Scroll Untuk Membaca

Opini

Tindak Lanjut Barus Peradaban Islam?

Oleh Ikhwan Mansyur Situmeang, SAP, MAP, MtrAP

<strong>Tindak Lanjut Barus Peradaban Islam?</strong>

Keluarga Besar Masyarakat (Gabema) Tapanuli Tengah – Sibolga bertanya-tanya “Apo tindak lanjut peresmian ‘Barus sebagai Titik Nol Peradaban Islam’ ko?” Pertanyaan demi pertanyaan terlontar dalam diskusi WhatsApp Group (WAG) Gabema Tapanuli Tengah – Sibolga. Sebagian menanggapi, sebagian tidak

Sebagai perantau asal Sibolga yang ayah ibunya asal Tapanuli Tengah, saya tak sekadar bertanya-tanya. Saya mengontak tim jadwal dan staf khusus Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno. Saya email bagian tata usaha menteri. Alhamdulillah, gayung bersambut, kata berjawab.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

<strong>Tindak Lanjut Barus Peradaban Islam?</strong>

IKLAN

Karena Menparekraf berhalangan, Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemparekraf) Vinsensius Jemadu menerima delegasi Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Gabema Tapanuli Tengah – Sibolga di Gedung Sapta Pesona Jl Medan Merdeka Barat No 17 Jakarta Pusat, Senin (19 Desember 2022). Acara audiensi membahas tindak lanjut peresmian “Barus sebagai Titik Nol Peradaban Islam di Nusantara” oleh Presiden Joko Widodo tanggal 24 Maret 2017 di pinggir pantai Barus sebagai pertanda Barus adalah pintu masuk Islam di Nusantara sejak abad ke-6.

DPP Gabema Tapanuli Tengah – Sibolga dipimpin Masriadi Pasaribu (Ketua Umum) didampingi Masnur Pohan (Sekretaris Jenderal), Rusmin Tumanggor [profesor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah], Sekretaris Umum Yayasan Maju Tapian Nauli (Matauli) Affan Pasaribu, Manca Hutagalung, Sarju Pasaribu, dan Ikhwan M Situmeang. Sedangkan Deputi didampingi Kepala Sub Koordinator Pengembangan Destinasi Regional I Direktorat Pengembangan Destinasi Regional I Area IA Andhy MT Marpaung.

Saya merangkum beberapa pikiran yang berkembang selama audiensi seperti program pengembangan destinasi dan infrastruktur yang meliputi 3A (atraksi, akses, dan amenitas), desa wisata, infrastruktur ekonomi kreatif, dan DAK (dana alokasi khusus) bidang pariwisata.

Vinsensius Jemadu mengakui, selain Danau Toba, di Sumatera Utara banyak sekali daya tarik wisata yang belum berkembang, termasuk di Barus khususnya dan di Tapanuli Tengah – Sibolga umumnya. Tugas kita bersama mengangkat potensi destinasi pariwisatanya ke level nasional, bahkan internasional. Sekarang ini, perhatian pemerintah pusat di Sumatera Utara terfokus di Danau Toba sebagai destinasi pariwisata super prioritas (DPSP).

Untuk memastikan pengembangan lima DPSP, di antaranya Danau Toba, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemko Marves) bersama Kemparekraf dan kementerian/lembaga (K/L) terkait mengikuti Rapat Koordinasi Nasional Percepatan Pengembangan 5 DPSP di The Kaldera Toba. Terbuka kemungkinan menambah DPSP hingga tahun 2024 jika pengembangan lima DPSP menunjukkan progres yang signifikan. Presiden Joko Widodo ingin memastikan pengembangan lima DPSP selesai tahun 2024. Jangan mangkrak.

