Scroll Untuk Membaca

OpiniSumut

Pencalonan Yusuf Siregar Tak Bisa Didiskualifikasi Tanpa Putusan PTUN

Mantan Ketua Muda Tata Usaha Negara pada MA RI periode 2016-2022 Prof. Dr. Supandi, SH, M.Hum saat memberikan keterangannya. (Waspada/Edward Limbong).
Mantan Ketua Muda Tata Usaha Negara pada MA RI periode 2016-2022 Prof. Dr. Supandi, SH, M.Hum saat memberikan keterangannya. (Waspada/Edward Limbong).

“Para pejabat itu adalah wujud negara, kita harus hormati. Artinya, setiap keputusan dan tindakan pejabat benar atau salah oleh publik wajib dianggap benar dan segera dilaksanakan, tidak ada yang bisa menghentikan atau mengatakan ini itu salah, tidak bisa. Kecuali putusan pengadilan administrasi negara yang berkekuatan hukum tetap. Tidak boleh sembarang orang mengatakan tindakan-tindakan itu salah, melanggar hukum dan sebagainya”

DELISERDANG (Waspada): Mantan Ketua Muda Tata Usaha Negara pada Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia (RI) periode 2016-2022 Prof. Dr. Supandi, SH, M.Hum menegaskan, yang dapat memutuskan Kepala Pemerintahan atau Kepala Daerah tindakannya cacat hukum dari segi wewenang, prosedur, material substansial dan bertentangan asas-asas umum pemerintahan yang baik hanya Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Pencalonan Yusuf Siregar Tak Bisa Didiskualifikasi Tanpa Putusan PTUN

IKLAN

Karenanya, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Deliserdang maupun Komisi Pemilihan Umum (KPU) Deliserdang tidak bisa mendiskualifikasi pencalonan Bakal Calon (Balon) Bupati Deliserdang Drs. HM Ali Yusuf Siregar MAP tanpa ada putusan dari PTUN.

“Pengadilan administrasi negara yang bisa memutus. Apakah pejabat itu tindakannya cacat hukum dari segi wewenang, dari segi prosedur, dari segi material substansial dan bertentangan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Jadi tidak boleh serampangan, tolong masyarakat kita. Kita jelaskan supaya masyarakat paham tentang hukum admistrasi negara didalam ranah hukum publik,” kata Prof Supandi, kepada Waspada, Senin (19/8) di kediamannya di Desa Laut Dendang, Kecamatan Percutseitun.

Prof Supandi saat dimintai tanggapannya, adanya segelintir orang yang mempersoalkan pelantikan 89 Pejabat Administrator, Pengawas dan Fungsional di lingkungan Pemkab Deliserdang, pada masa periode Bupati HM Ali Yusuf Siregar. Padahal sudah melalui prosedur karena pelantikan itu sudah mendapat izin dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) berdasarkan Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 100.2.2.6/2766/OTDA Tanggal 17 April 2024.

Sementara 2 calon yang dipersiapkan untuk menjabat eselon II yang belum sempat dilantik. Sebelumnya telah diusulkan bersamaan dengan mutasi jabatan yang merupakan hasil proses seleksi terbuka, sebagai konsekuensi dari pelantikan sesuai dengan perintah Menteri Dalam Negeri dan telah mendapatkan rekomendasi persetujuan proses pelaksanaan seleksi dari Ketua Aparatur Sipil Negara.

Menurut Prof Supandi, bila ada pihak-pihak yang menginginkan Bawaslu Deliserdang merekomendasikan Balon Bupati Deliserdang Yusuf Siregar untuk didiskualifikasi oleh KPU Deliserdang ataupun KPU Deliserdang menolak pendaftarannya, maka tindakan sebagai pengawas pemilu dan penyelenggara pemilu terlalu jauh tanpa ada keputusan Pengadilan.

“Oh, jangan terlalu maju ya. Jangan terlalu cepat ya, yang bersangkutan itu bisa dinyatakan diskualifikasi kalau ada putusan Pengadilan tentang itu (pelantikan pejabat), bersalah kah dia ?. Ini belum ada putusan Pengadilan dan yang bersangkutan bisa membela diri bahwa itu tidak salah, silahkan. Ini baru namanya fair, jadi kalau sedikit-sedikit disalahkan, tidak ada nanti orang yang mau jadi pejabat. Jadi pejabat harus diberi suatu perlindungan, jangan mudah di kriminal kan, jangan mudah dihancurkan, dibunuh karakternya dan lain sebagainya,” ungkapnya.

Prof Supandi menyebut, seorang Kepala Pemerintahan ketika mengambil tindakan dan wewenang wajib dianggap benar. “Benar atau salah oleh seluruh bangsa Indonesia, wajib dianggap benar dan segera dilaksanakan apa yang menjadi keputusan itu. Dan keputusan itu boleh dibatalkan atau dihentikan pelaksanaannya hanya dengan keputusan Pengadilan administrasi. Tanpa itu ?, tidak ada yang bisa menghalang-halangi. Misalnya ada bilang ini, ada KPU, Bawaslu mengatakan dia salah, didiskualifikasi untuk mencalonkan bupati, darimana dasar hukumnya ?,” tanyanya.

Prof Supandi juga menafsirkan, peraturan perundang-undangan Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota yang tercantum Undang-Undang 10 Tahun 2016, pasal 71 ayat 2,3 dan 5.

Dimana ayat 2, Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.

Pada ayat 3, Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih.

Selanjutnya, di ayat 5, dalam hal Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota selaku petahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), petahana tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.

Mantan Kepala Daerah ataupun mantan Bupati, tidak dapat diartikan dalam pasal itu sebagai petahana karena tidak lagi menjabat. Maka dari itu, bagi pejabat dilingkungan Pemkab Deliserdang yang dua lagi belum dilantik diwajibkan yang melantik adalah Kepala Daerah berikutnya dalam hal itu Pejabat (Pj) Bupati Deliserdang.

“Ya harusnya yang melantik yang meneruskan itu (Pj). Demi hukum dia harus melanjutkan oleh pendahulunya. Lo kenapa?. Kan ada serah terima jabatan. Kalau yang dua itu keberatan, ya yang digugat itu ya ini Pj Bupati bukan bupati sebelumnya. Itu merujuk pada iklim sistem jabatan. Keberlanjutan jabatan itu dijembatani namanya serah terima jabatan. Orang bisa berganti-ganti, tapi jabatan itu tetap,” sebutnya.

Sedih Dan Perlu Diluruskan

Prof Supandi yang juga merupakan Guru Besar Tidak Tetap Dalam Bidang Hukum Administrasi Negara, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (UNDIP) awalnya, memberikan pandangan hukum berkaitan dengan masa depan Kabupaten Deliserdang beranjak dari dirinya dilahirkan dan dibesarkan terpanggil untuk meluruskan agar masyarakat dapat tercerahkan.

“Untuk pertanyaan-pertanyaan dari masyarakat Kabupaten Deliserdang berkaitan hukum administrasi negara maupun hukum tatanegara. Saya sebagai putra daerah yang dilahirkan dan dibesarkan di daerah ini kemudian merantau melihat kondisi pendapat masyarakat yang simpang siur dilapangan saya sedih dan perlu meluruskan,” katanya.

Prof Supandi meminta agar masyarakat menghargai wibawa dan kewenangan yang disandang oleh pejabat pemerintah dari yang teratas hingga paling bawah. “Pejabat itu dari mulai Presiden sampai ke Kepala Desa itu adalah pejabat yang ditunjuk secara sah, dilantik dan disumpah berdasarkan keyakinan agamanya,” katanya.

“Itu harus kita hargai sebagai pejabat. Mereka adalah personalifikasi negara, apalagi personalifikasi negara yang berdasarkan hukum wujud manusia daripada negara yang berdasarkan hukum itu Presiden, Gubernur, Bupati/Wali Kota terus sampai Kepala Desa itu harus dihormati oleh rakyatnya,” lanjutnya.

Sebagai bentuk personalifikasi negara, hukum menjamin penghargaan sepak terjang kepala pemerintahan di dalam menerbitkan keputusan maupun tindakan dalam penyelenggaraan pemerintahan itu yaitu asas hukum yang bernama dan berlaku di seluruh dunia yaitu Asas Praduga Keabsahan (praesumtio iustae causa) keputusan atau tindakan pejabat administrasi negara.

“Para pejabat itu adalah wujud negara, kita harus hormati. Artinya, setiap keputusan dan tindakan pejabat benar atau salah oleh publik wajib dianggap benar dan segera dilaksanakan, tidak ada yang bisa menghentikan atau mengatakan ini itu salah, tidak bisa. Kecuali putusan pengadilan administrasi negara yang berkekuatan hukum tetap. Tidak boleh sembarang orang mengatakan tindakan-tindakan itu salah, melanggar hukum dan sebagainya,” jelas Prof Supandi.

Pejabat Kepala Pemerintahan, dengan tanggung jawabnya pengemban amanat jabatan publik demi mencapai tujuan dan cita-cita rakyat di didirikannya negara, bila keputusannya sudah dilakukan, maka wajib menghormati. “Kalau ada kepentingannya dirugikan dengan keputusan ataupun tindakan pejabat itu maka yang bersangkutan bisa menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara,” ungkapnya.

Selanjutnya, Pengadilan Tata Usaha Negara tentunya memeriksa kedua belah pihak yang memiliki bukti-bukti yang berkaitan apa yang dipersangkakan itu, kemudian membuat keputusan yang harus dihormati bersama.

“Tidak bisa kelompok ini, kelompok itu, membuat wauh !, Bupati bersalah, tidak bisa. Kita harus hormati. Kalau masyarakat awam dalam hukum pidana misalnya asas praduga tidak bersalah. Tidak boleh diperlakukan sebagai orang yang bersalah kecuali Pengadilan telah memutus yang bersangkutan bersalah. Begitu juga para pejabat kita, para penyandang kekuasaan negara kita, mentang-mentang orang berteriak bersalah langsung divonis salah, tidak bisa,” ujar Prof Supandi.

Untuk itu Prof Supandi menyampaikan harapannya, dalam pelaksanaan Pilkada penyelenggara Pemilu yakni KPU Deliserdang dan Bawaslu Deliserdang harus fair (adil). “Fair (adil), penyelenggara pemilu KPU, Bawaslu, pada dasarnya non partisan bebas dari segala kepentingan. KPU sebagai penyelenggara pemilunya, Bawaslu sebagai pengawas terselenggaranya pemilu itu. Semua carut marut didalam proses Pemilu yang merasa keberatan bisa mengadu kepada Bawaslu. Bawaslu harus periksa secara profesional,” katanya.

“Kalau hal-hal yang berkaitan dengan pelanggaran hukum dan sebagainya, Bawaslu harus memiliki landasan hukum bahwa pelanggaran itu sudah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Ya, jangan gegabah, kalau ujuk-ujuk ada menyatakan itu bersalah, katakan saja itu gugatan yang bersangkutan prematur, terburu-buru. Karena pemilu tidak bisa dihambat,” tutup Prof Supandi. (a16/a01).

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE