Menu
Pusat Berita dan Informasi Kota Medan, Sumatera Utara, Aceh dan Nasional

Kritikan Askolani, Sejarawan Dan Budayawan Mandailing Terkait Revitalisasi Pesanggrahan Kotanopan

  • Bagikan

MADINA (Waspada) – Terkait Rencana Revitalisasi Pesanggaran Kotanopan yang menjadi skala prioritas pembahasan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang dinilai merupakan salah satu ikhtiar dan kemauan luhur (political will) bersama Pemerintah beserta komponen kemasyarakatan untuk meneguhkan kembali nilai-nilai kebangsaan, juga dapat berdampak signifikan bagi penguatan nilai kepeloporan (heroisme), kejuangan (patriotisme) dan kesejarahan (historis) sekaligus juga wujud nasionalisme terhadap sejarah perjuangan para “founding father” Republik Indonesia khususnya Ir. Soekarno di tanah Mandailing mendapat kritikan segar dari tokoh Budayawan Mandailing yakni Askolani

Askolani yang sejatinya menjadi saksi bisu keberadaan Pesanggrahan Kotanopan pada zaman dahulunya memberi beberapa komentar terhadap perubahan yang dialami bangunan yang menjadi saksi sejarah Presiden RI pertama Soekarno pernah hadir di tanah Mandailing. Menurut Askolani, ada bebrapa faktor yang harus disadari oleh Pemerintah dalam penanganan revitalisasi tersebut

Terkait pemugaran Pesanggrahan Kotanopan menurutnya itu perlu karena itu adalah amanat Undang-Undang (UU) Cagar Budaya, bahwa benda atau bangunan yang berusia lebih dari 50 tahun harus ditetapkan sebagai cagar budaya.
Namun sebagai cagar budaya, bangunan tidak boleh diubah konstruksi, bentuk, dan ornamennya, termasuk cat dan pernik lainnya

Berdasarkan hal itu, pemugaran seharusnya mengembalikan konstruksi Pesanggrahan Kotanopan ke bentuk aslinya ketika dibangun masa kolonial. Termasuk sarana di dalamnya, seperti tempat tidur, kursi meja, lampu, dan lainnya

Sebagai cagar budaya, Pesanggrahan Kotanopan hendaknya tidak lagi difungsikan sebagai tempat penginapan, tetapi menjadi objek wisata sejarah, layaknya kantor Gubernur jenderal Belanda di Kota Tua Jakarta, Museum Fatahilah, dan lain-lainnya

Amat disayangkan ketika saat ini Pesanggrahan Kotanopan hanya dijadikan tempat penginapan murahan. Walaupun menciptakan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tapi history kuat dari pesanggrahan itu terlihat hilang dan tidak kelihatan lagi

Seharusnya dia memang direvitalisasi, namun jangan merubah bentuk terhadap komponen bangunan, bentuk dan warna harus kita kembalikan seperti dahulu, bagaimana model dan bentuk bangunan pada tahun 1948 kembalikan seperti itu kembali, warna dan ornamennya begitu juga bentuknya, kata Askolani

“Sekarang kan kamar Soekarno itu sudah berubah, ini udah diubah oleh Pemprov, itu bukan aslinya lagi, konstruksi bangunannya sekarang sudah banyak yang dirubah, tujuan mereka mungkin biar elit, tetapi malah itu merusak nilai cagar budaya. Yang dinamakan cagar budaya itu kan ketika sudah berusia 50 tahun tidak ada perubahan bentuk dan ornamen, harus tetap dikembalikan pada aslinya, jangan ada niat ingin memodrenkan agar orang nyaman, itu melanggar UU tentang cagar budaya” ucap Askolani kepada Waspada.id, Minggu, (16/01)

Selama ini pengelolaan dan pengembangan Pesanggrahan Kotanopan tidak mengacu kepada ketentuan cagar budaya. Misalnya mengecat pesanggrahan dengan warna Melayu, mengganti tangga dengan keramik, bahkan mengubah kamar yang di tempat Soekarno menjadi ornamen yang amat berbeda dengan aslinya

“Saya berharap kepada Pemprov agar momen pemugaran Pesanggrahan Kotanopan hendaknya memperhatikan ketentuan UU Cagar Budaya” tutur Askolani. (Cah)

Keterangan Foto : Askolani, Tokoh Budayawan Mandailing Menyikapi Terkait Revitalisasi Pesanggrahan Kotanopan. Waspada/Ist

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *