DELISERDANG (Waspada): Komisi II DPRD Deliserdang melakukan inspeksi atau sidak lapangan di salah satu pabrik, Jalan Pasar Hitam, Dusun XI, Desa Sampali, Kecamatan Percutseituan, Kabupaten Deliserdang, Senin (30/12).
Sidak tersebut dilakukan setelah adanya laporan dari masyarakat yang mengeluhkan ada salah satu tempat industri yang diduga melakukan pencemaran udara.
Pantauan Waspada, sidak dipimpin langsung Ketua Komisi II DPRD Deliserdang, Muhammad Ilham Pulungan, SE., MM (Fraksi Gerindra), dengan dihadiri anggota komisi masing-masing Indra Silaban SH (Fraksi PDI-P) H. Syarifuddin Nasution (Fraksi PKS) dan Sehat Harianto Sembiring SH (Fraksi Pantura) sekitar pukul 11:00 WIB tiba di lokasi.
Sebelum mendatangi pabrik pengelolaan pinang eksport yang terlebih dahulu direbus dengan cara pembakaran kayu yang diduga mencemarkan udara tersebut dan pengelolaan ban bekas, para anggota DPRD itu terlebih bertemu dengan masyarakat yang lokasinya tidak jauh dari pabrik.
Di sana mereka mendengar keluh kesah warga yang sudah bertahun-tahun merasakan dampak buruk asap pengelolaan pabrik yang mengakibatkan gangguan pernapasan.
Selanjutnya, para anggota DPRD masuk ke lokasi pabrik untuk memastikan dan mendengarkan penjelasan dari pihak pabrik, namun sangat disayangkan pimpinan dari perusahaan tidak bersedia untuk dijumpai dan hanya diwakili oleh setingkat mandor pekerja lapangan.
Ketua Komisi II DPRD Deliserdang, Muhammad Ilham Pulungan mengakui, kedatangan mereka karena adanya laporan dari masyarakat dan beberapa hari yang lalu sudah menyurati pihak perusahaan CV AP terkait rencana kehadiran Komisi II.
Menurut Ilham, dalam surat yang dilayangkan, sesuai dengan tupoksi kerja Komisi II meminta kepada perusahaan untuk mempersiapkan data-data yang diperlukan dalam hal ini yaitu data operasional perusahaan, data kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, BPJS Kesehatan karyawan sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 Tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. Undang-Undang Cipta Kerja atau Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Serta dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) perusahaan sesuai peraturan UU Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian dan Perdagangan.
“Hasil investigasi kita sementara, terungkap akibat pengelolaan pabrik pinang ekspor ini mengeluarkan asap yang diduga menimbulkan pencemaran udara. Kemudian di satu pabrik yang sama ada juga pengelolaan ban bekas. Selanjutnya karyawan yang bekerja tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD),” kata Ilham.
Lebih lanjut Ilham yang juga merupakan Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD Deliserdang menyebut, dengan adanya dalam satu pabrik ada dua objek yang dikelola atau diusahain, maka sangat patut dipertanyakan izin-izinnya, pengelolaan limbah hingga UKL-UPL. Terlebih pihak perusahaan yang sebelumnya sudah disurati tidak ada hadir untuk dipertanyakan.
“Kita sangat sayangkan pihak perusahaan yang memiliki kewenangan tidak ada yang datang untuk bertemu dengan Komisi II, padahal kita surati sebelumnya,” ujarnya.
Ilham menjelaskan, diperlukannya izin-izin termasuk dokumen UKL-UPL berfungsi agar dampak kegiatan terhadap lingkungan, baik yang bersifat positif maupun negatif, dapat dikelola dan dipantau. Hal itu bertujuan agar dampak positif dapat semakin diperbesar dan negatif dapat dicegah. Terburuknya, apabila muncul dampak negatif, dapat ditangani dengan baik.
“Sehingga dalam waktu dekat ini, kami akan melakukan Rapat Dengar Pendapat (RPD) dengan pihak terkait, termasuk memanggil pihak perusahaan dan masyarakat,” tegasnya.
Sedangkan Anggota Komisi II DPRD Deliserdang Indra Silaban menambahkan, pihak perusahaan agar mematuhi peraturan yang berlaku. Terlebih perusahaan tersebut sudah berdiri sejak lama dan masyarakat merasakan dampak negatifnya.
“Kita meminta supaya pihak perusahaan mematuhi aturan yang berlaku. Jangan membuang limbah sembarangan. Sehingga, apa yang disampaikan Ketua Komisi II untuk melakukan RDP dengan kita memanggil semua pihak segera dilakukan,” katanya.
Sementara sebelumnya salah seorang warga Nelly Pardede menyebut, perusahaan itu beroperasi kurang lebih sejak tahun 2021 dan saat itu warga sudah melaporkan ke Dinas Lingkungan Hidup Deliserdang.
“Tahun 2021 sudah beroperasi, karena saya tidak tahan saya buat laporan ke Dinas Lingkungan Hidup tidak juga (direspon), makin menjadi. Makanya kami melapor ke DPRD,” katanya.
Nelly mengakui, perusahaan yang mengelola pinang dengan cara direbus dengan mengunakan kayu rambung yang basah, sehingga menimbulkan asap yang banyak dan selain itu ada juga pengelolaan ban bekas.
Katanya, warga mengharapkan cerobong asapnya tersebut setidaknya tingginya 20 meter ke atas agar tidak berdampak langsung ke warga. “(Keluhan) abunya sama asap berdampak kepada mata dan pernapasan menjadi batuk. Jadi pihak perusahaan tidak mau tahu (keluhan warga),” akunya.
Sedangkan Mandor Pekerja Matinus Gultom mengakui, pimpinannya sedang di luar kantor. Sehingga tidak dapat menemui pihak Komisi II DPRD Deliserdang. “Manajer sedang keluar,” katanya.
Matinus saat ditanya apakah warga sudah pernah mengeluhkan dampak asap yang timbul dari pengelolaan pinang itu. Dia mengakui sudah pernah dan dirinya baru bekerja kurang lebih selama 3 bulan. “Selama aku kerja di sini tiga bulan, sudah dua kali (demo),” ujarnya. (a16)
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.