Nelayan Meradang Beli BBM Pakai Aplikasi Atau Website

  • Bagikan

KISARAN (Waspada): Pertamina akan menerapkan peraturan secara bertahap untuk pembelian BBM jenis Pertalite dan Solar bagi konsumen dengan menggunakan aplikasi atau website MyPertamina, namun kebijakan ini  mendapat kecaman dari nelayan di Kab Asahan, karena dinilai bukan mempermudah tapi mempersulit.

Kades Silo Baru, Kec Silau Laut Ahmad Sofyan, saat dihubungi Waspada, Rabu (29/6), menerangkan sebenarnya kewajiban pemerintah seharusnya mengantarkan BBM itu ke depan rumah masyarakat, bukan malah mempersulit dengan sistem pemesanan melalui aplikasi atau website. BBM ini merupakan keperluan vital. Bila pemerintah melakukan hal semacam ini bisa disangsikan akan terjadi konflik sosial di masyarakat, terutama wilayah pesisir.

“Masyarakat pesisir atau nelayan, untuk menggunakan smartphone masih banyak tidak paham dan perlu belajar. Ketika saat ini masyarakat lagi susah tentang turunnya harga TBS, naiknya harga cabai, jangan lagi dipersulit lagi dengan sistem yang dianggap aneh seperti ini. Bila hal ini diberlakukan akan terjadi gerombolan massa akan melaksanakan aksi di perwakilan Pertamina di Asahan, saya akan memimpin langsung aksi itu,” jelas Sofyan.

Sofyan berharap Pertamina bisa lebih bijak, dan jangan menyamakan semua wilayah di Indonesia, karena kebutuhan dan sarana dan prasarana berbeda. Selama ini kebutuhan BBM untuk nelayan dipasok oleh agen (along-along) yang mendapat kepercayaan dan surat keterangan dari Pemerintah Desa untuk membeli BBM di SPBU terdekat untuk kebutuhan nelayan.

“Apa mungkin nelayan harus memasang roda di boat (sampan) untuk dibawa ke SPBU untuk membeli BBM, itukan hal yang tidak mungkin,” jelas Sofyan.

Disinggung kebijakan Pertamina dinilai mempermudah, Sofyan menepis hal itu, karena para nelayan sangat sulit mengoperasikan smartphone apa lagi menggunakan aplikasi dan mengakses wibsite MyPertamina.

“Ini yang perlu diketahui, apakah nelayan Silau laut menempuh jarak sekitar 25 KM hanya untuk membeli 5 liter BBM.  Jadi kebijakan ini bukan mempermudah melainkan mempersulit nelayan,” jelas Sofyan.

Sarana Dan Prasarana

Di lain tempat Wakil Ketua Komisi A DPRD Asahan Ilham Sarjana, dimintai tanggapannya menerangkan tentunya teknologi biasanya mempermudah masyarakat, namun yang jadi kendala apakah sarana dan prasarana bisa terpenuhi, masih banyak masyarakat yang belum paham menggunakan smartphone terutama wilayah pesisir yang terbatas sinyal.

“Sepengetahuan saya di SPBU tidak boleh menggunakan smartphone, tapi sekarang beli BBM harus pakai aplikasi, inikan akan menjadi kebingungan masyarakat,” jelas Ilham.

Oleh sebab itu sebaiknya Pertamina melakukan pengkajian ulang, terutama penerapan di wilayah pesisir dan pelosok di Asahan, karena kebutuhan BBM itu sangat pentng bagi nelayan dan UMKM, tentunya masyarakat meminta kemudahan dalam mendapatkan BBM.

“Kebijakan itu pemesanan BBM melaluai aplikasi atau website boleh saja, namun perlu diperhatikan sarana dan prasarana dan kendala masyarakat terutama nelayan dan masyarakat pelosok, sehingga kebijakan ini bisa mempermudah masyarakat,” jelas Ilham.

Tepat Sasaran

Sementara melansir dari berita resmi dari website Pertamina, Menyalurkan bahan bakar minyak (BBM) subsidi, merupakan salah satu amanah yang diberikan kepada Pertamina Patra Niaga, Sub Holding Commercial & Trading PT Pertamina (Persero) dalam rangka memenuhi kebutuhan energi yang terjangkau bagi masyarakat. Sebagai BBM bersubsidi, penyaluran Solar dan Pertalite penugasan ini diatur oleh regulasi, antara lain Peraturan Presiden No. 191/2014 dan Surat Keputusan (SK) BPH Migas No. 4/2020.

“Dalam menyalurkan BBM subsidi ada aturannya, baik dari sisi kuota atau jumlah maupun dari sisi segmentasi penggunanya. Saat ini, segmen pengguna Solar subsidi ini sudah diatur, sedangkan Pertalite segmentasi penggunanya masih terlalu luas. Sebagai badan usaha yang menjual Pertalite dan Solar, kami harus patuh, tepat sasaran dan tepat kuota dalam menyalurkan BBM yang disubsidi pemerintah,” jelas Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Alfian Nasution.

Saat ini masih terjadi di lapangan adanya konsumen yang tidak berhak mengkonsumsi Pertalite dan Solar dan jika tidak diatur, besar potensinya kuota yang telah ditetapkan selama satu tahun tidak akan mencukupi. Untuk memastikan mekanisme penyaluran makin tepat sasaran, maka Pertamina Patra Niaga berinisiatif dan berinovasi untuk melakukan uji coba penyaluran Pertalite dan Solar bagi pengguna berhak yang sudah terdaftar di dalam sistem MyPertamina.

“Kami menyiapkan website MyPertamina  yang dibuka pada 1 Juli 2022. Masyarakat yang merasa berhak menggunakan Pertalite dan Solar dapat mendaftarkan datanya melalui website ini, untuk kemudian menunggu apakah kendaraan dan identitasnya terkonfirmasi sebagai pengguna yang terdaftar. Sistem MyPertamina ini akan membantu kami dalam mencocokkan data pengguna,” lanjut Alfian.

Masyarakat tidak perlu khawatir apabila tidak memiliki aplikasi MyPertamina, karena pendaftaran dilakukan semua di website MyPertamina. Pengguna yang sudah melakukan pendaftaran kendaraan dan identitasnya kemudian akan mendapatkan notifikasi melalui email yang didaftarkan. Pengguna terdaftar akan mendapatkan QR code khusus yang menunjukan bahwa data mereka telah cocok dan dapat membeli Pertalite dan Solar.

“Yang terpenting adalah memastikan menjadi pengguna terdaftar di website MyPertamina, jika seluruh data sudah cocok maka konsumen dapat melakukan transaksi di SPBU dan seluruh transaksinya akan tercatat secara digital. Inilah yang kami harapkan, Pertamina dapat mengenali siapa saja konsumen Pertalite dan Solar sehingga kedepannya, bisa menjadi acuan dalam membuat program ataupun kebijakan terkait subsidi energi bersama pemerintah sekaligus melindungi masyarakat yang saat ini berhak menikmati bahan bakar bersubsidi,” lanjutnya.

Saat ini Pertamina Patra Niaga terus memperkuat infrastruktur serta kesisteman untuk mendukung program penyaluran Pertalite dan Solar secara tepat sasaran ini. Direncanakan, uji coba awal akan dilakukan di beberapa kota/kabupaten yang tersebar di 5 Provinsi antara lain Sumatera Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Jawa Barat, dan DI Yogyakarta. (a02/a19/a20)


  • Bagikan