Oleh Dr. Juliana Nasution, ME
Zakat adalah poros ekonomi Islam yang memiliki tujuan utama untuk mencapai kesejahteraan sosial dan distribusi kekayaan yang adil. Zakat berperan dalam mengurangi ketimpangan ekonomi serta menegakkan hak asasi manusia, keadilansosial, dan pemberdayaan masyarakat miskin.
Di Indonesia, pengelolaan zakat masih bersifat parsial; di mana Pemerintah hanya regulasi pengelolaan zakat melalui undang-undang, tanpa adanya kewajiban bagi masyarakat untuk membayar zakat kepada lembaga resmi yang ditunjuk negara. Alhasil, lembaga zakat perlu inovasi ekstra untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat Muslim agar menyalurkan zakat melalui lembaga resmi.
Media sosial menjadi platform utama yang dimanfaatkan oleh lembaga zakat untukmenjangkau masyarakat luas.
Pemanfaatan media sosial sebagai alat kampanye zakatdiharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat hingga mendorong keputusan untuk berzakat melalui lembaga resmi.
Namun, tantangannya adalahbagaimana menciptakan konten yang relevan dan menarik bagi pengguna mediasosial sehingga dapat menjangkau target yang diinginkan.
Di era digital ini, media sosial telah berkembang menjadi alat komunikasi yang tidak hanya berfungsi untuk interaksi sosial, tetapi juga sebagai media propaganda dan kampanye sosial, termasuk dalam penghimpunan zakat.
Sebelum era media sosial, komunikasi pemasaran cenderung satu arah, di mana organisasi hanya menyampaikan pesan kepada khalayak tanpa adanya interaksi langsung. Namun, dengan munculnya platform seperti Facebook, Instagram, Twitter, dan YouTube, komunikasi antara lembaga zakat dan masyarakat menjadi lebihdinamis.
Konsep pemasaran media sosial atau social media marketing (SMM) menjadi kuncidalam kampanye zakat digital. SMM merupakan pendekatan pemasaran yang memanfaatkan media sosial untuk menciptakan komunikasi dua arah antara organisasi dan audiensnya.
Hal ini memungkinkan interaksi yang lebih personal, berbagi konten yang relevan, serta menyebarkan informasi secara luas dan cepat.
Dengan menggunakan strategi SMM, lembaga zakat dapat membangun hubungan yang lebih dekat dengan masyarakat, meningkatkan kepercayaan publik, dan mendorong keterlibatan mereka dalam kegiatan filantropi Islam.
Dalam praktiknya, strategi pemasaran media sosial dalam kampanye zakat dapatdikategorikan ke dalam beberapa elemen utama. Salah satu elemen penting dalam SMM adalah tren atau trendiness.
Konsumen cenderung mencari informasi terbaru melalui media sosial, sehingga lembaga zakat perlu menyajikan konten yang selalu relevan dengan isu terkini. Informasi yang up-to-date dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga zakat dan mendorong mereka untuk berkontribusi.
Personalisasi atau kustomisasi konten juga menjadi faktor penting dalam kampanyezakat digital. Dengan menyesuaikan konten berdasarkan preferensi dan kebutuhan audiens, lembaga zakat dapat menciptakan pengalaman yang lebih personal dan menarik bagi masyarakat.
Kustomisasi ini dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti segmentasi audiens berdasarkan demografi atau preferensi tertentu, serta penggunaan algoritma media sosial untuk menargetkan iklan kepada kelompok yang lebih spesifik.
Word of mouth (WOM) atau komunikasi dari mulut ke mulut juga menjadi salah satustrategi efektif dalam pemasaran media sosial.
Konsumen cenderung lebih mempercayai rekomendasi dari orang-orang yang mereka kenal dibandingkan dengan iklan tradisional.
Oleh karena itu, lembaga zakat sering kali melibatkan influencer atau tokoh masyarakat yang memiliki kredibilitas tinggi untuk menyebarkan pesan kampanye zakat mereka.
Dengan adanya dukungan dari figur publik yang memiliki banyak pengikut, kampanye zakat dapat lebih mudah diterimaoleh masyarakat dan meningkatkan partisipasi dalam berzakat.
Strategi lain yang tidak kalah penting adalah penggunaan konten empatik. Kontenyang menggugah emosi dan menunjukkan kondisi nyata dari masyarakat yang membutuhkan dapat menarik simpati dan mendorong tindakan nyata dari audiens.
Misalnya, lembaga zakat dapat menampilkan kisah-kisah inspiratif dari penerima zakat yang kehidupannya berubah menjadi lebih baik setelah mendapatkan bantuan.
Penelitian Allison dkk. (2015) menunjukkan bahwa donatur lebih responsif terhadap narasi yang menekankan peluang membantu, sementara Bünzli (2022) menemukan bahwa individu menjadi lebih empatik ketika disajikan gambar kehidupan sehari-hari yang menyedihkan.
Dalam penelitian kami juga (Nasution, dkk, 2023) ditemukan pentingnya pesan informasional dan transformasional dalam keputusan berzakat.
Dengan berbagai strategi yang diterapkan dalam pemasaran media sosial, kampanye zakat di era digital memiliki potensi besar untuk menjangkau lebih banyak orang dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya zakat.
Namun, tantangan tetap ada, terutama dalam menjaga relevansi konten, membangun kepercayaan publik, serta memastikan bahwa dana yang dihimpun benar-benar disalurkan kepada merekayang berhak.
Oleh karena itu, lembaga zakat perlu terus berinovasi dan mengembangkan strategi pemasaran yang sesuai dengan perkembangan teknologi dan tren digital.
Media sosial telah menjadi alat utama dalam berbagai kampanye digital, termasuk kampanye zakat. Namun, penelitian disertasi penulis menunjukkan bahwa kontribusi media sosial dalam kampanye zakat, seperti di Dompet Dhuafa Waspada (DDW) masih tergolong kecil dibanding faktor lainnya.
Hal ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi DDW dan lembaga zakat lainnya untuk meningkatkan efektivitas kampanye digital mereka. Salah satu penyebab rendahnya kontribusi media sosial dalam penelitian kami adalah dominasi donatur dari kalangan non-milenial.
Sebuah studi PUSKAS BAZNAS (2020) menunjukkan bahwa media sosial lebih berpengaruh terhadap muzaki generasi milenial (47%) dibandingkan generasi non-milenial (28%).
Dalam penelitian kami, mayoritas responden berasal dari generasi X (58%) dan baby boomers (10%), yangmasih cenderung menggunakan metode konvensional dalam berdonasi.
Faktor tingkat literasi digital masyarakat juga sangat berpengaruh, termasuk pulatingkat engagement media sosial lembaga zakat itu sendiri.
Beberapa media sosial lembaga zakat dalam observasi kami menunjukkan kurangnya pemanfaatan media sosial. Padahal menurut penelitian Han-Chiang Ho, dkk, (2021) dan penelitian Abhishek Bhati dan Diarmuid McDonnell (2020) bahwa social media reach & engagement berpengaruh positif terhadap keberhasilan penggalangan dana.
Ke depan, optimalisasi media sosial menjadi kebutuhan mendesak. Meskipun saat ini generasi milenial dan gen-Z belum mendominasi sebagai muzakki, merekamerupakan calon donatur potensial.
Riset (Bekkers Wiepking, 2011; Randolph,1995; Auten dan Joulfaian, 1996; Gorczyca Hartman, 2017) menunjukkan bahwa keterlibatan dalam donasi meningkat seiring bertambahnya usia.
Oleh karena itu, lembaga zakat harus memanfaatkan media sosial untuk meningkatkan literasi zakat generasi milenial dan gen-Z agar dapat membangun basis donatur berkelanjutan.
Pemanfaatan teknologi digital dalam pengelolaan zakat di masa depan diharapkan dapat semakin berkembang, baik melalui optimalisasi media sosial maupun penggunaan teknologi lain seperti artificial intelligence (AI) dan blockchain untukmeningkatkan transparansi dan akuntabilitas.
Dengan pendekatan yang tepat, zakat dapat menjadi instrumen yang lebih efektif dalam mengatasi masalah kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan sosial di masyarakat
Muslim. Oleh karena itu, sinergi antara pemerintah, lembaga zakat, dan masyarakat sangat diperlukan untuk memastikan bahwa potensi besar zakat dapat dimanfaatkan secara optimal demimenciptakan keadilan ekonomi dan sosial yang lebih baik. (Penulis Dosen FEBI UIN Sumatera Utara)
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.
Terimakasih Bu Doktor atas tulisannya, bisa menjadi inspirasi dalam menjaring zakat