DELISERDANG (Waspada): Memasuki masa tanam, sejumlah petani di Kecamatan Beringin Kabupaten Deliserdang mengeluh karena kuota pupuk bersubsidi tidak terpenuhi sesuai kebutuhan pertanian.
Untuk itu, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Deliserdang diharapkan mengusulkan kepada Pemerintah Provinsi agar Pemerintah Pusat menambah kuota pupuk bersubsidi tahun 2024 dalam mendorong produktivitas petani.
Hal itu diungkapkan Ketua Kelompok Tani “Banjar Samosir” Juara Sinaga 64, dan Anggota Kelompok Tani “Pardamean” Kecamatan Beringin Edison Simanjuntak 50, kepada wartawan, Selasa (4/6) di Desa Sidoharjo II Ramunia Kecamatan Beringin.
Menurut Juara Sinaga, saat ini kesuburan tanah sudah berkurang, jika petani tidak menambah dengan pupuk non subsidi, dipastikan hasil panen pasti anjlok atau bisa merugi. “Sementara para petani tidak mampu untuk menambah kebutuhan pupuk non subsidi (komersil) karena harganya cukup tinggi,” katanya.
Juara Sinaga mengakui, sebelumnya sekira tahun 1990 hingga tahun 2000 an, pemerintah menyalurkan kebutuhan pupuk bersubsidi jenis urea dan SP-36 sebanyak 500 Kg untuk setiap hektare, atau 20 Kg untuk setiap rante, kebutuhan satu tahun yaitu 2 kali musim tanam.
Selanjutnya jenis pupuk bersubsidi itu bertambah dari 2 jenis menjadi 5 jenis yakni Urea, ZA, NPK, SP-36 dan pupuk organik Petroganik, dengan kuota tetap 500 Kg untuk setiap hektare.
“Namun akhir-akhir ini jenis pupuk bersubsidi berkurang menjadi 2 jenis yaitu Urea dan Phonska, dengan jumlah kuota (porsi) berkurang juga menjadi sebanyak 308 Kg per hektare. Ini menjadi persoalan bagi kami petani, sementara pemerintah mendorong agar hasil panen padi meningkat agar ketahanan pangan bisa dipertahankan,” sebut Juara Sinaga.
Terkait harga pupuk bersubsidi di Kecamatan Beringin, Edison Simanjuntak dan Juara Sinaga mengaku bahwa harga tidak menjadi permasalahan pada petani, namun kebutuhan pupuk bersubsidi tidak mencukupi.
“Sebelumnya Pemerintah Desa telah melakukan pertemuan dengan para kios pupuk bersubsidi, dan disepakati harga pupuk pada kios adalah diatas HET (Harga Eceran Tertinggi), dengan pertimbangan biaya bongkar, gudang, biaya tebus (pra bayar) dan antar,” ungkap Edison. (a16)