FSRD IKJ Gelar Seminar IC-DAD 2, Bahas Teknologi dan Peluang Baru Dunia Seni

  • Bagikan
FSRD IKJ Gelar Seminar IC-DAD 2, Bahas Teknologi dan Peluang Baru Dunia Seni

JAKARTA (Waspada): Terjadinya perkembangan yang pesat dalam teknologi, telah melahirkan beragam seni dan desain yang tidak sebatas dipahami sebagai karya namun juga sebagai aspek hidup manusia. Perubahan seni, desain, pendidikan, sejarah dan sosial budaya merupakan respon terhadap perkembangan teknologi memunculkan peluang baru baru yang sifatnya positif.

Hal itu disampaikan Dekan Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Kesenian Jakarta (FSRD IKJ), Anindyo Widito, S.Sn., M.Sn., dalam sambutannya pada acara Seminar Internasional IC-DAD (International Conference Dialogue on Art and Design (IC-DAD II 2024) yang ke-2 mengangkat tema “Arts and Designs in New Media”, Senin (19/8/2024) dengan para pembicara dari Indonesia, Singapura, Belanda dan Malaysia.

Seminar ini dilatarbelakangi pemikiran bagaimana perkembangan teknologi melahirkan pula perkembangan seni dan desain yang mengkaji eksplorasi perubahan yang sejalan dengan perkembangan teknologi, keterlibatan material yang terkait dengan adanya keterikatan, keberlanjutan dalam humanisme dan kehidupan dari manusia itu sendiri. Pada sisi lain, pemikiran ini akan melahirkan refleksi pada dimensi teknologi, sosial, politik, budaya, etika dan estetika dari sistem yang sifatnya hibrid dan multi dimensi.

“Selain itu, penting adanya pendekatan pada keterlibatan terhadap warisan tradisi melalui jalinan kolaborasi, aplikasi dan keahlian dalam aspek teknologi,” ujar Anindyo Widito.

Dia menegaskan bahwa seniman memanfaatkan digital sebagai alat untuk mengeksplorasi sebagai bentuk ekspresi baru, mendorong adanya pendekatan yang inovatif terhadap seni dan desain. Seminar ini juga mendorong untuk berbagi pengalaman, menantang perspektif kita, menginspirasi satu sama lain untuk mengeksplorasi cakrawala baru dalam upaya yang sifatnya artistik dan mendefinisikan ulang apa artinya menjadi seniman di abad ke-21.

Hilmar Farid yang membuka seminar tersebut mengatakan, masa depan seni dan desain di era digital saat ini akan dibentuk oleh beragam hal yang kompleks, terjadinya interaksi antara teknologi, etika dan lingkungan.

“Karena itu Pentingnya kita mendekati perkembangan ini dengan perspektif yang kritis sekaligus melakukan eksplorasi dengan cara-cara baru dalam menggunakan teknologi demi meningkatkan kreativitas, bukan malah menguranginya,” ujar Hilmar yang kini juga menjabat sebagai Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek).

Pembicara selanjutnya, Prof. Keat Ong mengungkap perlunya inovasi dalam warisan tradisi seni dan desain. Lantas bagaimana menengok kembali ke warisan budaya kita serta menginterpretasikannya sebelum memulai riset dengan metode yang baru.

Ada tiga aspek yang penting untuk diperhatikan dalam konteks ini yaitu masyarakat, tempat/wilayah dan produk.

“Seni tradisional memperlihatkan bagaimana untuk dipresentasikan dalam sebuah desain masa kini,” pungkas Ong.

Muhammad Rivai Riza, MA atau yang akrab disapa Riri Riza, mendiskusikan A24 sebagai studio distribusi film independen yang didirikan tahun 2012 yang produksi pertamanya Moonlight (2016) memenangkan Oscar untuk Film Terbaik dan selanjutnya menjadi jaminan mutu akan karya karya film yang berkarakter sekaligus mendorong tumbuhnya ide ide baru, menabrak konvensi dan menantang penonton.

Studio ini, lanjut Riri, melahirkan para sutradara independen dengan visi personal. Mella Jaarsma, Netherlands melalui eksperimennya memaparkan bagaimana visual artist terhubung dengan audience dan situasi dari masyarakat dari daerah yang pernah ia singgahi di Indonesia. Ia mengumpulkan foto-foto dan berbagai material mulai dari kulit Binatang, kulit kayu, serat, kayu, besi, fiber glass sampai rotan. Bahan-bahan ini diolah dan divisualkan menjadi karya-karya, antara lain pakaian, seni instalasi sampai karya foto seni.

Eksperimen seni nya ini menjawab sejauh mana penafsiran dari “Seni dan desain dalam media baru atau media baru dalam seni dan desain?” dapat diterjemahkan kali ini dalam eksperimen seninya.

Prof. Ts. Dr. Ruslan Abdul Rahim, M.Sc., menceritakan mengenai proyeknya berjudul ‘Makyung in Metaverse’. Proyek itu diselenggarakan di Spatial.io dengan tujuan memaparkan kepada individu yang memiliki pengalaman terbatas atau tanpa pengalaman sebelumnya di Makyung tentang potensi penerapan teknologi media baru, seperti Virtual Reality (VR), dalam menciptakan ruang metaverse melalui pembelajaran dan animasi gamified.(J02)


Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *