Scroll Untuk Membaca

Sumut

Hukum Lemah Penyebab Konversi Hutan Mangrove Di Langkat Merajalela

KAWASAN hutan mangrove di Desa Lubuk Kertang, dalam ancaman serius akibat aksi pembalakan liar. Waspada/Asrirrais
KAWASAN hutan mangrove di Desa Lubuk Kertang, dalam ancaman serius akibat aksi pembalakan liar. Waspada/Asrirrais
Kecil Besar
14px

LANGKAT (Waspada): Aktivis lingkungan merespon pernyataan Kadis Lingkungan Hidup dan Kehutanan Sumatera Utara, bahwa kondisi hutan mangrove yang sudah bagus tahun 2023 ini hasil operasi pemilihan saat ia menjabat Kabid Perlindungan tahun 2015.

“Alih fungsi hutan mangrove hingga kini masih terus berjalan, bahkan semakin meluas. Hal ini terjadi karena adanya pembiaran dan proses hukum yang tidak jelas,” kata Azhar Kasim saat diminta Waspada.id komentarnya, Jumat (13/10).

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Hukum Lemah Penyebab Konversi Hutan Mangrove Di Langkat Merajalela

IKLAN

Dia menegaskan, operasi pemulihan yang dilakukan Kabid Perlindungan pada tahun 2015 lalu di Desa Lubuk Kertang, Kec. Brandan Barat, masih setengah hati dan tidak tuntas. Terbukti, aksi konversi hutan masih berlanjut hingga sekarang, tanpa ada kejelasan prosee hukumnya.

Kawasan hutan mangrove yang dikuasi oleh UD SS, katanya, berhasil dihijaukan kembali seluas ratusan hektar setelah adanya gerakan massal dari masyarakat pesisir yang dengan gigih memeceh benteng di areal kebun kelapa sawit milik pengusaha tersebut.

“Setelah kawasan hitan berhasil dikuasai, Masyarakat lalu melakukan penanaman dan kemudian rehabilitasi berlanjut lewat program dari BPDAS dan BPHM (Balai Pengelolaan Hutan Mangrove) seluas kurang lebih 203 Ha.

Memasuki tahun 2023, lanjutnya, terjadi aksi penebangan liar secara masif. “Kawasan yang sebelumnya sempat dijadikan hutan model, kini luluh lantak akibat aksi pembalakan ilegal. Ini terjadi akibat lemahnya penegakan hukum dari UPD LHK.

Aksi pembalakan baru berhenti total setelah Kapolda Sumut pada akhir Juli lalu turun langsung ke lapangan mengambil tindakan hukum terhadap pelaku penebangan ilegal. Sementara, pelaku konversi hutan magrove hingga kini belum tersentuh.

Azhar melihat, kinerja Dinas LHK Sumut untuk menjaga kelestarian kawasan hutan mangrove belum maksimal. Ia mendesak KLHK segera mengambil langkah hukum terhadap pelaku alih fungsi hutan. “Siapun yang terlibat harus diproses sesuai ketentuan hukum,” pintanya.

Aktivis lingkungan ini mengaku tidak anti dengan perluasan areal perkebunan kelapa sawit, sepanjang tidak melanggar regulasi. “Kalau melanggar, yah harus diambil tindakan tegas supaya tidak ada kesan di masyarakat, hukum hanya berlaku bagi rakyat kecil, saja” katanya.

Menanggapi gerakan penanaman yang dihadiri banyak pejabat, termasuk Pj Gubsu, Hasanuddin, di Desa Lubuk Kertang, kemari, ia melihat ini pintu masuk dalam penegakan hukum untuk mengembalikan fungsi hutan mangrove yang saat ini kondisinya terancam.

Kemudian, ia meminta aksi penanaman ini jangan hanya sebatas acara serimonial saja yang tidak sedikit menghabiskan uang negara. “Saat ini masyarakat menunggu aksi nyata dari Kadis LHK Sumut dalam penegakan hukum, terutama bagi pelaku konversi,” ujar dia.

Kadis LHK Yuliani Siregar di hadapan Pj Gubsu pada acara penanaman bakau, Kamis (12/10), mengatakan, pada 2014 ia pernah membentuk tim terpadu untuk pencegahan pengrusakan kawasan hutan dan hutan yang sudah bagus tahun 2023 ini hasil operasi pemulihan tahun 2015.

Sebelumnya, Plt Bupati Langkat Syah Afandin yang hadir saat Kapoldasu turun ke Brandan Barat meninjau dapur arang ilegal menjawab media terkait alih fingsi hutan mengatakan, hutan yang beralih fungsi seluas 8.000 ha. Ia berjanji akan menyerahkan data lengkap ke Polda.

Ketua KTH Lestari Mangrove, Rohman, ditemui Waspada mengungkapkan rasa kecewanya terhadap penegak hukum, khususunya Polhut dan KPH Dinas LHK Sumut. Bagaimna tidak, 400 Ha pohon mangrove yang telah ditanam kelompoknya sejak tahun 2009, kini punah akibat aksi penebangan liar.

Ia mengaku sangat-sangat kecewa terhadap Dinas LHK Sumut yang dianggapnya tidak maksimal bertindak. “Lemahnya penegakan hukum termasuk salah satu faktor rusaknya kawasan hutan mangrove di Desa Lubuk Kertang,” katanya dengan nada kesal.

Sebelumnya, pada akhir Juli lalu, Plt Bupati Langkat Syah Afandin yang hadir saat Kapoldasu turun ke Brandan Barat meninjau dapur arang ilegal menjawab media terkait alih fingsi hutan mengatakan, luas hutan yang beralih fungsi 8.000 ha. Ketika itu ia berjanji akan menyerahkan data lengkap ke Polda.(a10)

Baca juga:

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE