Scroll Untuk Membaca

Sumut

Jangan Hanya Rakyat Kecil, Pelaku Konversi Hutan Mangrove Juga Harus Disikat

PENELITI asal Spanyol dan Jerman memasuki kawasan hutan mangrove di Kel. Pangkalan Batu, Kec. Brandan Barat, yang telah beralih fungsi. Waspada/Ist
PENELITI asal Spanyol dan Jerman memasuki kawasan hutan mangrove di Kel. Pangkalan Batu, Kec. Brandan Barat, yang telah beralih fungsi. Waspada/Ist

P. BRANDAN (Waspada): Kasus alih fungsi (konversi) kawasan hutan mangrove menjadi areal perkebunan kelapa sawit, termasuk penyumbang terbesar terjadinya deforestasi atau kerusakan hutan di pesisir Kab. Langkat.

Karenanya, masyarakat berharap kepada aparat penegak hukum dalam hal ini Polda Sumatera Utara tidak hanya menyasar para pelaku penebang liar pohon bakau dan usaha dapur arang, tapi para pemodal kuat yang mengkonversi hutan juga harus disikat.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Jangan Hanya Rakyat Kecil, Pelaku Konversi Hutan Mangrove Juga Harus Disikat

IKLAN

Salah seorang tokoh masyarakat di Pangkalan Batu H. Usman, mengapreasi tindakan tegas dari Kapolda Sumut terhadap praktik usaha yang merusak lingkungan. Tapi, ia berharap, langkah penegakan hukum harus benar-benar mencerminkan rasa keadilan di masyarakat.

“Penegakan hukum jangan hanya menyentuh masyarakat kecil saja, tapi pelaku alih fungsi hutan mangrove menjadi perkebunan kelapa sawit yang telah membinasakan hutan juga harus disikat. Hukum harus berlaku sama untuk semua, tanpa ada tebang pilih,” katanya.

Direktur Sumber Daya Alam Rumah Bahari, Jamaluddin, ditemui Waspada, Kamis (3/8), mengatakan, laju kerusakan kawasan hutan mangrove di wilayah Kab. Langkat sudah cukup luar biasa dan fenomena ini sudah berlangsung lama.

Menurut dia, aksi penebangan liar dan alih fungsi hutan nyaris merata terjadi, mulai dari daerah pesisir wilayah Kec. Pematang Jaya, Pangkalansusu, Sei. Lepan, Babalan, Gebang, Tanjungpura, dan sebagian Kec. Secanggang.

Ia mencermati, kerusakan ini terjadi akibat adanya proses pembiaran dari aparat terkait. Jika hukum benar-benar berjalan secara konsisten, Jamaluddin yakin aksi ilegal ini dapat diminimalisir sehingga kerusakan tidak semakin meluas.

Menyinggung penangkapan terhadap seorang pelaku penebang dan penampung kayu bakau, Jamaluddin, meminta kepada aparat penegak hukum agar berlaku adil. “Jangan hanya penebang dan pemilik dapur arang saja yang ditindak, tapi pelaku konversi hutan juga harus diproses hukum,” pintanya.

Kemudian, Direktur Rumah Bahari, meminta dalam upaya penegakan hukum, pemerintah juga harus aktif memikirkan bagaimana kelangsungan hidup masyarakat pesisir yang selama ini bergantung pada sumber daya hutan bakau.

Kehidupan ribuan rakyat kecil yang selama ini bergantung pada produksi arang, kini sedang terancam. Mereka, lanjutnya, sudah tak dapat lagi mencari nafkah demi untuk memenuhi kebutuhan dasar buat sejengkal perut.

Kelangsungan hidup rakyat kecil yang sedang terancam ini tidak boleh dibiarkan. Jalamudin mengingatkan pemerintah supaya proaktif dan tanggap mencarikan solusi secepatnya agar masyarakat bisa hidup dari potensi mangrove, tanpa merusak hutan.

Menurutnya, banyak potensi mangrove yang bisa dikembangkan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat, tanpa merusak hutan. Ia mencontohkan inovasi yang telah dilakukan di Pulau Jawa, di mana mangrove dapat diproduksi menjadi perwarna kain, sirup, permen, dan tempat budidaya ikan.

“Disinilah dibutuhkan peran aktif pemerintah untuk membantu perekononian masyarakat kecil di pesisir yang saat ini sedang tetancam kelangsungan hidupnya. Pemerintah dalam hal ini Pemkab Langkat harus hadir,” katanya.

Sebelumnya, Plt Bupati Langkat Syah Afandin memberi apresiasi atas tindakan tegas dari Kapolda Sumut. Ia menjelaskan, salah satu fungsi mangrove untuk mengembang biakan ikan dan akibat aksi penebangan ilegal, hasil tangkap nelayan menurun.

Ditanya terkait dengan maraknya praktik alih fungsi hutan mengrove, ia meminta Polda untuk menindaklanjutinya. “Data secara lengkap nanti akan kami serahkan,” ujarnya sembari menjelaskan, kawasan mangrove yang telah berlih fungsi seluas 8.000 ha.

Rencana Plt Bupati Langkat menyerahkan data terkait praktik alih fungsi hutan mangrove ditunggu oleh masyarakat, termasuk sejumlah kalangan environmentalis. Mereka berharap, ungkapan orang nomor satu di Langkat ini segera dibuktikan, jangan sekedar lips service.

Akedemisi dari Fakultas Kehutanan USU Prof. Mohammad Basyuni, S.Hut, M.Si, Ph.D yang turun ke lokasi mangrove mengapresiasi tindakan Kapoldasu Irjen Agung Setya Imam menghentikan aktivitas ilegal yang merusak ekosistem hutan.

Prof Basyuni merasa prihatin melihat tingkat kerusakan hutan. “Hutan yang kita banggakan di Lubuk Kertang sudah hampir habis. Dari 1200 ha luas hutan di daerah ini, sekitar 700 ha sudah gundul,” kata pria bertubuh kurus dan berkacamata minus itu.

Aksi pembalakan liar dan praktik konversi hutan yang terjadi di Kab. Langkat sudah berlangsung selama puluhan tahun. Aksi kejahatan lingkungan ini berlangsung masif ini karena ada kesan pembiaran dari aparat terkait, terutama dari Dishut Provsu. (a10)

Baca juga:

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE