LIMAPULUH (Waspada): Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar DPRD Kab Batubara dengan Kelompok Tani (Koptan) Rukun Sari Kec Seisuka, BPN dan Pemkab Batubara tidak membuahkan keputusan dalam menyelesaikan konflik sengketa lahan petani dengan perusahaan PT EMHA.
RDP dipimpin Ketua Komisi I DPRD Kab Batubara Azhar Amri beserta anggota disebut sudah kali ketiga digelar, tanpa pernah dihadiri pihak perusahaan, sehingga mengundang kekesalan anggota dewan, Senin (31/1).
“Menurut pengalaman saya, pihak perusahaan sulit diajak koordinasi, terutama dalam upaya menyelesaikan konflik lahan dialami Koptan dan mohon bijak menyelesaikan. Proses perpanjangan HGU perusahaan dipandang cacat hukum. Sebab sudah ada konflik dan dirasa perlu menyurati meninjau ulang,” tukas anggota DPRD Kab Batubara Suwarsono.
Hal sama diungkapkan Usman, pihak perusahaan tidak pernah hadir memenuhi panggilan dewan untuk dimintai keterangan. Jika HGU perusahaan diperpanjang ada prosedur dan syarat diikuti. Disamping berjanji memperjuangkan agar Koptan kembali mendapatkan haknya.
Beda lagi diungkapkan Sarianto Damanik, ketidakhadiran perusahaan atau mewakili menganggap lembaga dewan tidak ada apanya, dan mendesak Pemkab Batubara untuk melakukan pemanggilan.
“Di sini DPRD sudah tiga kali melayangkan surat pemanggilan, namun tidak mendapat respon. Maka kita coba pula Pemkab Batubara yang melakukan pemanggilan demi mencari solusi terbaik menyelesaikan konflik dihadapi Koptan,” ujarnya.

Menurut Sarianto jika nanti perusahaan tetap ngotot tidak hadir perlu dibubarkan sebab mereka menganggap tidak ada apa-apanya Anggota dewan lainnya mengusulkan untuk menyurati pimpinan membentuk Pansus menangani konflik sengketa lahan dihadapi Koptan dengan perusahaan EMHA yang bergerak diperkebunan kelapa sawit tersebut.
Ali Umar mewakili Koptan Rukun Sari mendesak perusahaan hengkang dari Kab Batubara jika tuntutan petani untuk mendapatkan kembali haknya yang telah dikuasai secara turun temurun itu tidak dipenuhi.
Menurut kelompok tani lahan yang bersengketa masuk dalam HGU PT EMHA seluas puluhan hektare dahulunya Tahun 1942 sempat dipakai oleh pihak penjajah, namun setelah merdeka kembali mereka tempati dan dikelolah untuk bercocok tanam sebagai sumber kehidupan.
Tahun 1966 mereka digusur secara paksa oleh pihak perusahaan dan digugat secara hukum, sehingga mengajukan banding dan kasasi di tingkat Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung. Bahkan proses peradilan materi gugatan perusahaan ditolak.
Para pemangku kepentingan dapat membantu petani untuk mendapatkan kembali haknya yang telah dirampas dan masuk dalam HGU perusahaan kini luasnya telah mencapai ratusan hektare.(a18)