JAKARTA (Waspada): Pemerintahan Presiden Prabowo menargetkan 0 persen kemiskinan ekstrim dan 8 persen pertumbuhan ekonomi. Kedua tujuan mulia tersebut tertuang dalam Prabowonimics yang mencakup 8 misi asta cita, 17 program prioritas, dan 8 program terbaik cepat.
“Dalam hal ini, pendidikan vokasi memiliki peluang untuk menjadi katalisator mewujudkan Prabowonomics,” ujar anggota kelompok tim kerja penyusun Prabowonomics sekaligus Direktur Eksekutif Kadin Institute, Mulya Amri dalam dalam acara Vocationomics yang diselenggarakan oleh Direktorat Kemitraan dan Penyelarasan Dunia Usaha dan Dunia Industri, Kemendikbudristek, di Jakarta, Selasa (3/12/2024).
Mulya mengungkapkan, perlu sinergi yang baik antara dunia usaha dunia industri dan pendidikan, khususnya vokasi. Pendidikan vokasi perlu diarahkan mendukung pencapaian target ke sektor prioritas yang mendorong pertumbuhan ekonomi.
“Pendidikan vokasi merupakan salah satu hal kunci untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8% maupun menurunkan kemiskinan ekstrim sampai 0 persen,” tambah Mulya.
Peluang pendidikan vokasi dalam mendorong ekonomi sendiri salah satunya berada pada penyiapan tenaga kerja yang memiliki skill relevan. Mulya menambahkan, untuk menunjang program hasil terbaik cepat, seperti makan bergizi gratis saja dibutuhkan setidaknya 54 orang per kecamatan yang terdiri atas kepala dapur, juru masah, juru cuci, transporter, nutrisionis, dan admin. Belum lagi program renovasi sekolah yang mencapai 501.641 ruang kelas rusak membutuhkan tukang, mandor, dan arsitek dalam jumlah besar.
Selain itu, pendidikan vokasi juga dapat turut berkontribusi dalam bentuk membangun kemitraan strategis dengan dunia usaha dan dunia industri. Mulya menyebut, opsi trek pertumbuhan ekonomi 8 persen terbagi menjadi tiga. Trek pertama adalah aktivitas perusahaan global besar, trek kedua adalah aktivitas oleh perusahaan Indonesia besar, dan trek ketiga adalah aktivitas oleh usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
“Tenaga kerja akan mengikuti peluang ekonomi. Kita lihat bahwa upaya mencapai pertumbuhan ekonomi 8% harus mengikutsertakan kerja sama yang erat antar prusahaan multinasional, perusahaan besar Indonesia di trek 2, dan UMKM trek 3. Ini membutuhkan kolaborasi antara pemerintah dan swasta. Tidak bisa sendiri-sendiri,” tegas Mulya.
Di sisi lain, pendidikan vokasi sudah menjalankan sinergi antara pendidikan dan ekonomi. Kegiatan Vocationomics menjadi salah satu forum kebijakan yang memberi ruang interaksi antar-pemangku kepentingan bahwa pembangunan pendidikan tidak bisa lepas dari tren perkembangan ekonomi.
Direktur Kemitraan dan Penyelarasan Dunia Usaha dan Dunia Industri, Adi Nuryanto mengatakan, pendidikan vokasi mempersiapkan lulusan untuk langsung terjun ke industri dengan keterampilan yang relevan dan spesifik.
Pada kegiatan yang dihadiri oleh 800 lebih peserta itu, Adi mengajak peran serta para mitra di sekolah vokasi dan industri untuk bersama-sama menciptakan ekosistem yang lebih inklusif, produktif, dan berkelanjutan untuk dapat mengakselerasi modernisasi sektor ekonomi tradisional, mempercepat industrialisasi, dan mendorong terciptanya ekonomi berbasis pengetahuan.
“Dengan fokus pada pengembangan kemampuan teknis dan profesional, lulusan pendidikan vokasi dapat menjawab kebutuhan pasar tenaga kerja yang semakin kompleks, sekaligus mendorong mobilitas sosial dan ekonomi individu,” tutur Adi.
Vocationomics memberikan ruang bagi pemangku kepentingan untuk terlibat memberikan gagasa bagaimana pendidikan vokasi dapat menjadi driver bagi pertumbuhan ekonomi. Salah satu panelis diskusi publik, Dekan Sekolah Vokasi UGM, Agus Maryono menegaskan vokasi sangat bersinggungan dengan program prioritas ataupun asta cita Presiden Prabowo Subianto. Namun yang menjadi tantangan saat ini adalah jumlah peserta didik vokasi, khususnya mahasiswa masih sedikit.
“Kalau kita lihat statistiknya, jumlah mahasiswa vokasi itu hanya 8% dari semua jumlah mahasiswa Indonesia. di UGM dari seluruh jumlah mahasiswa yakni 70 ribu, mahasiswa vokasi hanya 8 ribu di antaranya. Saya meyakini hal ini terjadi juga di kampus dan Politeknik,”
Ia juga melihat dari sisi SMK memiliki peluang yang sangat baik. Alih-alih stigma di masyarakat bahwa lulusan SMK menyumbang pengangguran, nyatanya waktu tunggu kerja lulusan SMK dan vokasi jauh lebih singkat. Lulusan SMK hanya memerlukan waktu 0-2 bulan untuk bisa diterima kerja.
“Oleh karena itu, vokasi on the right track dalam mengajari peserta didik menjadi paripurna. Mereka punya segalanya (ilmu dan skill) sehingga di lapangan ia akan dicari industri,” tukas Agus.
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.