TPU Sasaran Moderasi Beragama

  • Bagikan


…bagaimana memasukkan paham moderasi ini di kalangan PAUD yakni Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ). Yaitu dengan dua kegiatan, pertama parenting bernuansa wasathiyah, kedua perpustakaan Al-Qur’an. Tujuannya agar dapat membangun pemahaman keagamaan masyarakat TPQ menjadi lebih moderat

Sebuah jurnal beredar di media sosial tahun 2020 berjudul, “Membangun moderasi beragama di Taman Pendidikan Al-Qur’an dengan parenting wasathiyah dan perpustakaan Qur’ani”. Jurnal yang ditulis mahasiswa Universitas Islam Negeri tersebut cukup jelas dan rinci menjelaskan apa-apa saja yang dilakukan dalam mewujudkan program tersebut.

Moderasi beragama tentu saja bukan hal yang asing di sekitar kita saat ini. Karena sejak tahun 2020 hingga 2021 kemarin, kata-kata ini senantiasa digaungkan di tengah-tengah masyarakat kita melalui berbagai media, baik cetak maupun elektronik.

Baik melalui para intelektual, politisi bahkan ulama-ulama yang mengusung ide moderat senantiasa membawa wacana ini ke ranah masyarakat. Agar masyarakat khususnya umat islam paham akan moderasi beragama dan menjadi penganutnya.

Sebelum kita membahas jurnal tersebut, kita harus tahu terlebih dahulu apa sebenarnya arti moderasi beragama tersebut. Dari berbagai sumber yang didapatkan bahwa arti moderasi beragama adalah cara pandang beragama secara moderat yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem.

Baik ekstrem kanan (pemahaman agama yang sangat kaku), maupun ekstrem kiri (pemahaman agama sangat liberal). Dari pengertian dan definisi ini sebenarnya sudah bisa dipastikan bahwa moderasi ini menunjuk ke agama Islam, lebih tepatnya Moderasi Islam.

Moderasi beragama atau moderasi islam ini merupakan salah satu proyek yang sedang dijalankan. Proyek ini menjadikan Islam dan kaum Muslimin sebagai sasaran utamanya. Proyek ini tidak bisa dilepaskan dari pengarusutamaan Islam moderat.

Proyek moderasi beragama bertujuan untuk menancapkan paham Islam moderat dan menjadikan kaum Muslim menjadi Muslim moderat. Proyek ini menyasar para guru agama, mahasiswa, kaum milenial, kalangan pesantren hingga kalangan anak usia dini.

Dari jurnal tersebut tertulis bagaimana memasukkan paham moderasi ini di kalangan PAUD yakni Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ). Yaitu dengan menjalankan dua kegiatan, yang pertama parenting yang bernuansa wasathiyah dan yang kedua perpustakaan Al-Qur’an. Tujuan kegiatan tersebut adalah agar dapat membangun pemahaman keagamaan masyarakat TPQ menjadi lebih moderat.

Di dalam jurnal tersebut juga tertulis bahwa sangat penting untuk menjadikan masyarakat TPQ untuk menjadi Islam moderat atau muslim moderat. Muslim moderat adalah orang yang menyebarluaskan dimensi-dimensi kunci peradaban demokrasi.

Termasuk di dalamnya gagasan tentang HAM, kesetaraan gender, pluralism; menerima sumber-sumber hukum non-sekretarian; serta melawan terorisme dan bentu-bentuk legitimasi terhadap kekerasan. Agar membendung terbentuknya generasi Islam kaffah yang rindu diterapkannya syariah.

Kegiatan yang tertulis dalam jurnal ini tentu saja merupakan proyek besar yang tentunya didukung dari berbagai kalangan. Para pengusung Islam moderat tentu berupaya dengan berbagai cara untuk menjalankan proyek ini hingga ke kalangan anak-anak usia dini.

Mereka meyakini bahwa Islam moderat adalah solusi agar negeri ini menjadi aman dan damai, melihat banyaknya terjadi konflik di sana sini.

Sungguh, ini adalah pemikiran yang keliru. Karena sejatinya, inilah yang diingankan para kafir barat, untuk menjauhkan umat muslim dari pedomannya, merusak aqidahnya dengan memunculkan istilah-istilah yang justru bertentangan dengan ajaran Islam. Proyek moderasi islam digencarkan diberbagai kalangan agar paham sekuler bisa masuk dari kalangan mana saja.

Makna wasathiyah diambil dari istilah Al-Quran dijadikan senjata untuk memoderasikan Islam, menjadikan muslim moderat. Yaitu mengubah makna yang sebenarnya wasathiyah menjadi moderat adalah kunci proyek ini. Karena makna wasathiyah di dalam Al-Qur’an berarti umat yang adil, adil adalah menempatkan sesuatu pada tempat semestinya, yakni sesuai syariah.

Sementara makna wathaniyah atau moderat yang dijadikan proyek ini bermakna bahwa Islam menjadi jalan tengah antara Yahudi yang terlalu ekstrem dan Nasrani yang terlalu lunak. Dua makna yang saling bertolak belakang. Inilah bahayanya Moderasi Islam atau Moderasi Beragama.

Umat Islam diarahkan kepemikiran yang salah dan merusak aqidah. Melalui Taman Pendidikan Al-Quran yang seharusnya menjadi tempat pengokohan pondasi aqidah umat Islam, kini menjadi target tumbuhnya generasi Islam moderat. Padahal, sejak Islam diturunkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala kepada Nabi Muhammad SAW, tidak pernah berubah makna dan dipisahkan istilahnya seperti saat ini. Memunculkan Islam moderat dan Islam radikalisme adalah proyek kafir barat, yang mana mereka tidak akan pernah ridho terhadap umat islam yang satu.

Sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 120: “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.”

Alhasil, sebagai umat Islam yang ingin mendapatkan ridho Allah Subhanallahu Wa Ta’ala, kita harus meluruskan aqidah kita sesuai yang Allah kehendaki. Yaitu Islam yang sebenarnya yg diterima di sisi Allah.

Islam Yang Sesungguhnya
Kita hidup di dunia ini bukan atas kehendak kita sendiri, tetapi atas kehendak Allah SWT. Bagaimana kita menjalani hidup dan mengelola kehidupan dunia ini tidak boleh menurut keinginan kita sendiri, melainkan harus mengikuti apa yang Allah kehendaki. Untuk itu kita harus mengambil dan mengikuti ‘manual book’ yang telah diberikan oleh Allah SWT, yakni al-Quran dan as-Sunnah, dalam mengelola kehidupan ini.

Satu perkara yang sudah jelas, Allah SWT memerintahkan kita untuk berislam atau beragama secara kaffah: “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh setan itu musuh yang nyata bagi kalian.” (QS. al-Baqarah [2]: 208).

Al-Hafizh Ibnu Katsir menjelaskan, Allah SWT memerintahkan hamba-Nya yang beriman kepada-Nya dan membenarkan Rasul-Nya agar masuk ke semua simpul dan syariah Islam serta mengamalkan semua perintah-Nya dan meninggalkan semua larangannya semampu mereka.

Jadi dalam berislam, kita diperintahkan untuk mengambil Islam dan syariahnya secara keseluruhan. Kita tidak boleh berislam model prasmanan. Yang menarik diambil, yang enak diikuti dan yang mudah dijalankan. Sebaliknya, yang tidak menarik tidak diambil, yang tidak mengenakkan tidak diikuti dan yang sulit tidak dijalankan.

Sudah jelas Allah SWT juga memerintahkan kita untuk bertakwa dengan sebenar-benarnya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya, dan janganlah sekali-kali kalian mati kecuali kalian tetap dalam keadaan Muslim” (QS. Ali Imran [3]: 102).

Dalam menjalankan perintah takwa ini, Allah SWT berfirman: “Karena itu bertakwalah kalian kepada Allah menurut kesanggupan kalian” (QS. at-Taghabun [64]: 16).

Rasul SAW juga bersabda: “Karena itu jika aku melarang kalian dari sesuatu maka tinggalkanlah dan jika aku memerintahkan sesuatu maka lakukan sesuai kemampuan kalian.” (HR al-Bukhari, Muslim, Ahmad, al-Humaidi, Ibnu Hibban dan Abu Ya’la).

Allah SWT pun memerintahkan kita untuk menjadi penolong agama-Nya: “Hai orang-orang yang beriman, jadilah kalian penolong (agama) Allah.” (QS ash-Shaff [61]: 14).

Jika seorang Muslim mengambil Islam dan syariahnya secara kaffah, bertakwa dengan sebenar-benarnya dengan menjalankan semua yang diperintahkan semaksimal kemampuan dan meninggalkan apa yang dilarang, serta menolong dan membela agama-Nya, lantas dia disebut apa?

Yang jelas dia adalah seorang Muslim sebagaimana yang Allah perintahkan dan Dia ridhai. Jika Muslim semacam ini dianggap bukan sosok Muslim moderat atau ia dituding sebagai Muslim radikal atau sebutan stigmatik lainnya, semua itu tidak ada arti dan nilainya selama Allah SWT ridha. WalLâh a’lam bi ash-shawâb.

Penulis adalah Alumni FMIPA USU, Content Creator.

  • Bagikan