntutan lainnya yang disampaikan langsung serta melalui spanduk yang dibawa massa diantaranya, segala jenis logo KMDT, EMC yang ditempel di gapura milik Pemkab Toba melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata agar segera dibongkar.

“Tujuan aksi kami ke sini sebenarnya mengamankan aset negara, kami sebagai masyarakat mendukung pemerintah Kabupaten Toba. Yang mengecewakan kami, itu adalah bangunan dari APBD Toba, berarti aset negara, tapi kok bisa dipergunakan oleh oknum tertentu dan mencantumkan nama perorangan?,” tanya Jekson di hadapan Sekretaris Daerah, August Sitorus yang menerima kehadiran unjuk rasa warga ini.

Bangunan yang tadinya bertuliskan dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Toba dan untuk saat ini sudah 10 tahun dilaporkan pihak Horja Lumban Manurung, namun sangat disayangkan, Pemkab Toba seakan tak perduli dan tutup mata atas laporan warga tersebut.

Hal senada juga dibenarkan Ketua Horja Lumban Manurung, Herbin Manurung. Dia juga kecewa atas lemahnya pemerintah yang tak bisa tegas terhadap oknum yang ingin menguasai lahan milik Horja Manurung tersebut secara sepihak, termasuk fasilitas pendukung yang telah dibangun oleh dinas-dinas terkait.

“Laporan kami tak pernah ditanggapi, ada apa dengan Pemkab Toba? Kenapa itu berubah nama jadi nama pribadi? itulah yang kami pertanyakan dan yang sangat membuat kami kecewa,” ujar Herbin.

Tuntutan lainnya, APH diminta untuk memeriksa anggaran proyek fisik dari APBD Kabupaten Toba di lokasi pantai pasifik serta meminta Pemkab Toba menyerahkan pengelolaan Pantai Pasifik kepada Horja Lumban Manurung.

“Kapan pun kami siap membuka kembali pengelolaan pantai Pasifik, persoalannya jangan ada yang katanya aset pemerintah sepertinya menjadi aset pribadi”, imbuh Herbin.

Tuntutan yang disampaikan silih berganti dari masa yang hadir akan upaya damai (Restoratif Justice) hingga saat ini belum terealisasi. Kelima orang yang sudah ditahan di Rutan Balige dinilai menderita akibat menuntut hak tanah ulayat Horja Lumban Manurung yang selama ini dikelola secara pribadi.

“Saya sangat kecewa atas tanggapan pak sekda yang mengatakan bahwa kasus kawan kami yang lima orang yang kami anggap sebagai pahlawan. Pak sekda mengatakan dilimpahkan ke pengadilan, padahal di kesepakatan disebutkan pencabutan laporan. Berarti pemkab Toba gagal dan dikangkangi oleh pihak penyewa yaitu St Oscar yang membatalkan kesepakatan secara sepihak,” tegas Leo Manurung.

Sekda Toba, Augus Sitorus didampingi Asisten Pemerintahan Eston Sihotang dan beberapa pejabat lainnya menanggapi akan memfasilitasi antar pihak terkait demi kebaikan bersama dan akan mencari solusi atas tuntutan yang disampaikan.

“Terkait orasi yang disampaikan kita sudah sepakat untuk memfasilitasi bagaimana Horja Lumban Manurung bisa melakukan pengelolaan di pantai pasifik. Seyogianya pembentukan Horja yang baru sudah bisa mengelola, tapi ada pihak keluarga pengelola sebelumnya yang tidak bisa menerima sehingga sampai ke ranah hukum. Jika sudah menyangkut hukum pemerintah tidak ada kewenangan mencampuri proses hukum yang sedang berjalan,” tutur Augus.

“Atas tuntutan yang disebutkan tadi, restoratif justice tidak bisa dilakukan jika para pihak tidak berdamai. Para pihak punya syarat maka kita tidak bisa memfasilitasi. Jadi solusinya kita bisa melakukan musyawarah, tidak perlu demo. Bagaimana yang terbaik bisa kita cari solusi, kami tidak bisa memaksakan para pihak untuk bisa berdamai, para pihak lah yang harus melakukan perdamaian,” sebut Sekda Augus menanggapi.

Sebelumnya, Horja Lumban Manurung tersebut juga telah mendatangi Kantor Kejari dan Polres Toba terkait penahanan yang dilakukan terhadap lima orang yang ditetapkan menjadi tersangka dalam permasalahan tersebut.(rg)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE