KISARAN (Waspada): Transaksi penjualan ilegal 320 Kg sisik trenggiling dengan satu terdakwa dan melibatkan satu orang oknum polisi, sedangkan dua oknum TNI tidak mengetahui aturan tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem.
Hal itu terungkap saat sidang lanjutan di PN Kisaran yang dipimpin Yanti Suryani, dengan Hakim anggota Yohana Timora Pangaribuan, dan Irse Yanda Perima, Kamis (24/4), dengan agenda pemeriksaan saksi yaitu oknum TNI MY, dan RS.
MY berperan sebagai orang yang ditumpangi penyedia tempat penyimpanan sisik trenggiling dengan 25 karung yang diambil dari Gudang Polres Asahan, atas permintaan oknum personil Polres Asahan AH, dengan alasan bahwa gudang akan dibersihkan karena akan ada kunjungan. Sehingga MY dan RS melakukan penjemputan dengan mobil pribadi, dan membawa barang tersebut dengan menggunakan pick up yang sudah disiapkan.
“Saya pulang membawa mobil pribadi, sedangkan RS membawa pick up yang berisikan sisik trenggiling, dengan jalan keluar dari Polres Asahan diarahkan AH untuk menghindari keramaian. Barang itu disimpan kios di depan rumah saya,” jelas MY.
Sekitar hampir setengah bulan MY sudah mulai risih keberadaan sisik trenggiling dan meminta RH untuk menanyakan AH untuk mengembalikannya. Dan akhirnya barang itu dijual kepada seseorang. RH membawa terdakwa AS sebagai perwakilan pembeli, untuk melihat barang dan mengepak sisik ke dalam sembilan kotak dengan berat total 320 Kg.
“Total berat sisik sebanyak sekitar 1 Ton lebih dan akan dijual 320 Kg yang dimasukkan dalam sembilan kotak dengan harga Rp 900 ribu per kilogram,” jelas MY.
Pada Senin (11/11/2024) lalu, barang itu dibawa ke terminal bus PT Rapi Jln Jendral Ahmad Yani, Desa Perkebunan Seidadap, Kec Seidadap, Kab Asahan, dan akhirnya digerebek oleh personil gabungan Polda Sumut, TNI dan KLH Medan.
“Sebelumnya saya tidak tahu bahwa sisik trenggiling ini tidak boleh diperjual belikan, dan saat ditangkap baru saya tahu ini melanggar hukum Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem,” jelas MY.
Senada dengan RH, dirinya juga tidak mengetahui bahwa hukum Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem, dan mengatakan bahwa sisik trenggiling itu adalah milik AH, dan dirinya berperan sebagai pencari pembeli, atas suruhan AH.
“Semula saya menghubungi AH untuk mengembalikan titipan sisik trenggiling, namun disuruh AH untuk menjualnya dengan mencari pembeli. Bila barang itu laku Rp 600 ribu per kilogram, Rp 400 ribu untuk Kanit, Rp 200 ribu kita bagi. Setelah menghubungi beberapa orang, akhirnya bertemu dengan AH dan ada yang akan membeli dari Aceh dengan harga Rp 900 ribu per kilogram. Saya tidak mengetahui bahwa sisik trenggiling ini dilarang diperjualbelikan,” jelas RH.
AH Diminta Dihadirkan
Sedangkan Hakim Ketua Yanti Suryani, setelah mendengarkan keterangan dua saksi meminta JPU untuk AH (oknum polisi) sebagai saksi dihadirkan. Sehingga dengan jelas kedudukannya, siapa pemilik sisik trenggiling.
“Sebaiknya sidang ini dihadiri juga AH, sehingga bisa kita Konfrontir keterangannya dengan dua saksi ini. Kami meminta JPU untuk bisa menghadirkan AH pada sidang berikutnya,” jelas Yanti.
Pada kasus ini dengan tetap satu tersangka AS dengan melanggar Pasal 40A ayat (1) Huruf f Jo. Pasal 21 ayat (2) huruf c Undang-undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Sedangkan dua oknum TNI sedang menjalani sidang Militer. (a19)