BINJAI (Waspada): Pembangunan gedung dewan Kota Binjai yang menelan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) sebesar Rp45 miliar, hingga saat ini masih menjadi gunjingan.
Bagaimana tidak, gedung yang baru diserah terimakan pada tahun 2021 itu, saat ini sudah mengalami kerusakan di bagian plafon. Hal itu pun menjadi perhatian sejumlah kalangan masyarakat.
Informasi yang diperoleh, sebelum plafon gedung dewan tersebut ambruk, kerusakan terlebih dahulu terjadi pada atap gedung yang dibangun dengan cara cor dan pemasangan keramik.

Disebutkan, bagian atas gedung itu kerap mengalami kebocoran yang membuat air merembes. Kondisi itu sempat diperbaiki oleh pihak PUPR selaku pelaksana teknis pengerjaan.
Namun, perbaikan seakan tak berdampak kepada air yang merembes. Kemudian, pada tahun 2023 akhir, DPRD Binjai menggelontorkan anggaran sebesar Rp2,2 miliar untuk perawatan gedung megah tersebut.
Sejumlah kerusakan dan kekurangan pada gedung pun dilakukan perbaikan. Para pekerja sebelumnya terpantau menaikkan olahan semen ke bagian atas gedung yang diduga untuk menutup sela air agar tidak merembes. Selain itu, fasilitas dalam gedung juga ditambah untuk memperindah serta mempermudah para staf bekerja.
Setelah pengerjaan rampung, rembesan air pada gedung dewan masih tetap terjadi. Hingga akhirnya plafon ambruk dan membuat wajah gedung yang tadinya sudah indah menjadi terlihat buruk.

Dengan kerusakan yang terjadi, mencuat sejumlah dugaan negatif, mulai dari perencanaan yang tidak matang, pengerjaan yang di mark up, dan lemahnya konsultan pengawas.
Menyikapi hal ini, Kepala Bidang Cipt Karya PUPR Binjai, Royto, mengatakan, tidak ada yang salah dalam perencanaan, pengerjaan, maupun pengawasan. “Yang jadi persoalan, gedungnya modern tetapi tidak didukung oleh anggaran perawatan yang memadai,” ucapnya kemarin sore.
Disinggung anggaran perawatan sebelumnya sudah diluncurkan sebesar Rp2,2 M, Royto tidak banyak berkomentar terkait hal tersebut. “Ya memang bagian atas gedung itu dipasangi keramik. Tapi yang jadi masalah, pipa pembuangannya sering tersumbat,” ungkapnya.
“Di atas itukan kondisinya berdebu. Pembuangan air AC juga ada di atas. Nah, debu itu menyumbat pipa pembuangan yang akhirnya membuat genangan air. Begitu pun, jika nanti diminta ke PUPR untuk melakukan perbaikannya, tentu kita tindak lanjuti,” tambahnya.

Royto juga mengakui tidak banyak mengetahui terkait bangunan tersebut. Dia berdalih, gedung wakil rakyat itu dibangun tahun 2018-2019. “Pada saat itu saya belum menjadi Kabid dan bukan juga sebagai PPK,” imbuhnya.
Pantauan di gedung dewan, ditemukan indikasi permasalahan yang terjadi, yakni rembesan air hujan dan air AC. Itu terlihat dari kerusakan plafon di lantai dua dengan air masih menerus yang diduga dari pipa pembuangan air AC.
Kemudian, coran pada bagian atas tepatnya di daerah kubah gedung, tidak disemen halus atau dipasangi keramik sebagaimana coran di bagian bawahnya. Sehingga memungkinkan air hujan merembes ke bagian dalam. Selain itu, pipa pembuangan air hujan banyak yang tersumbat pasir dan menyebabkan air hujan tergenang cukup lama. (a34)