Siswa Korban Perundungan Meninggal,KPPPA Desak Sekolah Jamin Perlindungan Anak

  • Bagikan

JAKARTA (Waspada): Seorang siswa Madrasah Tsanawiyah (MTs) usia 13 tahun di Kotamogabu, Sulawasi Utara meninggal dunia akibat dirundung teman-teman sekolahnya. Sembilan anak menjadi terlapor dalam kasus penganiayaan itu.

Terulangnya peristiwa perundungan di sekolah yang menyebabkan korban nyawa, mengundang keprihatinan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga.

“Kami berduka seorang anak meninggal akibat kasus penganiayaan di lingkungan sekolah oleh teman-teman korban sendiri. Kasus ini sangat menyedihkan, korban mendapatkan kekerasan di lingkungan yang sepatutnya aman dan jauh dari tindak kekerasan,” kata Menteri PPPA, Bintang Puspayoga, dalam keterangan pers, Rabu (15/6/2022).

Menteri PPPA mengingatkan satuan pendidikan adalah lingkungan yang ramah terhadap anak, melindungi anak, inklusif, serta nyaman bagi perkembangan fisik, kognisi, dan psikososial anak. Pengelola satuan pendidikan harus memastikan bahwa sekolah jauh dari tindakan kekerasan dan diskriminasi dalam bentuk apapun.

“Pihak yang terlibat dalam pengelolaan satuan pendidikan bertanggung jawab untuk menjamin hak-hak anak dalam lingkungan sekolah terpenuhi. Jangan menunggu ada kasus kekerasan barulah pengelola satuan pendidikan menyadari perlunya melakukan pengawasan,” tegas Menteri PPPA.

Dalam penanganan hukum pada kasus ini, Bintang Puspayoga berharap dapat dilakukan untuk memberikan rasa keadilan dan kepentingan terbaik bagi anak. Karena dalam kasus ini, korban dan terlapor sama-sama berusia anak.

“Penanganannya harus memperhatikan prinsip keadilan, karena korban dan terlapor adalah anak-anak. Dengan demikian terpenuhi hak Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH) selama proses hukum berlangsung,”imbuh Bintang.

Kasus penganiayaan tersebut terjadi saat korban akan ke musala untuk salat. Korban ketika masuk ditangkap dan dibanting ke lantai oleh teman-temannya, kedua tangannya dipegang pegang, wajah ditutup dengan sajadah dan tubuhnya ditendang.

Setelah peristiwa penganiayaan tersebut korban sempat dibawa ke rumah sakit di Manado, namun tidak tertolong lagi. Korban meninggal dunia pada 12 Juni 2022.

Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA, Nahar mengatakan saat ini ada 9 anak terlapor yang menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Kepolisian Resor Kotamobagu. Kesembilan anak tersebut didampingi oleh pekerja sosial, advokat, dan psikolog anak.

Kementerian PPPA melalui tim SAPA 129 terus melakukan koordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Sulawesi Utara untuk melakukan pendampingan baik dalam proses visum dan otopsi korban dilakukan hingga penanganan hukum para terlapor anak.

“Tim SAPA 129 Kementerian PPPA selanjutnya berkoordinasi dengan UPTD PPA Sulawesi Utara dan UPTD PPA Kotamobagu dalam melakukan case conferece terkait dengan kasus tersebut,” ujar Nahar.

Nahar mengatakan, proses pemeriksaan terlapor dapat segera menemukan pelaku penganiayaan tersebut. Apabila tersangka sudah ditetapkan, maka penanganan hukum terhadap pelaku anak berpedoman pada Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), termasuk menjamin bahwa dalam proses peradilan pidana, anak berhak untuk tidak dipublikasikan identitasnya, antara lain nama anak pelaku, nama anak korban, nama anak saksi, nama orangtua, alamat, wajah, dan hal lain yang dapat mengungkap jati diri anak pelaku, anak korban dan/atau anak saksi. Kementerian PPPA juga mendesak kepolisian untuk mendalami semua pihak yang terlibat dalam kasus ini termasuk setiap orang yang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak, dan jika memenuhi unsur Pasal 76C UU 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dapat diancam sanksi hukum sesuai Pasal 80 UU 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.(J02)

  • Bagikan