DELISERDANG (Waspada): Pengacara Boyle Fernando Sirait melakukan aksi protes dengan mendatangi kantor Balai Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum LHK) Wilayah Sumatera Seksi Wilayah 1 Medan yang terletak di Kecamatan Patumbak, Kabupaten Deliserdang, Senin (4/12).
Kedatangan Boyle yang merupakan kuasa hukum dari inisial JT selaku oknum Direktur salah satu perusahaan berinisial MMS dan JS, pekerja lapangan perusahaan MMS, untuk mempertanyakan mengapa kliennya yang hanya dijadikan tersangka dengan dakwaan pelanggaran pembukaan jalan tetapi salah satu oknum Direktur rekanan kliennya bekerja tersebut yang diduga paling bertanggungjawab hingga kini belum dijadikan tersangka oleh pihak balai.
“Kita datang mau mempertanyakan mengapa Direktur belum dijadikan tersangka dan belum ditahan. Dalam perkara ini jalan menuju tambang (yang kemudian Kementerian Kehutanan Wilayah III Sumut hal tersebut merupakan pelanggaran) adalah dari dan untuk kepentingan saudara MP. Justru klien kita saja yang dijadikan tersangka dan sudah ditahan serta dalam proses persidangan,” kata Boyle dalam pers rilis yang diterima Waspada, usai mendatangi Kantor Gakkum LHK.
Boyle menjelaskan, duduk perkara tersebut, berawal pada 2019 kliennya JT yang merupakan Direktur salah satu perusahaan berinisial MMS berkenalan dengan MP (rekanan kerja) yang merupakan Direktur PT inisial SMP. Kemudian sekitaran pertengahan 2021 MP menghubungi JT untuk menawarkan suatu pekerjaan pembukaan jalan menuju tambang milik PT SMP di Kecamatan Ulu Barumun, Kabupaten Padang Lawas (Palas).
“Awalnya JT tidak langsung setuju tawaran itu. Karena harus melihat pertimbangan resiko, namun MP terus saja menawarkan pekerjaan itu dengan meyakinkan JT bahwa pekerjaan itu tidak bermasalah dan akan menghasilkan keuntungan yang menjanjikan. Berbagai pertemuan dilakukan akhirnya JT bersedia melakukan pekerjaan dari MP,” jelas Boyle.
Selanjutnya, kata Boyle, pekerjaan pun dilakukan pertengahan 2021. Lalu JT menghubungi JS untuk meminta bantuan dalam mengerjakan tawaran MP. Kemudian JS berkordinasi pihak tertentu untuk mengerjakan pembukaan jalan dimaksud. Lalu MP mengirimkan uang kepada JT dalam beberapa tahap untuk tahap awal pengerjaan pembukaan jalan menuju tambang dimaksud.
“Klien kita JT kemudian menyakan lebih lanjut kepada MP perihal izin pekerjaan yang akan dikerjakan dan MP mengatakan semua sudah ada izin. Lalu JT meminta denah atau peta jalan yang akan dikerjakan dan kemudian MP melalui sekretarisnya berinisial AN mengirimkan yang dimaksud melalui email kepada JT,” ungkap Boyle.
Kemudian, sebut Boyle pekerjaan dilakukan dan ditengah perjalanan secara tiba-tiba dan tanpa pemberitahuan ataupun peringatan dini kepada pihak-pihak yang melakukan pekerjaan itu, pihak Kementerian Kehutanan Wilayah III Sumut menghentikan pekerjaan itu. Kemudian menangkap dan menahan beberapa pekerja yang dikerjakan JT dan JS.
Selanjutnya, kata Boyle pihak Kementerian Kehutanan Wilayah III Sumut melakukan penangkapan terhadap JT dan JS. Sebab diduga sebagai pihak yang paling bertanggungjawab atau pelaku utama dari pekerjaan tersebut. Dimana menurut Kementerian Kehutanan Wilayah III Sumut hal itu (pembukaan jalan) merupakan pelanggaran.
“Aneh hukum di Indonesia ini. Kita mau tanyakan ini tapi Kepala Gakkum tidak berada di tempat . Kita minta 2 x 24 jam saudara MP harus dijadikan tersangka. Kalau tidak persoalan ini kita bawa ke Kementerian LHK dan ke Presiden RI. Sebab, klien kita merupakan pekerja dengan dilengkapi Surat Perintah Kerja (SPK) dari MP, tapi klien kita saja dijadikan tersangka dan MP mengapa beraktivitas secara bebas,” tutur Boyle.
Paling aneh dalam persidangan, sebut Boyle, MP beberapa kali bahkan selalu disebutkan oleh seluruh saksi-saksi yang diperiksa, tetapi pihak Kementerian Kehutanan Wilayah III Sumut dan instansi tertentu enggan menahan atau menangkap MP.
“Ya, menurut saya mungkin disebabkan adanya kedekatan emosional atau saja mungkin pemahaman hukum yang berbeda. Mungkin saja pihak Kehutanan Wilayah III memiliki pemahaman dimana pihak yang memberi kerja dan atau mendanai pekerjaan yang dianggap sebagai suatu pelanggaran tidak perlu dipidana, karena mungkin dianggap sebagai “korban”. Kan lucu dan aneh kan,” sebut Boyle.
Seharusnya menurut Boyle, pihak Kehutanan Wilayah III Sumut maupun instansi terkait melakukan penahanan terhadap MP. Baik dalam kapasitasnya sebagai personal maupun sebagai Direktur MSP. Sehingga persoalan ini tidak menjadi contoh buruk dalam upaya penegakan hukum di Indonesia.
Salah satu staf Balai Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum LHK) Wilayah Sumatera Seksi Wilayah 1 Medan bernama Arianto menerima aspirasi Kuasa Hukum JT yaitu Boyle Fernando Sirait. Arianto mengaku sebagai staf tidak bisa menyampaikan hal lanjut soal itu.
Sementara itu Kepala Balai Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum LHK) Wilayah Sumatera Seksi Wilayah 1 Medan, Haluato Ginting saat dikonfirmasi melalui melalui telepon selulernya, menyebut proses hukum saat ini masih terus berjalan. “Yang lainnya masih proses sidik dan lidik,” katanya. (a16).
Teks Foto: Pengacara Boyle Fernando Sirait saat memberikan keterangan kepada wartawan di Kantor Balai Gakkum LHK. (Waspada/ist).