Scroll Untuk Membaca

Sumut

Mahasiswa Demo Di P. Siantar Kecam Pemerintah; Biaya Pendidikan Mahal

Mahasiswa Demo Di P. Siantar Kecam Pemerintah; Biaya Pendidikan Mahal
Para mahasiswa yang menamakan diri mereka Aliansi Agent of Change menduduki ruang rapat gabungan DPRD di gedung DPRD Pematangsiantar, Jl. Adam Malik, Kamis (2/5) sore dan menggelar rapat serta membacakan pernyataan sikap.(Waspada-Edoard Sinaga)

PEMATANGSIANTAR (Waspada): Mahasiswa dari Aliansi Agent of Change melakukan aksi demo di Kota Pematangsiantar dan mengecam pemerintah, karena biaya pendidikan mahal dan pendidikan di Indonesia hanya untuk orang kaya.

Aksi demo yang mewarnai peringatan Hari Pendidikan Nasional Hardiknas, Kamis (2/5), sempat terjadi kisruh antara pihak kepolisian dengan para mahasiswa itu.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Mahasiswa Demo Di P. Siantar Kecam Pemerintah; Biaya Pendidikan Mahal

IKLAN

Awalnya, para mahasiswa itu dengan membawa poster-poster berisi aspirasi dan tuntutan serta keranda bertuliskan RIP Pendidikan, awalnya bergerak dengan menelusuri Jl. Merdeka dan berhenti di parkiran kantor Dinas Pendidikan.

Salah seorang mahasiswi, Mayang berteriak melalui pengeras suara dan bertanya mana Kadis Pendidikan serta meminta keluar menemui mereka dan jangan hanya duduk di belakang meja.

Selanjutnya, para mahasiswa itu membacakan pernyataan sikap yakni mendesak pemerintah mendirikan Universitas Negeri di Pematangsiantar, mendorong kualitas pendidikan dan pendidikan karakter yang lebih bermutu serta berkualitas.

Kemudian, meningkatkan pembangunan sarana dan prasarana ruang lingkup pendidikan serta segera menciptakan sarana dan prasarana literasi kreativitas serta ketrampilan bagi kaum miskin di Pematangsiantar.

Karena Kadis Pendidikan tidak berada di tempat dan yang menerima hanya Plh Kabid Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Suhendri Ginting, para mahasiswa itu meminta Suhendri menandatangani pakta integritas terhadap pernyataan sikap mereka setelah terjadi dialog.

Setelah sekitar dua jam berorasi di kantor Dinas Pendidikan, para mahasiswa itu beranjak dan bergerak ke Jl. Sutomo dengan pengawalan personel Polres. Karena berhenti di badan jalan di depan Suzuya, lalu lintas sempat macet.

Akhirnya, para mahasiswa itu kembali bergerak dan mendatangi gedung DPRD yang ternyata saat itu sepi, karena tidak ada anggota DPRD di gedung itu. Namun, para mahasiswa itu tetap meminta unsur pimpinan DPRD menemui mereka yang ingin menyampaikan aspirasi.

Sekretaris DPRD Eka Hendra yang menerima para mahasiswa itu menyebutkan Ketua DPRD Timbul Marganda Lingga tidak bisa hadir, karena orangtuanya meninggal.

Meski demikian, para mahasiswa itu masih bertanya anggota DPRD lainnya kemana, hingga terjadi dialog dan selanjutnya para mahasiswa itu berusaha masuk ke ruang kerja DPRD dan terjadi saling dorong dengan personel kepolisian.

Akhirnya, para mahasiswa itu masuk melalui pintu samping dan memasuki ruang rapat gabungan fraksi dan menggelar rapat serta membacakan pernyataan sikap dan menyatakan DPRD tidak berfungsi.

Selesai aksi di DPRD, para mahasiswa itu bergerak ke Balai Kota dan kembali berorasi di depan pintu gerbang Balai Kota yang tertutup dan mendapat penjagaan dari personel kepolisian.

Sekda Junaedi Antonius Sitanggang saat itu datang menemui para mahasiswa itu, namun menolak menandatangani pernyataan sikap para mahasiswa itu dengan alasan itu bukan wewenangnya dan situasi saat itu mulai memanas serta para mahasiswa itu berusaha duduk di badan jalan.

Akibat aksi para mahasiswa itu, lalu lintas menjadi macat dan personel kepolisian mengingatkan agar melakukan aksi dengan damai dan tidak menggangu ketertiban umum. Sebagian mahasiswa saat itu mau menuruti, hingga kendaraan bisa melintas.

Beberapa saat kemudian pihak kepolisian mengambil keranda dari para mahasiswa itu, hingga terjadi bentrok. Pihak kepolisian sempat mengamankan beberapa mahasiswa ke halaman Balai Kota, meski akhirnya melepasnya lagi dan para mahasiswa itu kembali bergabung dengan mahasiswa lainnya.

Pada saat itu beberapa mahasiswa berteriak mengatakan polisi memukul dan memiting mereka dan langsung menunjuk personel polisi yang memukul dan memiting mereka serta bersamaan saat itu Kapolres AKBP Yogen Heroes datang untuk menenangkan situasi dan para mahasiswa itu mengatakan polisi seharusnya mengayomi rakyat, tapi malah memukuli mahasiswa.

Mendengar teriakan mahasiswa itu, Kapolres yang berdiri di balik pintu gerbang langsung mengambil alih pengeras suara. Namun, baru mengucapkan beberapa kata, para mahasiswa itu langsung memotong perkataan Kapolres, hingga Kapolres meminta agar memberi kesempatan berbicara untuk menanggapi terkait polisi yang memukul mahasiswa.

Akhirnya, Mayang selaku juru bicara mahasiswa itu menenangkan rekan-rekannya dan meminta memberi kesempatan kepada Kapolres untuk menanggapi serta memohon agar tertib dan jangan ada yang berteriak.

Kapolres yang mendapat kesempatan berbicara menyatakan kehadiran polisi hanya untuk melakukan pengamanan dan tidak ada rencana melakukan gesekan-gesekan, bahkan aksi mahasiswa itu sebelumnya telah menyampaikannya ke DPRD dan Wali Kota meski tidak ada yang menerima.

Kepada para mahasiswa itu, Kapolres menegaskan apapun yang terjadi agar melapor. “Kalau ada yang luka laporkan, saya tidak akan melindungi anggota yang melakukan pemukulan. Tunjuk siapa orangnya, saya bertanggungjawab. Saya tidak akan melindungi mereka.”

Sempat terjadi dialog keras dan akhirnya berangsur tenang serta berorasi kembali, para mahasiswa itu membubarkan diri sekitar pukul 16:00 dan berjanji akan datang kembali dengan jumlah massa yang lebih besar.(a28)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE