Scroll Untuk Membaca

HeadlinesSumut

Bupati Tapsel Disomasi, Terkait Pengakuan Status Masyarakat Hukum Adat

TAPSEL (Waspada): Raja Adat Panusunan Bulung Dalimunthe dan Ketua Parsadaan Rim Ni Tahi Haruaya Mardomu Bulung melayangkan somasi pertama (Surat Peringatan I) kepada Bupati Tapanuli Selatan.

Ini karena Bupati Tapsel melalui Asisten Pemerintahan dan Kesra menolak permohonan Pengakuan Masyarakat Hukum Adat dan Penetapan Wilayah Adat tanpa terlebuh dahulu membentuk Panitia Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Bupati Tapsel Disomasi, Terkait Pengakuan Status Masyarakat Hukum Adat

IKLAN

Tindakan Bupati Tapsel tersebut dinilai telah mengangkangi Undang Undang Dasar (UUD) 1945 Amandamen dan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 52 tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat.

“Kami minta Bupati Tapsel segera membentuk panitia,” kata Batara Mulia SH, kuasa hukum Raja Adat Panusunan Bulung Dalimunthe, H. Syahnan Banjir bin Sutan Morun, dan Ketua Parsadaan Rim Ni Tahi Haruaya Mardomu Bulung, Ahmad Kaslan Dalimunthe, Selasa (20/9/2022).

Somasi ke Bupati Tapsel itu dituangkan dalam surat No. 09.01/KH-BMH/2022 tertanggal 15 September 2022. Tembusannya ke Presiden RI, Ketua DPR RI, Mendagri, Gubernur Sumatera Utara, Ketua DPRD Sumut, Ketua DPRD Tapsel, Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, Ketua Lembaga Adat Tapsel, Ketua Haruaya Mardomu Bulung dan insan pers.

Batara menambahkan, surat jawaban Bupati Tapsel No. 189/5672/2022 tertanggal 06 September 2022 yang ditandatangani Asisten Pemerintahan dan Kesra itu juga telah melanggar UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

“Bupati Tapsel langsung menolak permohonan klien kami, tanpa lebih dahulu membentuk Panitia Masyarakat Hukum Adat. Padahal sesuai amanat BAB II Pasal 3 Permendagri nomor 52 tahun 2014, bentuk dulu panitia,” katanya.

Lebih lanjut dijelaskan, permohonan yang diajukan kliennya kepada Bupati Tapsel itu merupakan petunjuk dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Dirjen Penanganan Konflik, Tenurial dan Hutan Adat.

Petunjuk KLHK itu tertuang dalam surat nomor S.114/PKTAH/PHAHH/PSL.1/6/2022 perihal Kepastian Hukum/Pengakuan Status Masyarakat Hukum Adat dan Hak Ulayat dan Tanah Adat di Gunung Baringin Mosa Kabupaten Tapanuli Selatan.

“Menindaklanjuti permohonan Masyarakat Rim Ni Tahi Haruaya Mardomu Bulung, agar segera menghubungi Pemerintah Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan, guna memperoleh Surat Keputusan (SK) Pengakuan MasyarakatHukum Adat dan Penetapan Wilayah Adat,” demikian petikan isi petunjuk KLHK tersebut.

Terakhir sebelum menutup somasinya, Batara meminta Bupati Tapsel segera membentuk Panitia Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat berdasarkan Permendagri No. 52 tahun 2014 dan Surat Edaran Mendagri No. 189/3836/BPD.

“Apabila saudara Bupati Tapanuli Selatan tidak mengindahkan himbauan kami ini dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, maka kami akan menempuh jalur hukum perdata maupun pidana,” tegasnya.

Bupati Tapsel Disomasi, Terkait Pengakuan Status Masyarakat Hukum Adat
Bupati Tapsel Disomasi, Terkait Pengakuan Status Masyarakat Hukum Adat
Bupati Tapsel Disomasi, Terkait Pengakuan Status Masyarakat Hukum Adat
Surat somasi ke Bupati Tapsel dan bukti-bukti yang dimiliki eks Kuria Sigalangan. (Waspada/Ist)

Terpisah, Bupati Tapsel Dolly Pasaribu melalui Asisten Pemerintahan dan Kesra Hamdan Zen membenarkan telah mengirimkan surat jawaban atas permohonan Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat kepada Ahmad Kaslan Dalimunthe di Sigalangan.

Pada surat bernomor 189/5672/2022 tertanggal 06 September 2022 itu dijelaskan bahwa, permohonan belum dapat diterbitkan dengan pertimbangan tidak dijelaskannya tentang lima hal pokok sebagaimana termaktub dalam Permendagri No.52 tahun 2015.

Lima hal yang belum dijelaskan tersebut adalah mengenai sejarah masyarakat hukum adat, wilayah hukum adat, hukum adat, bentuk harta dan kekayaan atau benda-benda adat, dan lembaga adat desa.

Dihubungi secara terpisah, Ketua Parsadaan Rim Ni Tahi Haruaya Mardomu Bulung Ahmad Kaslan Dalimunthe mengatakan bahwa permohonan Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat itu tidaklah sembarang diajukan.

Dijelaskannya, pada tahun 1.500 an atau jauh sebelum Belanda datang ke Indonesia, Kerajaan Sigalangan sudah ada dan dibuktikan dengan peninggalan-peninggalan leluhur. Mereka ini keturunan Ompu Jolak Maribu dari Raja Isori yang berdomisili di Siparmiakan Hombangan Bide atau disebut Dalimunthe Siparila.

Raja Isori punya dua putera dan satu puteri, Raja Sibureon (Sigalangan), Raja Bilang Barani (Gunung Tua) dan Lenggana (Putri Tuan Morlum) yang merupakan istri Namora Pande Bosi

Kenapa ada tanah adat ulayat eks Kuria Sigalangan ? Ini seiring datangnya Belanda yang selalu membuat peta atau bagian (kompleks) daerah kerajaan di Indonesia. Hal itu guna memudahkan pungutan blasting (pajak) hasil hutan dan lainnya.

Belanda membuat peta tanah eks Kuria Sigalangan Angkola Kompleks En Zuid Siondop pada tanggal 10 Juni 1936. Dimana di dalamnya terdapat bagian eks Kuria Sigalangan, eks Kuria Sayurmatinggi, eks Kuria Siondop dan eks Kuria Singkuang.

Adapun peninggalan sejarah yang tidak bisa diabaikan dan tidak bisa diperjual belikan kecuali hanya hak pakai adalah, Surat Residentie Tapanoelie nomor 22 tanggal 9 Desember 1926 tentang pengangkatan Gadoembang marga Dalimunthe menjadi Kuria Sigalangan.

Surat penempatan masyarakat atas nama St. Karni Siregar dan Soetan Moelia Pane pada November 1928 yang dikeluarkan Kuria Sigalangan Baginda Gadoembang. Copy surat jalan kelompok masyarakat untuk membuka lahan ke Mosa tertanggal 07 Mei 1997 dan lainnya.

“Kami masyarakat eks Kuria Sigalangan, selalu menjunjung tinggi hukum adat dan hukum negara dan mengutamakan musyawarah mufakat dalam menyelesaikan setiap persoalan. Termasuk halnya tanah eks Kuria Sigalangan,” jelas Kaslan Dalimunthe. (a05)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE