Kampus Harusnya Jadi Pusat Riset, Bukan Pusat Pengajaran Semata

  • Bagikan
Kampus Harusnya Jadi Pusat Riset, Bukan Pusat Pengajaran Semata

JAKARTA (Waspada): Fenomena kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) disebabkan, salah satunya karena salah pola pikir (mindset).  Selama ini yang terjadi adalah kampus dijadikan sebagai pusat pengajaran semata, padahal kampus seharusnya menjadi pusat riset.

“Selama ini mindsetnya kampus jadi pusat pengajaran. Padahal kalau risetnya yang dikedepankan, maka kecil kemungkinan ada kenaikan UKT,”ujar pemerhati pendidikan dari Vox Point Indonesia, Indra Charismiadji dalam sesi diskusi pendidikan di Jakarta, Rabu (29/5/2024).

Pertanyaanpun muncul soal kenyataan bahwa dana riset di perguruan tinggi sangat minim, yakni hanya 1 persen. Sementara jumlah perguruan tinggi negeri dan swasta di Indonesia lebih dari 4.500.

Menurut Indra, meski dana penelitian minim, akan tetapi dana pendidikan sudah digelontorkan pemerintah sebanyak 20 persen dari total APBN. Seharusnya itu sudah memadai. Akan tetapi, dana sebesar itu tidak hanya ada di Kemendikbudristek dan Kemenag sebagai sektor utama pelaksana fungsi pendidikan, melainkan tersebar di 22 kementerian dan lembaga yang punya sekolah dan perguruan tinggi kedinasan.

Padahal, lanjut Indra,  pasal 49 ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2023 menyebutkan bahwa anggaran pendidikan 20 persen itu tidak termasuk sekolah kedinasan.

“Kenyataannya, ada 22 kementerian di luar kemendikbudristek dan kemenag yang mendapat anggaran pendidikan. Misalnya kemsos dapat 12 trilun rupiah,” ujar Indra.

Indra berharap pemerintah serius untuk benar-benar menghentikan kenaikan UKT. Sebab yang paling terdampak adalah masyarakat menengah. Hitung-hitungannya, pendapatan perkapita golongan menengah adalah Rp75 juta per tahun. Jika jumlah itu dihabiskan untuk membayar UKT satu tahun atau 2 semester, maka sama saja satu keluarga tidak makan setahun.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) periode 2014-2016, Sudirman Said yang hadir dalam kesempatan diskusi menambahkan, soal dana riset sebenarnya dapat ditanggulangi dengan kebijakan yang mendukung. Salah satunya adalah dengan menyatukan kementerian yang mengatur riset dan pendidikan tinggi. Peninjauan ulang terhadap keberadaan Badan Riset Nasional (BRiN) juga harus dilakukan.

Apalagi saat ini ada dana abadi pendidikan yang dikelola Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).

“Jumlah dana abadi yang dikelola LPDP itu sudah sampai 139 triliun rupiah. Mereka sangat butuh ide-ide cemerlang lewat riset,” kata Sudirman.(J02)


Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *