“Di antaranya, sumur keramat tempat air wudhu, bahan bangunan Masjid dibawa dengan tongkang dari Penang. Bangunan Masjid menggunakan material batu bata dengan perekat campuran batu kapur dan telur”
BERGELAR Datuk Sri Utama Kasturi Rahmatullah dari Kesultanan Negeri Serdang, Zakky Shahri SH, Ketua DPRD Deliserdang dua periode disela-sela kegiatannya menyempatkan diri dan sholat di Masjid Raya Sultan Basyaruddin di Desa Rantau Panjang, Kecamatan Pantai Labu.
Masjid Raya ini berdiri pada tahun 1854 M yang menjadi bukti simbol peradaban Kesultanan Serdang, masih eksis saat ini sejak berdiri tahun 1723 M.

Begitu tiba di lokasi masjid yang dibangun pada masa Sultan Basyaruddin Syaiful Alamsyah, Zakky Shahri disambut pengurus dan takmir Masjid dan Kepala Desa (Kades) Rantau Panjang Muhammad Taher. Ba’da Zhuhur, Zakky Shahri berkeliling area dalam dan luar masjid yang masih terjaga desain dan arsitektur aslinya.
Dari beberapa area masjid disambangi Zakky Shahri, yang pernah menjadi markas perjuangan Kesultanan Serdang ketika Pasukan Koninklijk Nederlands Indisch Lege (KNIL) Belanda mendarat untuk menaklukkan Serdang di tahun 1865, ada beberapa tempat yang mendapat perhatian Zakky Shahri.
Di antaranya, sumur keramat tempat air wudhu, bahan bangunan Masjid dibawa dengan tongkang dari Penang. Bangunan Masjid menggunakan material batu bata dengan perekat campuran batu kapur dan telur.
Selanjutnya, Mesjid ini memiliki 20 tiang penyanga pada bahagian luar dan 4 tiang penyangga pada bahagian dalam. Dengan apabila diamati dari kejauhan keempat sisi bahagian luar Mesjid ini, tiang-tiang pada masing-masing sisinya terkesan berjumlah 6 buah.
Mesjid Basyaruddin memiliki akses masuk dari 5 buah pintu berbahan kayu meranti berukuran tinggi 3 meter dan masing-masing pintu ditutup dengan 2 lembar daun pintu. Lima buah pintu masuk ini melambangkan rukun Islam.
Selain itu, ada terdapat 6 buah jendela, yang dimaknai sebagai lambang rukun Iman. Keenam jendela ini dahulu ditutup dengan daun jendela kayu berbentuk sisir. Namun sekarang sudah diganti dengan kaca. Dan bangunan sejarah berbentuk atap Mahligai ini masih berdiri kokoh, meskipun telah beberapa kali mengalami renovasi.

Usai berkeliling, Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gerindra Deliserdang ini mengungkapkan kedatangannya ke Masjid Raya Sultan Basyaruddin ini, karena mengingat sejarahnya yang sangat luar biasa bagi masyarakat Deliserdang.
“Terlebih saya telah diberi Gelar Datuk Sri Utama Kasturi Rahmatullah dari Kesultanan Negeri Serdang yang langsung disematkan oleh Sultan Serdang IX Drs Tuanku Akhmad Thalaa Syariful Alamsyah. Sehingga wajib rasanya mengetahui, membantu pengembangan dan menjaga adat istiadat budaya melayu khususnya di Kesultanan Serdang,” kata Zakky Shahri, Rabu (5/3).
Zakky Shahri mengakui, dari pengamatannya usai berkeliling masjid, banyak hal menarik di masjid ini yang bisa dikembangkan menjadi destinasi wisata religi terutama untuk wisatawan muslim. “Masjid peninggalan Kesultanan Serdang merupakan simbol peradaban yang harus dijaga dan dilestarikan,” akunya.
Diapun berharap agar masjid kedua Kesultanan Serdang ini setelah Masjid Jamik Sultan Sinar yang berdiri pada tahun 1723 di Desa Serdang, Kecamatan Beringin diperhatikan Pemerintah Kabupaten (Pemkab). Diperhatikan betul bagian mana yang rentan rusak dan perlu direnovasi.
“Di Kabupaten Deliserdang ada dua Masjid Peninggalan Kesultanan Serdang dan satu komplek Makam Diraja Serdang. Kita berharap Masjid dan Makam ini Pemkab Deliserdang menetapkan sebagai heritage. Jadi kita dan semua elemen masyarakat harus menjaga bersama-sama, karena ini adalah ikon daerah yang penuh sejarah untuk diwariskan kepada generasi mendatang,” harap Zakky Shahri.
Masjid Raya Sultan Basyaruddin Dinamakan Orang Mesjid Terbalik
Sementara itu sebelumnya Seketariat Kesultanan Serdang Dr. Tengku Mira Sinar, MA mengatakan, Masjid Raya Sultan Basyaruddin ini mempunyai keunikan yang membedakannya dari mesjid-mesjid lain di dunia.

Bangunan Mesjid yang tampak dari jalan sekarang ini adalah bangunan bahagian belakang Mesjid, bukan bahagian depan pintu utama. Hal ini disebabkan, pada masa penjajahan Jepang tahun 1941, Jepang membuka jalur lalu lintas baru di bahagian belakang Mesjid dan mereka menutup jalan utama bahagian depan Mesjid.
“Padahal, dahulu Mesjid ini dibangun persis menghadap sungai kecil pecahan dari sungai Beloemei yang mengalir menuju sungai Serdang. Sekarang yang masih terlihat hanya jalur sungainya yang sudah mulai dangkal. Sejak saat itulah Masjid Raya Sultan Basyaruddin dinamakan orang Mesjid Terbalik, karena posisinya membelakangi jalan. Bahagian Mihrab yang semestinya berada di belakang bangunan, malah menjadi bahagian depan Mesjid,” ungkap Tengku Mira.
Menurut Tengku Mira, selain bangunan Masjid yang masih asli, peninggalan lainnya yang masih dapat dilihat adalah mimbar dan sebuah bedug. Mimbar yang terbuat dari kayu mahoni tersebut masih dipakai khotib pada saat ceramah, sedangkan bedug sudah lama tidak digunakan lagi karena kulit penutupnya sudah rusak.
“Didekat area ini masih ada reruntuhan bangunan peninggalan Kesultanan Serdang seperti balai pertemuan. Sedangkan bekas lahan aula serbaguna, telah dibangunan Madrasah. Selain tempat beribadah, mesjid ini juga digunakan sebagai tempat acara kenduri hari-hari besar Islam,” ungkapnya.
Salah Satu Fungsi Sultan Sebagai Khalifatullah Fil Ardh
Peninggalan situs sejarah berupa masjid Kesultanan Serdang, Sultan Serdang IX Tengku Ahmad Tala’a, yang akrab disapa Tengku Ameck menjelaskan ada sebanyak 4 yang saat ini terbagi di dua wilayah Kabupaten yakni dua di Kabupaten Deliserdang dan dua lagi di Kabupaten Serdang Bedagai.

Katanya, Masjid pertama, Masjid Jamik Sultan Sinar yang diyakini masjid tertua di Kabupaten Deliserdang yang terletak di Kampung Besar Serdang, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deliserdang berdiri pada tahun 1723. Kedua Masjid Raya Sultan Basyaruddin, Masjid Raya ini berdiri pada tahun 1854 M di Rantau Panjang, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deliserdang.
Selanjutnya, Ketiga Masjid Raya Sulaimaniyah Pantai Cermin 1901 berlokasi di Pekan Pantai Cermin Kabupaten Sergai dan Masjid ke empat yakni Masjid Raya Sulaimaniyah Perbaungan berdiri tahun 1901 di Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Sergai.
“Jadi di mana didirikan istana di situ jugalah masjid dibangun. Sebab salah satu fungsi sultan adalah sebagai khalifatullah fil ardh (pemimpin umat Islam) yang menyebarkan Islam di wilayah kekuasaannya pada masa itu,” ujar Tengku Ameck.
Tengku Ameck mengatakan, bahwa ibukota Kesultanan Serdang mengalami tiga kali perpindahan karena disebabkan banjir yang melanda daerah itu.
Katanya, wilayah Adat Kesultanan Negeri Serdang menurut memograf Sari Sedjarah Serdang tahun 1959 karya Tuanku Luckman Sinar, dari narasumber Tengku Putera Mahkota Radjih Anwar, yakni Wilayah adat Kesultanan Serdang yang terdiri dari Kecamatan Beringin, Pantai Labu, Pagar Merbau, Lubuk Pakam, Galang, Batang Kuis, Tanjung Morawa, Patumbak, Senembah Tanjung Muda Hilir, Senembah Tanjung Muda Hulu, Percut Sei Tuan yang seluruhnya di Kabupaten Deliserdang.
Kemudian di Kecamatan Perbaungan, Pantai Cermin, Serba Jadi, Pegajahan, Rampah, Teluk Mengkudu, Tanjung Beringin, Bandar Khalifah, Sei Bamban, Tebing Tinggi, Dolok Merawan, dan Dolok Masihul yang seluruhnya sekarang berada di Kabupaten Serdangbedagai. WASPADA.id/Edward Limbong
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.