P.SIDEMPUAN (Waspada): Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Padang Sidempuan gelar Muzakarah Ramadan 1444 H untuk membahas dualisme Hari Ied (1 Syawal) di Aula Kantor MUI, Jl. HT. Rizal Nurdin, Palampat, Padang Sidempuan Tenggara, Padang Sidempuan, Sabtu (9/4).
Muzakarah yang dibuka Ketua DP MUI Pasang Sidempuan Ustadz Drs. H. Zulpan Efendi Hasibuan MA dihadiri Sekretaris MUI Drs. Drs.Syamsuddin Pulungan MAg, Bendahara MUI Abdurrahim Nasution, MUI Kecamatan se-Kota Padang Sidempuan, BKM, Ka KUA serta Penyuluh Agama.
Ketua Komisi Fatwa MUI Padang Sidempuan Drs.H.Zainal Arifin Tampubolon yang juga sebagai ketua panitia mengatakan sebagai nara sumber dalam kegiatan tersebut, pihaknya menghadirkan Buya Hafiza Abdur Rahman dan Sekretaris Komisi Fatwa MUI Padang Sidempuan Yasir Arafat LC.
Muzakarah dengan tema ‘Dualisme Hari Ied, penyebab dan persoalan-persoalan yang timbul di masyarakat ditinjau dari segi ilmu falaq dan hukum fiqih bertujuan positif dalam rangka membangun kebersamaan umat Islam karena dasar hukum penentuan 1 Ramadhn dan 1 Syawal sama.
“Tahun 2004, MUI Pusat telah mengeluarkan fatwa yang isi ada 2 yakni, pertama, metode hisab atau rukyah.Kedua yang berhak menetapkan idul fitri itu pemerintah. Kalau sudah keputusan pemerintah harus dipatuhi. Dalam hal inilah , bapak dan saudara sekalian diundang untuk muzakarah ini,” tuturnya.
Ketua MUI Padang Sidempuan Ustadz Drs. H.Zulpan Efendi Hasibuan MA mengatakan perbedaan 1 Syawal merupakan sesuatu yang wajar karena perbedaan metode dalam menetapkan 1 Syawal sebagaimana yang terjadi di Indonesia, termasuk di Kota Padang Sidempuan.
“Perbedaan itu biasa saja, tapi dampak sosialnya di tengah-tengah masyarakat sangat tidak baik. Seperti ada yang sudah hari raya dan masih ada yang puasa. Ada yang mengatakan kenapa masih puasa padahal sudah haram puasa. Sedangkan di sisi lain mengatakan sebaliknya. Ini kan tidak baik,” katanya.
Anggota Team Hisab dan Rukyat Kota Padang Sidempuan Buya Hafiza Abdur Rahman sebagai nara sumner dalam kegiatan muzakarah itu menjelaskan tentang metode penentuan awal Ramadan dan 1 syawal sesuai dengan ilmu falaq dengan menggunakan teropong.
Buya Hafiza Abdur Rahman menegaskan bahwa perbedaan penetapan awal bulan kamariah tidak hanya terjadi di Indonesia saja, tapi di negara lain yang penduduknya mayoritas muslim juga mengalami hal sama.
Secara hakikat, ucap Buya Hafiza, yang mempunyai otoritas untuk menetapkan masalah awal bulan qomariyah adalah pemerintah dengan kekuasaan itsbat-nya. “Kalaupun ada organisasi atau ormas diluar pemerintah yang menetapkan, sifatnya hanya sebatas ikhbar (mengumumkan) bukan itsbat (menetapkan), ” ujar Buya Hafiza.
Sekretaris Komisi Fatwa MUI Padang Sidempuan Yasir Arafat Nsution LC, MA mengatakan, perbedaan tersebut tidak memiliki dampak positif bagi umat Islam dan masyarakat. Malah membawa dampak negatif terhadap kesatuan umat Islam sebab perbedaan itu menimbulkan umat jadi terkotak-kotak.
Menanggapi pertanyaan peserta terkait adanya perbedaan 1 Syawal maupun dalam penentuan awal Ramadan, Buya Hafiza Abdur Rahman dan Yasir Arafat menegaskan bahwa akibat dari perbedaan dalam memahami dalil. “Dalilnya sama, memahaminya berbeda maka hasilnya berbeda,” katanya.(a39)