MADINA (Waspada): Polres Mandailing Natal memanggil 22 pengurus dan anggota Koperasi Perkebunan Hasil Sawit Bersama (KP-HSB).
Ketika dikonfirmasi, Kamis (25/5), Kapolres Madina AKBP HM Reza Chairul Akbar Sidiq, S.IK, SH, MH membenarkan pemanggilan masyarakat Singkuang 1 untuk dimintai keterangan.
“Ada Laporan Polisi, yang kami terima dari PT. Rendi,” ujar Kapolres Madina AKBP Reza dihubungi waspada.id melalui percakapan WhatsApp.
Sedangkan Ketua KP-HSB Sapihuddin, SPd.I mengungkapkan, hari ini pihaknya menerima surat panggilan warga dari Polres Madina.
Sapihuddin menjelaskan, ke-22 warga Singkuang 1 terdiri dari 19 masyarakat dan tiga pengurus koperasi. Juga tiga supir perusahaan.
Pemanggilan ini untuk dimemintai keterangan Satreskrim Polres Madina melalui surat ditandatangani Kaurbin Ops Bagus Seto, SH, Senin (29/5) pukul 09.00.
Dikatakan, Sat Reskrim Polres Madina sedang melakukan penyelidikan terhadap dugaan tindak pidana peristiwa menutup atau memblokir jalan masuk ke dalam pintu gerbang PT Rendi Permata Raya (RPR).
Selain itu, dikatakan, pemblokiran jalan ini dengan menggunakan beberapa karung berisi pasir di depan pintu gerbang diduga dilakukan Sapihuddin alias Buyung Umak Tasri dan Bayhaki Sabtu 13 Mei 2023 sekira pukul 10 di Desa Pasar 1 Singkuang, Kec. Muara Batang Gadis, Kab. Madina.
Anggota DPRD Madina yang juga tokoh masyarakat MBG Teguh W. Hasahatan Nasution, SH mengungkapkan, pemanggilan dilakukan Polres Madina untuk klarifikasi, itu sah-sah saja, namanya kita negara hukum.
“Namun, saya harapkan, jangan sempat ada mengarah ke kriminalisasi dn cara mencari-cari kesalahan masyarakat, karena Polri pengayom, pelindung dan pelayan masyarakat, bukan menjadi alat penekan perusahaan,” ujarnya.
Teguh juga mengatakan, sepengetahuan dia, tugas polisi bukan hanya mengamankan investasi, tapi juga turut membantu memastikan hak-hak masyarakat itu terpenuhi dengan baik.
“Masyarakat pun sudah membuktikan, aksi yang dilakukan mereka cukup ampuh karena sebelumnya perusahaan sama sekali tidak pernah menanggapi tuntutan masyarakat setelah adanya aksi jilid I, II dan III baru perusahaan mau mengeluarkan 200 Ha dari HGU yang mereka kuasai/usahai,” ujarnya.
Sedangkan, lanjut Teguh, masyarakat meminta minimal 20 persen dari luas HGU yang mereka miliki dengan ketentuan 50 persen dari dalam HGU dan 50 persen dari luar HGU dalam wilayah Kec.Muara Batang Gadis. (irh)