Scroll Untuk Membaca

HeadlinesSumut

Kecewa Putusan MA, PTPN-1 Tetap Pertahankan Aset Negara Belasan Triliun Rupiah

Lokasi Kebun Tanjung Garbus seluas 4.464.000 M2 atau 464 hektar di Desa Penara Kebun Kecamatan Tanjungmorawa. (Waspada/ist).
Lokasi Kebun Tanjung Garbus seluas 4.464.000 M2 atau 464 hektar di Desa Penara Kebun Kecamatan Tanjungmorawa. (Waspada/ist).

DELISERDANG (Waspada): PT Perkebunan Nusantara (PTPN-1) Regional 1 yang sebelumnya PTPN 2 berkantor di Tanjungmorawa mengungkapkan kekecewaannya atas ditolaknya Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA) gugatan perdata perkara Kebun Tanjung Garbus seluas 4.464.000 M2 atau 464 hektar di Desa Penara Kebun Kecamatan Tanjungmorawa Kabupaten Deliserdang yang tidak menceritakan rasa keadilan.

Karenanya PTPN-1, tetap mempertahankan aset negara dari oknum-oknum mafia tanah karena lahan itu merupakan areal Hak Guna Usaha (HGU) Nomor 62 Penara di Afdeling III Penara Kebun Tanjung Garbus yang diperkirakan asetnya belasan Triliun Rupiah.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Kecewa Putusan MA, PTPN-1 Tetap Pertahankan Aset Negara Belasan Triliun Rupiah

IKLAN

Hal itu diungkapkan SEVP Aset PTPN 2 (sekarang PTPN 1 Regional 1) Ganda Wiatmaja melalui Kasubbag Humas PTPN-1 Regional 1 Rahmat Kurniawan, dalam pers rilis yang diterima Waspada, Selasa (30/7) di Tanjung Morawa.

Sebagaimana diketahui, objek perkara perdata berdasarkan gugatan pihak Rokani dan kawan-kawan (dkk) terhadap PTPN-2 (saat ini PTPN 1) atas lahan seluas 4.464.000 M2 atau 464 hektar di Desa Penara Kebun Kecamatan Tanjungmorawa Kabupaten Deliserdang.

PTPN-1 juga melaporkan perkara pidananya ke Polda Sumut atas adanya dugaan pemalsuan surat keterangan (SK) tentang pembagian dan penerimaan sawah/ladang sebanyak 227 unit berkas, terhadap tanah milik PTPN-2 di objek yang sama.

Dalam kasus pidana yang dilaporkan PTPN-1, Majelis hakim Mahkamah Agung (MA) menerima kasasi jaksa penuntut umum terhadap terdakwa inisial Mu bersalah dan terbukti menggunakan surat-surat palsu.

Mu harus menjalani kurungan 2 tahun penjara, dipotong selama berada dalam tahanan sementara. Putusan ini sesuai dengan tuntutan jaksa Kejari Deliserdang, di Pengadilan Negeri Lubukpakam, 12 Juni 2023 lalu.

Majelis Hakim Mahkamah Agung yang diketuai Soesilo dalam putusan nomor 1133K/Pid/2023 tanggal 3 Oktober 2023 mengabulkan kasasi yang diajukan jaksa Kejaksaan Negeri Deliserdang dan membatalkan putusan PN Lubukpakam No.471/Pid.B/2023/PN Lbp tanggal 27 Juni 2023, dimana Mu sempat menghirup udara bebas sejak putusan Majelis Hakim PN Lubukpakam.

Ganda menjelaskan, meski terbukti menggunakan surat/bukti palsu (perkara pidana), sesuai putusan kasasi di Mahkamah Agung terhadap Mu, salah satu tokoh penggugat areal HGU 62 kebun Penara, namun di gugatan perdata, Mahkamah Agung tetap memenangkan gugatan warga yang diduga dibekingi oleh mafia tanah dalam PK yang kembali diajukan PTPN 2 (PTPN-1) kembali ditolak.

“Putusan Mahkamah Agung ini tidak mencerminkan rasa keadilan dan sangat merugikan PTPN-1 selaku perusahaan perkebunan negara. Sebab sejak awal gugatan perdata atas lahan HGU aktif No.62 kebun Penara tersebut bukan murni bersumber dari keinginan kelompok warga, namun ditunggangi oleh oknum yang ditenggarai sebagai mafia tanah di Sumatera Utara,” katanya.

“Hal ini bisa dibuktikan dari penjelasan sebagian para penggugat yang tidak mengetahui telah mengajukan gugatan kepada PTPN-1 dan tidak memiliki / menguasai lahan kebun Penara, sehingga gugatan masyarakat tersebut terkesan direkayasa,” lanjutnya.

Menurutnya, surat/bukti yang digunakan oleh masyarakat dalam mengajukan gugatan perdata dan berdasarkan putusan MA dinyatakan palsu berupa Surat Keterangan Tentang Pembagian dan Penerimaan Tanah Sawah / Ladang (SKTPPTSL) yang diterbitkan dan tertanggal 20 Desember 1953, sebanyak 232 lembar.

Ganda pun mengatakan, peran mafia tanah dalam kasus ini sangat terang benderang yang diungkapkan sejumlah warga yang namanya tercatat sebagai penggugat ketika memberikan keterangan dalam kasus dugaan pemalsuan data atas nama tersangka Murachman di PN Lubuk Pakam.

“Sejumlah warga yang menjadi saksi membenarkan bahwa data-data mereka telah diganti/dipalsukan oleh Murachman agar sesuai dengan lembar SKTPPTSL yang menjadi dasar gugatan. Mereka pun mengakui ada oknum yang memberikan mereka imbalan uang dan janji akan mendapatkan lahan seluas 2 hektar per orang atau uang kontan Rp1,5 miliar, jika gugatan terhadap PTPN-1 bisa dimenangkan,” ungkapnya.

Namun janji yang disebutkan, berdasarkan pengakuan warga sebut Ganda tidak pernah direalisasikan sampai akhirnya sebagian warga membongkar sendiri kebusukan di balik gugatan terhadap areal HGU aktif No.62 kebun Penara yang luas seluruhnya mencapai 533 hektar itu.

“Seperti diketahui lahan kebun Penara sejak dinasionalisasi oleh negara Republik Indonesia dari perusahaan Belanda tetap dikuasai dan diusahai/dikelola oleh PTPN dan tidak pernah masyarakat penggugat atau orangtuanya menguasai lahan kebun Penara, sehingga sangat aneh dan janggal jika saat ini masyarakat mengklaim tanah tersebut milik masyarakat,” tegasnya.

Kata Ganda, misalnya salah seorang pentolan penggugat dalam kelompok Rokani Cs, Suprayitno, dengan terbuka menyebutkan adanya pemalsuan data-data itu. Bahkan dengan tegas dia mengaku menerima hingga Rp2 miliar secara bertahap dari oknum AS yang selalu ditemuinya di sebuah kantor notaris di Tanjung Morawa.

Ganda juga mengakui, ditolaknya PK kedua PTPN-1 oleh MA cukup mengejutkan. Sebab bukti / surat penggugat sudah dinyatakan palsu dan pelaku Murachman sudah dihukum 2 tahun penjara. Sehingga jika putusan ini terlaksana dan pengadilan melakukan eksekusi atas lahan kebun Penara maka negara dirugikan belasan triliun rupiah.

Kata Ganda, secara fisik saja, nilai lahan areal seluas 464 hektar di pinggir bandara Kuala Namu Kecamatan Tanjung Morawa itu, saat ini sudah mencapai belasan triliun dan itu belum termasuk kerugian tanaman kelapa sawit yang sedang berproduksi.

“Ini merupakan pukulan yang sangat berat bagi PTPN-1, dan kami akan terus berupaya untuk mengambil langkah-langkah perlawanan,” katanya.

Sementara sebelumnya, Guru Besar Hukum Universitas Pancasila Prof. Agus Surono, saat diminta tanggapannya belum lama ini, terkait di wilayah Sumatera Utara (Sumut) adanya dugaan perkara sengketa tanah yang diduga melibatkan para mafia tanah salah satunya di Kebun Penara, HGU Nomor 62 Penara tersebut. Dia meminta Satuan Tugas (Satgas) Anti Mafia Tanah dan Aparat Penegak Hukum (APH) untuk konsisten memberantas.

Prof. Agus Surono menegaskan, bagaimana agar lahan tersebut tidak dimanfaatkan oleh mafia tanah. Karena mafia tanah harus diberantas yang dapat merugikan masyarakat dan perekonomian negara. “Iya tentu prinsip Satgas Anti Mafia Tanah dan APH, harus konsisten untuk memberantas dan menegakkan hukum terkait adanya kasus-kasus yang berkaitan dengan mafia tanah,” tegasnya.

Terlebih, kata Prof. Agus Surono, perkara sengketa tanah ini perlu mendapat perhatian serius dari Mahkamah Agung.

Pasalnya sangat berpotensi perkara sengketa tanah tersebut merupakan praktik dari mafia tanah.

“Dalam kasus tanah sering kali bermainnya kelompok mafia tanah. Sehingga banyak rakyat kecil yang berjuang mendapatkan keadilan selalu kalah,” sebutnya.

Terkait itulah, dia mendesak majelis hakim di MA tidak lagi bekerja pada tataran keadilan prosedural.

Hanya melihat dokumen dan bukti semata, namun juga menjangkau lebih jauh pada keadilan substantif.
Menurutnya praktik mafia tanah sulit dihadapi oleh rakyat. Karena mafia tanah merupakan komplotan aktor kejahatan dari berbagai keahlian.

“Jadi tidak heran dokumen palsu itu bisa dengan mudah menjadi seolah asli, kemudian digunakan sebagai jaminan bank dan mendapatkan pinjaman dalam waktu cepat,” ungkapnya.

Dari sini maka tugas MA sebagai garda terakhir penegakan hukum untuk memberikan keadilan yang hakiki. Melindungi rakyat sebagaimana amanat konstitusi. Tidak lagi bekerja secara biasa-biasa saja.

Terlebih lagi, lanjutnya, keberadaan mafia tanah sudah disadari pemerintah.

Terbukti dengan dibentuknya Satgas Anti Mafia Tanah itu sendiri merupakan di bawah naungan Direktorat Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan (Ditjen PSKP), Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).

“Kita semua berharap kerja Satgas Antimafia Tanah itu bisa berbuah nyata. Bekerja keras bersama MA dan masyarakat sipil untuk memberantas mafia tanah,” ujarnya. (a16).

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE