Menu
Pusat Berita dan Informasi Kota Medan, Sumatera Utara, Aceh dan Nasional

Kuala Batubara Dangkal Hambat Pelayaran Nelayan

  • Bagikan

TANJUNGTIRAM(Waspada): Kedangkalan berat alur Kuala Batubara perairan Tanjungtiram, hingga kini belum ada tanda-tanda dilakukan penggerukan sebagai upaya menyahuti aspirasi dan harapan nelayan.


   Akibatnya para penangkap ikan ini terhambat untuk beraktivitas turun ke laut, terutama di saat pasang laut surut.


  “Ini menjadi hambatan keluhan kami untuk melakukan aktivitas menangkap ikan dan terpaksa menunggu air laut pasang baru dapat keluar, karena menghambat kelancaran arus pelayaran boat dan sampan tempel nelayan,” tukas Zulkarnain didampingi sejumlah nelayan kepada Waspada di pelabuhan Tanjungtiram, Minggu (20/2).


  Kondisi ini menurut nelayan sudah lama berlangsung, bahkan kerap dilaporkan secara lisan kepada pejabat jika bertemu di pelabuhan dengan harapan alur kuala segera dilakukan pendalaman dikeruk, namun hal itu sia-sia belaka, tak kunjung trealisasi.


  ” Kita tidak mengetahui apakah ini wewenangnya daerah, provinsi atau pusat,” ujarnya.


  Menurut Zul diperkirakan lebih 30 persen warga Batubara bermata pencarian turun kelaut sebagai nelayan, namun alur kuala semakin mengalami kondisi pendangkalan berat yang berekses menghambat kelancaran arus pelayaran keluar masuk boat dan sampan tempel nelayan baik pulang dan pergi melaut.


“Jika dipaksakan lewat lunas/kerangka dasar boat atau sampan kandas tak dapat keluar, walau sekalipun berupaya turun mendorong,” ujarnya.


   Lebih ironisnya jika kemalaman, terpaksa berlabuh jangkar ditengah laut menunggu ketinggian pasang agak dalam. Dan waktu nihari sampai dirumah. Sebab boat/ sampan tempel baru dapat merapat ketangkahan/daratan sekaligus membongkar hasil tangkapan.


   “Beginilah kondisi kami alami 3 hingga 4 jam berjangkar di tengah laut menunggu ketinggian pasang baru dapat pulang merapat ketangkahan, terkadang berkekses terhadap kwalitas hasil tangkapan dan bisa-bisa busuk didalam piber jika tidak ditimbun es,” ujarnya.


  Begitu juga sebaliknya turun kelaut, titik lokasi lapak berlabuh tangkapan yang dituju tak dapat terkejar, sehingga nelayan berlabuh dilokasi apa adanya dengan tangkapan kurang memuaskan, untuk menutupi biaya operasional terkadang tidak cukup memaksakan mereka berutang.


  Titik terparah pendangkalan alur kuala  terjadi mulai di seputaran lampu I hingga lampu II, sepanjang hampir 1,5 hingga 2 km dampak tumpukan pengendapan material seperti tanah, pasir atau lumpur. (a.18)

 

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *