MADINA (Waspada): Sengketa lahan di Pantai Barat Mandailingnatal, khususnya Kec. Batahan, cenderung carut-marut. Indikasi sejumlah “oknum” makin terkuak, sedangkan “dalang”nya?
Ketua Forum Jurnalis dan Aktivis se-Pantai Barat Madina Afnan Lubis, SH menginginkan, agar berbagai persoalan sengketa lahan di Batahan diselesaikan dengan berorientasi untuk menyelesaikan kepentingan masyarakat luas.
“Boleh saja dilakukan lagi rapat dengar pendapat (RDP) di gedung dewan, tapi semata-mata dilakukan untuk kepentingan masyarakat luas,” ujar Afnan Lubis, SH yang juga pengamat hukum dan advocat kepada wartawan melalui sambungan telepon seluler, Minggu (24/9).
Dijelaskannya, RDP sudah pernah dilakukan di DPRD Madina, bahkan sudah juga dilakukan investigasi Pemkab dan DPRD Madina tetang pencaplokan lahan yaitu lahan di atas HPL lahan trans wwakarsa mandiri (TSM) Bukitlangit 1997/1998 sejumlah 363 KK yang perjuangan masyarakat, pemerintah juga tokoh yang wadahnya Koperasi Unit Desa Produsen ( KUD P) Bina Mufakat Baru Desa Batahan I yang urusanya sudah sampai ke semua tingkatan dan dua kali ke Presiden Joko Widodo, tapi sampai saat ini belum membuahkan hasil. “Sampai hari ini, untuk Batahan I, nol nagodang dope (nol besar, red),” ujar Afnan.
Dia mengapresiasi rencana investigasi mendalam melibatkan jurnalis dan aktivis, termasuk di Batahan. “Perusahaan raksasa” diwanti-wanti jangan menyengsarakan warga Batahan.
Jurnalis dan aktivis sudah melakukan serangkaian investigasi pendahuluan, yang dilakukan investigasi lebih direncanakan dimulai dalam waktu dekat. Tim kembali akan kembali bekerja ke Batahan dan kawasan lain di Pantai Barat Madina.
Tim jurnalis dan aktivis pernah melakukan penelusuran, Perkebunan Nusantara IV (PTPN) Persero di Kec. Batahan, Kab. Mandailing Natal, Sumut, melalui APK Kebun Balap Rangga mengatakan, perusahaan milik pemerintah itu memiliki izin lokasi untuk menggarap lahan KUD Pasar Baru Batahan.
Hal itu disampaikan Rangga saat menjawab konfirmasi wartawan, Minggu (17/9) pekan lalu. “Kami diberikan izin lokasi jadi pada saat lahan itu dibuka. Lalu, KUD Pasar Baru Batahan pun mengklaim adanya izin di lahan yang sama,” katanya.
Sebelumnya, salah satu warga Batahan Ahmad Fathoni menerangkan, lahan 3.200 dengan 1.200 di antaranya dikuasi PTPN IV adalah lahan yang izin lokasinya dimiliki KUD Pasarbaru Batahan. Sepanjang pengetahuannya, Pemkab Madina tidak pernah mengeluarkan izin kepada pihak lain.
Fathoni memberikan bukti berupa beberapa dokumen. Salah satunya surat bupati menyatakan Pemkab Madina mengeluarkan izin lokasi kepada KUD Pasarbaru Batahan untuk mengelola 3.200 hektare sesuai dengan Surat Bupati Madina Nomor 522/652/Dishut/2007 bertanggal 30 Maret 2007.
Untuk membangun lahan tersebut, PTPN IV ditunjuk sebagai avalis. Hal itu tertuang dalam surat perjanjian kerja sama dengan poin utamanya adalah pelaksanaan program revitalisasi pembangunan plasma dengan sistem profit sharing.
“Seharusnya, perusahaan itu membantu dan menyelesaikan pembangunan kebun seluas 3.200 hektare itu, bukan malah menyerobot tanah masyarakat,” tegasnya.
Berdasarkan keterangan Fathoni, saat ini baru 1.700 dari 3.200 hektare yang telah ditanami. Pembangunan plasma itu bersumber dari dana revitalisasi perkebunan. “Bukan dana PTPN, tapi mereka ditunjuk sebagai avalis,” ujarnya.
Ketidakmampuan PTPN IV menguasai seluruh lahan diambil alih dari PTPN IV (lokasi Tompek), pihak manajemen menyurati bupati Madina pada 18 Desember 2007.
Poin kedelapan dalam surat itu berbunyi, “Namun melihat adanya tuntutan KUD Pasar Baru Batahan atas lahan yang dikuasai oleh PTPN IV, Kebun Balap, maka kami berharap dibicarakan kembali dan dalam penyelesaiannya diperhatikan juga lahan inti berdasarkan izin lokasi yang diterbitkan oleh Pemkab Madina 2007, yang secara kenyataan tidak dapat dikuasai sepenuhnya oleh PTPN IV”. Surat itu ditandatangani Rediman Silalahi.
Bupati Madina saat itu, Dahlan Hasan Nasution mengeluarkan surat balasan. Pada poin ketiga surat disampaikan, dalam diktum pertama angka 13 Surat Keputusan Bupati Mandailing Natal Nomor 525.25/158/K/2007 tanggal 30 Maret 2007 terdapat syarat dan ketentuan antara lain, Koperasi dan mitra PT Perkebunan Nusantara IV (persero) mengolah sendiri tanah diberi izin lokasi sesuai dengan peruntukannya dan tidak dibenarkan membebaskan tanah di luar areal izin lokasi, memindahtangankan izin lokasi kepada pihak lain tanpa izin yang berwenang.
Pada poin ketujuh, ditegaskan bahwa meskipun kebun plasma yang sudah terealisasi di atas 20 persen tidak dapat dijadikan sebagai pembenaran untuk menjadikan lahan plasma sebagai kebun inti.
Terkait kebenaran izin lokasi dimiliki PTPN IV itu, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Mandailing Natal Akhmad Faisal yang dikonfirmasi sejak Kamis (21/9) sampai berita ini dilansir tak memberikan jawaban.
Yang jelas, KUD Pasar Baru Batahan masih menunggu l untuk mengembalikan lahan seluas 1.200 hektare yang dikuasai perusahaan. (irh)