Scroll Untuk Membaca

HeadlinesSumut

Anggota DPRD Simalungun Gulirkan Hak Interpelasi

SIMALUNGUN (Waspada): Sebanyak 17 anggota DPRD Simalungun dari lintas fraksi mengajukan hak interpelasi, untuk meminta keterangan Bupati Simalungun Radiapoh Hasiholan Sinaga, terkait kebijakan Pemkab Simalungun yang dinilai tidak sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam konferensi pers di RM Sobat P.Siantar, Kamis (20/1) yang dihadiri 8 anggota DPRD Simalungun yang ikut menandatangani hak interpelasi tersebut terungkap ada 4 permasalahan yang dipertanyakan para anggota dewan dimaksud. Antara lain tentang belum dicabutnya SK Bupati  No: 188.45/8125/1.1.3/ 2021 tentang pengangkatan tenaga ahli. Kemudian tentang pelantikan Sekretaris Daerah Kab. Simalungun dinilai tidak sesuai UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN dan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 tentang penilaian prestasi kerja PNS.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Anggota DPRD Simalungun Gulirkan Hak Interpelasi

IKLAN

Selanjutnya, pemberhentian 18 orang Pejabat Pimpinan Tinggi di lingkungan Pemerintahan Kab. Simalungun serta pelantikan terhadap 22 Pejabat Tinggi Pratama dan 58 Pejabat Fungsional yang terdiri dari Camat dan Sekretaris OPD belum mendapat rekomendasi dari Komisi ASN.

Ketua Fraksi PDIP DPRD Simalungun, Mariono, yang menjadi juru bicara dalam konferensi pers tersebut, mengatakan ke 17 anggota DPRD Simalungun yang mengajukan hak interpelasi kepada Bupati Simalungun merupakan anggota DPRD Simalungun dari lintas fraksi.

Menurut Mariono, dasar pengajuan hak interpelasi adalah UU Nomor 23 Tahum 2014, Pasal 159 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa DPRD berhak untuk mengajukan hak interpelasi, untuk meminta keterangan kepada kepala daerah mengenai kebijakan pemerintahan daerah dan tata tertib DPRD Nomor 12 tahun 2010 Pasal 87 tentang penggunaan hak DPRD salah satunya hak interpelasi.

Beberapa hal yang dipertanyakan dalam hak interplasi tersebut yaitu salah satunya adalah tentang SK Bupati Nomor 188.45/8125/1.1.3/ tahun 2021 tentang pengangkatan tenaga ahli yang dinilai melanggar PP Nomor 72 tahun 2019 Pasal 102 poin 4 yang menyatakan staf ahli diangkat dari pegawai negeri sipil atau PNS yang memenuhi persyaratan. Sementara bupati mengangkat 3 tenaga ahli bukan dari pegawai negeri sipil atau PNS.

“Dalam rapat-rapat dewan termasuk dalam rapat paripurna, dewan menolak keberadaan ketiga tenaga ahli, tetapi bupati  bersikukuh tidak mencabut SK Bùpati Nomor 188.45/8125/1.1.3/ tahun 2021 tentang pengangkatan tenaga ahli dimaksud,” tegas Mariono.

Kemudian terkait pelantikan Sekretaris Daerah. Sesuai Undang-undang Nomor 5 tahun 2014 tentang ASN dan PP Nomor 46 tahun 2011 tentang pemilihan PNS dimana salah satu persyaratan menjadi sekda atau sekretaris daerah telah lulus seleksi terbuka minimal  3 orang yang diajukan untuk diserahkan kepada bupati untuk memilih 1 diantaranya, namun kenyataannya hasil seleksi tersebut hanya 1 yang dinyatakan lulus seleksi. Menurut UUD jika hasil seleksi hanya menghasilkan 1 orang yang dinyatakan lulus, maka dianggap tidak sah dan harus dibuka pendaftaran ulang. 

“Harusnya ketika tidak memenuhi syarat dilakukan seleksi ulang, namun bupati malah melantik Sekda,” tambah Mariono.

Lebih lanjut lagi, pertanyaan terkait pemberhentian 18 orang pejabat pimpinan tinggi di lingkungan Pemkab Simalungun, bupati dinilai telah mencederai dan juga dianggap pelanggaran hak asasi manusia atau tidak berazaskan keadilan.  

“Seyogianya, 18 pejabat pimpinan tinggi ini tidak dinonjobkan dan harus dialihkan kepada OPD yang mungkin pada job diskripsinya,” terang Bona Uli Rajagukguk Ketua Fraksi Gerindra DPRD Simalungun, menimpali.

Sedangkan permasalahan lainnya tentang  pelantikan 22 pejabat tinggi pratama dan 58 jabatan fungsional yang terdiri dari camat dan sekretaris OPD dinilai tidak sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang ada karena pelantikan tersebut belum mendapat rekomendasi dari komisi ASN.

“Bagi kami ini sangat penting diluruskan agar tidak terjadi pelanggaran-pelanggaran yang mencederai undang-undang. Kami berharap kawan-kawan DPRD lainnya dapat bergabung bersama kami untuk menandatangani tentang hak interplasi ini. Kami anggap ini adalah salah satu hak kami sebagai anggota DPRD untuk menanyakan atau menggunakan hak interplasi kepada Bupati Sumalungun,” tandas Mariono.

Sementara, surat interpelasi yang ditandatangani ke 17 anggota DPRD Simalungun tersebut sudah dilayangkan ke Sekretariat DPRD Simalungun. Mereka berharap agar pimpinan dewan dalam hal ini Ketua DPRD Simalungun Timbul Jaya Sibarani, dapat menjadwalkan rapat paripurna terkait hak interpelasi dimaksud. “Apabila hak interpelasi ini diabaikan, maka kami bertekad untuk mengajukan hak angket,” cetus Bona Uli.

“Tidak ada tujuan lain, pengajuan hak interpelasi ini hanya untuk mensejahterakan masyarakat sesuai visi bupati,” tegas Histoni Sijabat anggota fraksi Demokrat.

Di sisi lain, Kadis Kominfo Simalungun, Wasin Sinaga, saat dimintai tanggapannya terkait hak interpelasi anggota DPRD Simalungun, tidak menjawab. Bahkan pesan WhatsApp yang dilayangkan juga diabaikan.(a27)

Keterangan Gambar : Para anggota DPRD Simalungun dari lintas fraksi yang mengajukan hak interpelasi saat konferensi pers di RM Sobat P.Siantar, Kamis (20/1). Bona Uli menunjukkan lampiran surat hak interpelasi. (Waspada/Hasuna Damanik).

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE