Dua pasangan calon gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution-Surya dan Edy Rahmayadi-Hasan Basri, sama-sama memiliki komitmen dan program untuk menghadapi persoalan intoleransi di Sumut.
Persoalan ini menjadi perhatian, lantaran walaupun Sumut dikenal dengan kerukunan dan kemajemukan, namun berdasarkan data Aliansi Sumut Bersatu (ASB), sejak tahun 2011 hingga 2023 terjadi 63 kasus intoleransi di Sumut.
Beberapa kasus yang menjadi sorotan yakni, penolakan pembangunan Masjid Al Munawar di Tapanuli Utara tahun 2013, penurunan patung Buddha Amitabha di Kota Tanjung Balai tahun 2016, hingga Pembakaran Vihara di Tanjung Balai tahun 2016.
Hasan Basri wakil dari Edy Rahmayadi mengatakan bila memenangkan Pilkada Sumut, salah satu program yang diusung timnya yakni mengedepankan dialog di setiap persoalan, yang berkaitan dengan konflik intoleransi.
“Kita akan mendorong penyelesaiannya secara dialog, untuk menghasilkan solusi yang menghormati hak setiap warga,” ujar Hasan saat diwawancarai wartawan di Kota Medan, Sabtu (23/11/2024)
Kemudian Hasan mengatakan selama Edy Rahmayadi menjabat gubernur, indeks kerukunan antar umat beragama di Sumut meningkat dari gubernur sebelumnya.
“Indeksnya kerukunan antar umat beragamanya naik 3 persen dari sebelumnya. Itu menandakan bahwa di zaman Pak Edy, menjaga kerukunan, membangun kebersamaan, semangat toleransi ini terjadi dan bisa menjadi sebuah prestasi yang bisa disebutkan di zaman Pak Edy,” katanya.
Lalu kata Hasan, sebagai mantan Pangkostrad kemampuan Edy Rahmayadi jelas memiliki komitmen menciptakan semangat bertoleransi.
“Teruji kemampuannya untuk menjaga semangat kebersamaan itu. Menjaga NKRI, semangat menjaga keIndonesiaan, itu kan doktrin yang beliau sampaikan dan beliau pegang teguh,” ucap Hasan.
Hasan lalu menyinggung tentang bagaimana peran FKUB dalam menyelesaikan konflik intoleransi. Kata dia FKUB harus harus hadir pertama kali dalam konflik antar umat beragama.
“Di saat FKUB ini bisa menyelesaikan atau mencari solusi terkait permasalahan peribadatan, ini akan bisa terselesaikan. Tapi disaat FKUB ini belum mempunyai langkah konkret untuk menyelesaikannya, makannya di sini sering terjadi perbedaan pemahaman,” katanya.
Sementara itu, Bobby-Surya, melalui juru bicaranya, Sugiat Santoso menerangkan bahwa Bobby-Surya juga mempunyai komitmen untuk mengatasi konflik intoleransi.
Dia menjanjikan, bila Bobby-Surya terpilih, pihaknya akan hadir di tengah masyarakat yang terlibat konflik antar suku, agama, ras dan antar golongan (SARA).
“Kehadiran pemerintah Itu, selain memediasi juga menjamin bahwa seluruh golongan, agama, suku dan bangsa punya kesempatan yang sama dalam setiap persoalan,” ujar Sugiat kepada wartawan, Sabtu (23/11)
Sugiat juga mengatakan bila Bobby-Surya memiliki rekam jejak yang baik dalam menyelesaikan konflik yang berkaitan SARA, baik ketika Bobby menjadi Walikota Medan ataupun saat Surya jadi Bupati Asahan.
“Ya Bobby kan nasionalisme dan Surya juga kepala daerah yang juga sudah bisa merawat keberagaman di Asahan. Yang pasti, dengan jiwa nasionalisme, Bobby-Surya ini kebijakan-kebijakan yang terkait dengan konflik-konflik SARA yang itu bisa memecah belah rakyat, bisa diminimalisasi supaya tidak terjadi lagi,” tambahnya.
Terpisah Iswan Kaputra, dari Jaringan Advokasi Masyarakat Sipil Sumut (Jamsu) mengatakan berdasarkan analisis Jamsu, selama kampanye kedua Paslon begitu membahas isu keberagaman maupun yang berkaitan dengan masyarakat sipil.
“Isu-isu yang kami kerjakan setiap hari, ya bersama masyarakat di pedesaan minim sekali, mereka dalam kampanye penyampaian itu, minim sekali soal-soal itu,” ujar nya kepada wartawan.
Iswan lalu menilai, komitmen kedua paslon yang akan hadir saat konflik Sara terjadi masih sangat konvensional. Kata dia, seharusnya mereka lebih mengedepankan pencegahan.
Menurut Iswan, isu pluralisme itu harus ditangani sebelum konflik terjadi. Dia mengibaratkan konflik pluralisme ini seperti keramik yang terjatuh dan kemudian pecah.
“Sebaik-baiknya keramik pecah itu, dilem atau di reparasi, tentu hampir dipastikan jauh lebih baik keramik, yang belum jatuh dan pecah kan ? ,” ujarnya pria yang juga menjadi Wakil Direktur Yayasan Bina Keterampilan Pedesaan (Bitra) ini.
Iswan lalu mengatakan seharusnya program keduanya, lebih mengedepankan pencegahan konflik intoleransi. Misalnya seperti memupuk atau menjaga kebersamaan. (Adn)