WASPADA Membangun Bangsa

  • Bagikan

(Memperingati Genap 75 Tahun Usia Harian WASPADA)

Usia 75 tahun yang dicapai harian WASPADA pada hari ini, yaitu 11 Januari 2022, adalah suatu pencapaian yang pantas diapresiasi oleh semua kalangan. Tidak saja karena menunjukkan daya tahan yang ditunjukkan, tetapi juga karena kiprah WASPADA membangun bangsa yang telah ditunjukkan selama ini

Usia 75 tahun adalah sebuah usia pencapaian yang luar biasa, baik dalam usia hidup manusia maupun bagi usia suatu lembaga. Tidak banyak manusia yang bisa mencapai usia tersebut, dan hanya sedikit lembaga, baik lembaga bisnis maupun lembaga pemerintahan yang sanggup mencapai usia sebanyak itu.

Jika manusia yang bisa hidup sampai usia tua dan masih tetap eksis dalam pergaulan, itu pertanda bahwa hidupnya dipenuhi dengan berbagai aktivitas. Dia tidak berhenti berkiprah dalama berbagai bidang, sehingga fisik dan pikiran terus hidup dalam dinamika di tengah-tengah masyarakat.

Demikian juga, jika suatu lembaga hidup dalam waktu selama itu, maka lembaga tersebut tentu adalah lembaga yang sehat, baik dari aktivitas kesehariannya maupun sistem kaderisasi yang berlangsung di dalamnya. Ada dinamika yang positif yang berlangsung dari waktu ke waktu meski bukan berarti tak ada sama sekali konflik dan “badai” di dalam perjalan lembaga tersebut.

Tidak sedikit bahkan yang berdiri atas nama pemerintah, telah berhenti di tengah jalan atau setidaknya melakukan reborn. Mereka harus menciptakan kelahiran baru dari lembaga yang sama untuk bisa bertahan hidup. Sehingga tidak jarang ada lembaga pemerintah yang telah berganti nama beberapa kali sejak kelahirannya hingga saat ini.

Bahkan bangsa Indonesia yang hidup sekarang ini baru berusia 77 tahun sejak kelahirannya pada proklamasi kemerdekaan di tahun 1945. Sebagai bangsa, sebagaimana bangsa-bangsa di dunia, memiliki usia hidup yang lebih lama daripada usia manusia dan lembaga. Dari berbagai pengalaman sejarah, usia bangsa setara dengan usia peradaban. Itu bermakna sepanjang ratusan tahun lamanya.

Karena itu usia 75 tahun yang dicapai harian WASPADA pada hari ini, yaitu 11 Januari 2022, adalah suatu pencapaian yang pantas diapresiasi oleh semua kalangan. Tidak saja karena menunjukkan daya tahan yang ditunjukkan, tetapi juga karena kiprah WASPADA membangun bangsa yang telah ditunjukkan selama ini.

Tantangan Zaman

Setiap zaman ada orangnya, setiap orang ada zamannya (masanya). Kata-kata ungkapan ini ketika hendak digunakan menggambarkan perjalanan harian WASPADA, maka akan sangat kaya. Karena perjalanan harian ini hingga detik ini penuh dengan interaksi dan persentuhan dengan setiap zaman yang dilaluinya. Dan tentu saja hal ini tidak terlepas dari peran penting para pendirinya yakni Almarhumah Hj. Ani Idrus dan Almarhum H. Mohammad Said.

Apa yang dilakukan para pendiri WASPADA adalah teladan tidak saja dalam mengelola suatu lembaga penyiaran seperti harian WASPADA tetapi juga dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kedua peran besar ini dilangkahkan dengan derap yang seirama, sehingga WASPADA bisa terus bertahan dalam setiap tantangan zaman yang dilaluinya.

Di masa revolusi fisik, peran perjangan fisik pun tidak terlepas dari identigas WASPADA—yang masih melekat hingga kini. Karena peran dan pengaruhnya saat itu, WASPADA terus dikenang sebagai koran perjuangan. Musuh-musuh bangsa seperti kolonial Belanda juga menjadi lawan tanding harian ini. Karena itu pemredelan pun pernah dialami harian WASPADA.

Tapi itu tidak menyurutkan langkah perjuangan dalam ikut serta membangun bangsa, hingga bangsa ini sampai selamat melewati masa-masa sulit tersebut. Sampai kemudian kita sebagai bangsa terus melangkah ke sebuah periode yang kita kenal dengan rezim Orde Lama di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno.

Di rezim ini salah satu tantangan terbesar adalah ancaman laten Partai Komunis Indonesia (PKI) yang menikam bangsa ini dari belakang. Tikaman tepat di jantung bangsa ini dilakukan pada saat anak-anak bangsa masih sibuk berjuang dari cengkraman kolonialisme.

Harian WASPADA menunjukkan sikap yang tegas dan jelas terhadap hal ini. Dalam pemberitaannya WASPADA cenderung pada sifat asalnya yaitu nasionalisme dengan motto Demi Kebenaran dan Keadilan. Mungkin karena adanya kesamaan visi dan semangat, harian WASPADA kemudian dikenal dengan media aspirasi umat Islam.

Di masa Orde Baru peran perjuang harian WASPADA tak surut, malah terus berkibar dengan beragai momen dan peristiwa penting yang terjadi selama periode ini. Di awal masa Orde Baru, kiprah para pendiri WASPADA masih sangat terasa. Teladan yang ditunjukkan masih menjadi pelajaran penting bagi generasi saat ini.

Di akhir masa Orde Baru, para pendiri WASPADA sudah mulai kembali kehadirat-Nya dengan meninggalkan rekam jejak dan semangat dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Serta merespons setiap tantangan zaman yang datang silih berganti, dari waktu ke waktu dengan tiada henti.

Pasca era Reformasi, tantangan yang dihadapi dunia media massa adalah kehadiran teknologi informasi berupa digitalisasi media. Terjadi perubahan mendasar dari pola mengonsumsi informasi, dari manual ke digital. Dengan semangat yang diwarisi para pendiri harian WASPADA maka sudah selayaknya media ini tetap eksis dan terus berkiprah di tengah masyarakat.

Karena sesungguhnya tantangan itu akan selalu ada di setiap zaman yang dilalui, hanya berubah bentuk sesuai kondisi yang terjadi. Pada akhirnya kearifan jualah yang akan menentukan suatu lembaga penyiaran seperti WASPADA apakah akan bisa bertahan.

Kesimpulan

Sesungguhnya keberadaan WASPADA berkaitan dengan banyak pihak yang menjadi elemen bangs aini. Eksistensi dan kiprah WASPADA di tengah tantangan zaman era digitalisasi ini sangat diharapkan. Karena peran yang seperti selama ini dicontohkan oleh para pendirinya, sepertinya masih belum tergantikan dengan lembaga ataupun media lainnya.

Singkat kata, semua pihak yang telah merasakan daya guna dan peran serta WASPADA dalam membangun bangsa ini tidak saja mengharapkan eksistensi WASPADA terus berlanjut. Tetapi kita berkeyakinan bahwa semua pihak tersebut akan mendukung dan bahu membahu mendukung WASPADA demi tujuan yang lebih besar: membangun bangsa.

Penulis adalah Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara (Fisip USU) dan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi “Pembangunan” (STIK-P) Medan.

  • Bagikan