P. BRANDAN (Waspada): Pasar rakyat di eks ‘kota minyak’ P. Brandan yang dibangun oleh Pemkab Langkat dengan menelan anggaran senilai Rp6 miliar bersumber dari dana APBN dan APBD Langkat T.A 2023 terkesan mubazir.
Bagaimana tidak, para pedagang tradisional banyak yang enggan berjualan di kios-kios atau lods yang sudah tersedia. Pedagang malah tetap memilih menggelar dagangannya di pinggiran jalan.
Berdasarkan pengamatan Waspada, baru-baru ini, para pedagang kaki lima ini seenaknya menggelar barang dagangannya di pinggiran jalan umum, seperti kawasan Jl Sudirman, Jl Wahiddin, Jl Taman Bunga, dan Jl Babalan.
Lapak dari para pedagang kaki lima yang sampai memakan badan jalan ini tentunya sangat mengganggu kenyamanan, terutama bagi pengguna jalan. Aktivitas para pedagang menjadi sumber kemacetan arus lalulintas.
Seperti halnya di kawasan Jl Babalan, para pedagang hasil laut memadati sisi kiri dan kanan ruas jalan, bahkan mereka menggelar dagangannya hingga ke badan jembatan. Arus lalulintas di ruas jalan ini kerab mengalami macet total, khususnya pada pagi hari.
Kesemerautan ini sudah menjadi problem klasik yang hingga kini tak terselesaikan. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Pemkab Langkat sendiri terkesan tidak serius untuk menyelesaikan problem pedagang kaki lima ini.
Padahal, Kemendag pada tahun 2023 lalu telah mengucurkan anggaran sebesar Rp3 miliar dan Pemkab Langkat juga mengalokasikan anggaran senilai Rp3 miliar untuk membangun pasar rakyat yang representatif.
Pembangunan ini terdiri dari dua blok, yakni Blok A sebanyak 141 kios dan Blok B 48 los. Warga menyesalkan, setelah pasar rakyat ini selesai dibangun, sebagian besar pedagang masih tetap saja membuka lapak di pinggiran jalan.
Sejumlah pihak sangat menyesalkan kondisi kesemerawutan ini. Warga menuding Kadis Perindag gagal menarik para pedagang kaki lima untuk membuka usahanya di tempat resmi yang telah disediakan pemerintah.(a10)