MEDAN (Waspada): Buntut dari pembongkaran pagar seng tambak di Desa Regemuk/Pematang Biara, Pantai Labu, Deli Serdang, Sumatera Utara, PT Tun. Sewindu surati Gubernur Sumatera Utara.
Kuasa Hukum PT. Tun Sewindu Junirwan Kurnia, SH menyatakan bahwa dalam surat yang kita kirim ke Gubernur Sumatera Utara Muhammad Bobby Afif Nasution, merupakan bentuk klarifikasi PT. Tun Sewindu.
“Sebelumnya atas nama klien kami PT. Tun Sewindu, perkenankan kami terlebih dahulu mengucapkan ‘Selamat Atas Pelantikan Bapak Sebagai Gubernur Sumatera Utara, dengan harapa semoga Bapak sukses memimpin Sumatera Utara,” ujarnya didampingi AKBP (Purn) Amwizar, SH, MH dan Ilham Gandhi Lubis, SH.
Dalam hal ini, lanjutnya kita menerangkan bahwa PT. Tun Sewindu adalah perusahaan tambak udang yang beroperasi sejak tahun 1988 di Desa Regemuk/Pematang Biara, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Dengan areal lahan seluas 40,08 Ha yang diganti-rugi/dibeli dari penduduk setempat dengan bukti Surat Ganti Rugi yang diterbitkan oleh Camat Pantai Labu.
Pada ketika itu PT. Tun Sewindu sama sekali tidak mengetahui apakah areal tanah yang diganti-rugi/dibelinya tersebut termasuk areal hutan atau bukan, karena tidak pernah ada pemberitahuan dari instansti terkait khususnya Camat yang menerbitkan akta ganti rugi tanah tersebut. Sehingga pada tahun 1988 PT Tun Sewindu mendirikan pagar seng sepanjang -/+ 900 meterpada bahagian depan areal tambak tersebut, dengan pondasi beton setinggi 40 cm s/d 50 cm yang berbatasan dengan Jalan Pasar III.
Namun akibat penjarahan pada waktu reformasi pada tahun 1998 PT Tun Sewindu berhenti total lebih kurang 2 tahun belakangan ini PT. Tun Sewindu meminjam pakaikan sebahagian areal tambak tersebut kepada pihak ketiga agar areal tersebut tidak dikuasai/digarap oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.
Pada tahun 2021, PT Tun Sewindu memperoleh informasi bahwa areal tambak udangnya masuk ke dalam kawasan hutan, sehingga wajib mengajukan permohonan agar memperoleh izIn untuk menggunakan areal hutan tersebut sesuai dengan pola penyelesaian pada Pasal 110 A dan/atau Pasal 110 B Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Oleh sebab itu PT. Tun Sewindu mengajukan permohonan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia melalui surat tanggal 27 September 2022, namun oleh karena tidak mengetahui bagian mana dari areal tambaknya yang masuk ke dalam Kawasan Hutan, PT. Tun Sewindu mendaftarkan seluruh luas lahan 40,08 Ha tersebut.
Selanjutnya Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia melalui Keputusan Nomor : SK.1205/MENLHK/SETJEN/KUM.1/11/2022, tanggal 30 November 2022, tentang ‘Data Dan Informasi Kegiatan Usaha Yang Telah Terbangun Di Dalam Kawasan Hutan Yang Tidak Memiliki Perizinan Di Bidang Kehutanan Tahap IX’. Bahwa dalam lampiran keputusan tersebut dari 241 usaha perorangan dan perusahaan, PT Tun Sewindu terdaftar dengan Nomor Urut 10.
Setelah terbitnya Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia tersebut, dilakukan pengukuran pada areal tambak tersebut dan hasilnya diperoleh fakta bahwa -/+ 27,36 Ha Areal Penggunaan Lain (APL) / bukan areal hutan dan 12,64 Ha Areal Hutan Lindung, sesuai dengan peta yang tertera.
Dalam lampiran Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia tersebut, tercantum ‘Skema Penyelesaian Sesuai Dengan Undang-Undang Cipta Kerja (Atau Yang Dikenal Dengan Istilah TORA = Tanah Objek Reforma Agraria) Yaitu Pasal 110 A/110 B’ sebagai berikut ;
Pasal 110 A
(1) Setiap orang yang melakukan kegiatan usaha yang telah terbangun dan memiliki Perizinan Berusaha di dalam Kawasan Hutan sebelum berlakunya Undang-Undang ini yang belum memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan, wajib menyelesaikan persyaratan paling lambat tanggal 2 November 2023.
(2) Dalam hal setiap orang yang melakukan kegiatan usaha yang telah terbangun dan memiliki Perizinan Berusaha di dalam Kawasan Hutan tidak menyelesaikan persyaratan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenai sanksi administratif, berupa : a. pembayaran denda administratif, dan/atau b. pencabutan perizinan berusaha.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif dan tata cara penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 110 B
(1) Setiap orang yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 77 ayat (1) huruf b, huruf c, dan/atau huruf e, dan/atau Pasal 17 ayat (2) huruf b, huruf c, dan/atau huruf e, atau kegiatan lain di Kawasan Hutan tanpa memiliki Perizinan Berusaha yang dilakukan sebelum tanggal 2 November 202 dikenai sanksi administratif, berupa: a. Penghentian sementara kegiatan usaha, b. Pembayaran denda administratif, dan/atau c. Paksaan Pemerintah.
(2) Dalam hal pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang perseorangan yang bertempat tinggal di dalam dan/atau di sekitar Kawasan Hutan paling singkat 5 (lima) tahun secara terus menerus dengan luasan paling banyak 5 (lima) hektare dikecualikan dari sanksi administratif dan diselesaikan melalui penataan Kawasan Hutan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif dan tata cara penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pembongkaran Pagar Tambak Udang PT. Tun Sewindu
Sementara AKBP (Purn) Amwizar, SH, MH menerangkan sambil menunggu penyelesaian dari Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia, PT. Tun Sewindu sebulan belakangan ini melakukan rehabilitasi pagar seng tersebut, dengan cara mengganti seng yang rusak dan melakukan pengecatan hingga selesai (bukan membuat pagar baru).
Bahwa rehabilitasi pagar seng tersebut diprovokasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab, dimana seolah-olah PT. Tun Sewindu Membangun Pagar Baru di Kawasan Hutan, oleh sebab itu PT. Tun Sewindu diundang untuk dimintai keterangan oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Deli Serdang pada Senin tanggal 24 Februari 2025.
Namun sebelum PT. Tun Sewindu menghadiri panggilan Satuan Polisi Pamong Praja tersebut, pada Minggu tanggal 23 Februari 2025 sekitar pukul 10.00 Wib, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Provinsi Sumatera Utara (Ir. Yuliani Siregar, M.AP) mendatangi areal tambak udang tersebut dan memerintahkan masyarakat untuk mengambil pagar seng milik PT. Tun Sewindu sehingga terjadi penjarahan terhadap material pagar seng tersebut oleh masyarakat.
“Tentunya tindakan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Provinsi Sumatera Utara Patut Diduga Sewenang-wenang/Melanggar Hukum,” ujarnya.
AKBP (Purn) Amwizar, SH, MH juga menyatakan seharusnya Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Sumatara Utara Ir Yuliani Siregar M.AP tersebut seharusnya mengetahui bahwa pagar seng pada bahagian depan tambak udang milik PT. Tun Sewindu tersebut telah masuk dalam Skema Penyelesaian yang dimaksud dalam Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK.1205/MENLHK/SETJEN/KUM.1/11/2022, tanggal 30 November 2022, sehingga seharusnya Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Sumatera Utara tidak dapat mengambil tindakan tersebut, oleh karena :
“Areal tambak PT. Tun Sewindu (seluas -/+ 12,64 Ha yang masuk dalam Kawasan Hutan yang lazim disebut dengan ‘Keterlanjuran’) sedang dalam proses penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor : SK.1205/MENLHK/SETJEN/KUM.1/11/2022, oleh sebab itu sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2017 Pasal 30 ayat (b).”
Bahwa dengan telah masuknya PT Tun Sewindu ke dalam Skema Penyelesaian oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia tersebut, maka tindakan Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Sumatera Utara Ir Yuliani Siregar M.AP telah melanggar ketentuan Pasal 30 ayat (b) dari Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2017.
“Dan jika seandainya pun benar Penggugat memakai Kawasan Hutan tanpa izin dan Penggugat tidak mendaftarkan areal tersebut dalam skema penyelesaian dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020. Tergugat tidak dibenarkan untuk bertindak sewenang-wenang dengan memerintahkan masyarakat untuk membongkar pagar seng milik Penggugat dan membawa pagar seng dimaksud,” jelasnya.
Dari fakta-fata dan ketentuan hukum, klien kami menduga Kepala Dinas Lingkungan Hidup Dan Kehutan Provinsi Sumatera Utara tidak bersikap jujur dalam memberikan keterangan kepada berbagai pihak sehingga klien kami khawatir Bapak Gubernur dan masyarakat mendapatkan informasi yang tidak benar.
“Sebagai rakyat Sumatera Utara mohon agar Gubernur Sumatera Utara bersikap tidak memihak kecuali kepada penegakan hukum (law enforcement),” mohonnya kembali. (m13)
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.