Membuka diskusi program pengembangan destinasi dan infrastruktur di Tapanuli Tengah – Sibolga, Masriadi Pasaribu mempertanyakan tindak lanjut peresmian Tugu Titik Nol Peradaban Islam di Nusantara. Di Barus sebagai “kota batuah” ditemukan sejumlah makam para aulia antara lain nisan bertahun 48 Hijriah atau 661 Masehi di makam ulama asal Timur Tengah dalam kompleks Makam Mahligai di atas bukit seluas 3 hektar.

Hingga hari ini perkembangannya stagnan, tidak sesuai harapan masyarakat Tapanuli Tengah – Sibolga. “Kami berharap makam para aulia di Barus dijadikan sebagai destinasi wisata reliji. Jika Kemparekraf memberikan informasi dan masukan kepada Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah dan Pemerintah Kota Sibolga melalui kami, kami akan meneruskannya kepada Bupati dan Walikota.”

Mengenai wisata reliji, Manca menyebut Barus sebagai pintu masuk Protestan di Nusantara melalui misionaris asal Jerman Ludwig Ingwer Nommensen. Nommensen memulai misi penginjilannya di Barus. Dia mengawalinya di Sipirok, dan akhirnya memilih Tarutung sebagai basis.

Wisata kuliner di Tapanuli Tengah – Sibolga tak diragukan lagi kelezatannya karena perpaduan aneka bumbu dan rempah, yang menghasilkan rasa, aroma, warna, dan tekstur yang khas pesisir. “Berbagai jenis makanan lengkap. Enak-enak. Dibanding wilayah sekitar Danau Toba, makanan di Tapanuli Tengah dan Sibolga jauh enak-enak. Kita harus jujur. Koneksikan saja. Orang-orang nggak rekreasi hanya di danau, mereka juga ingin rekreasi di pesisir.”

Harapan Manca, program/kegiatan pengembangan destinasi pariwisata dan infrastruktur di Tapanuli Tengah yang berslogan “Tapanuli Tengah, Negeri Wisata Sejuta Pesona” dan Sibolga yang berslogan “Negeri Berbilang Kaum” diintegrasikan dengan program/kegiatan pengembangan destinasi pariwisata dan infrastruktur DPSP Danau Toba dan delapan kabupaten sekitarnya. Selain pesona obyek wisata, Tapanuli Tengah – Sibolga memiliki beragam budaya karena wilayahnya dihuni multi etnis yang berbaur dalam harmoni. Keberagaman suku bangsa Batak, Minang, Nias, Tionghoa, Jawa, dan lainnya mengakar dalam kehidupan sehari-hari.

Vinsensius mengaku kurang lengkap mendengar cerita Barus sebagai pintu masuk Islam dan Protestan di Nusantara. “Saya apresiasi. Cerita ini baru saya dengar. Padahal, nama Barus sudah terkenal dari dulu. Saya juga berpikir, missing link-nya di mana?” Vinsensius menyambut rencana penyelenggaraan zikir dan haul di Barus sebagai ide baik karena even tersebut akan menggerakkan banyak orang. Selaras dengan target jumlah wisatawan Nusantara 1,4 miliar di tahun 2023.

Guru Besar Antropologi Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Rusmin Tumanggor menjelaskan, Barus berhubungan dengan dunia luar sejak 6.000 tahun yang lalu melalui komoditas perdagangan seperti sutera, kemenyan, cengkeh, dan kapur barus. “Yang menarik bagi saya, kapur barus itu”. Karena disebut dalam hadits dan ayat Al Qur’an, penggunaan kapur barus diyakini sebagai pelengkap upacara ritual yang diperdagangkan di Timur Tengah dan jauh masanya sebelum Islam disiarkan Nabi Muhammad. 

Mengenai missing link sejarah Barus, peneliti dan penulis “Gerbang Agama-agama Nusantara: Hindu, Yahudi, Ru-Konghucu, Islam & Nasrani: Kajian Antropologi Agama dan Kesehatan di Barus” itu menerangkan, di periode tertentu perdagangan di dunia barat dan timur, karena perkembangan teknologi pelayaran dan perkapalan, daya jelajah kapal semakin jauh. Kapal kayu tidak lagi digunakan. Maka incaran penjelajah samudera asal Eropa tidak hanya sutera, kemenyan, cengkeh, dan kapur barus tetapi juga emas, perak, dan bahan tambang lainnya. Mereka memiliki semboyan gold, gospel, dan glory.

Komoditi sutera, kemenyan, cengkeh, dan kapur barus mulai menghilang dalam kegiatan tukar menukar barang perniagaan. Nama Barus perlahan-lahan mulai tidak disebut-sebut. Buktinya di situs di Lobu Tua (Barus) ditemukan benda-benda abad ke-7 hingga abad ke-19 seperti keramik Cina, serta botol dan piring Timur Tengah. Berarti barang perniagaan berganti.

Rusmin menerangkan, moderasi beragama berkembang di Barus sejak Islam masuk disusul Protestan. Untuk mengembangkan sikap keberagamaan dalam mewujudkan kemaslahatan kehidupan berbangsa yang harmonis, Pemerintah dianjurkan mempelajari praktik moderasi beragama di Barus. Menurutnya, cerita sejarah Barus merupakan storynomics tourism yang menarik minat wisatawan. Mereka mengunjungi Barus karena cerita adat, tradisi, kuliner, dan budaya destinasi wisata yang dikemas menarik. “Storynomics tourism destinasi wisata kita masih lemah. Padahal, rohnya adalah narasi atau konten cerita destinasi wisata.”

Tetapi dia mengingatkan, “Apalah arti cerita Barus tanpa dukungan 3A. Storynomics tourism mesti didukung 3A.” Karena itu, Kemenparekraf mendukung pengembangan 3A, serta pengembangan produk ekonomi kreatif di area luar situs-situs di Barus. Karena pengembangan DPSP Danau Toba menunjukkan progres yang signifikan sebagai destinasi wisata unggulan beyond Bali maka efeknya ialah kunjungan wisata yang membludak. Agar destinasi wisata di Tapanuli Tengah – Sibolga terintegrasi dengan DPSP Danau Toba maka atraksinya diperbanyak dan amenitasnya diperbaiki. Aksesibilitasnya ditingkatkan. Jika 3A tidak diperhatikan, Tapanuli Tengah – Sibolga belum tentu dijadikan destinasi wisata pilihan. Jika tidak, destinasi wisata andalan di Sumatera Utara hanya Danau Toba, Langkat, dan Kepulauan Nias.

Persoalannya, Kemparekraf tidak bisa mengutak-atik situs-situs di Barus karena statusnya cagar budaya. Pelestarian cagar budaya di Barus dilakukan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Aceh di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud). Vinsensius menganjurkan DPP Gabema Tapanuli Tengah – Sibolga untuk mengonsultasikan program revitalisasi kawasan cagar budaya di Barus dengan Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemdikbud.  Tetapi Kemparekraf bisa menata area di luar situs-situs di Barus agar semakin memiliki daya tarik wisata. “Bukan revitalisasi situs-situs ya… Termasuk tangga-tangga Makam Papan Tinggi. Seperti Candi Borobudur, kami tidak bisa cawe-cawe. Kecuali area sekitarnya. Mereka (Direktorat Jenderal Kebudayaan) yang melaksanakan revitalisasi cagar budaya.”

Kemudian, Kemparekraf bisa memberikan rekomendasi pembangunan infrastruktur kepada kementerian/lembaga terkait. Dalam sinergi kementerian/lembaga itu, Kemparekraf berkolaborasi dalam pengembangan 3A, sumberdaya manusia (SDM), industri dan investasi, pengembangan promosi, product development and event, dan pengembangan produk ekonomi kreatif.

Masalah lain, Vinsensius menerangkan, area di luar situs-situs di Barus masih lahan pribadi. Maka warga sekitar di luar situs-situs di Barus harus menghibahkan lahannya kepada Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah. “Kami mendorong upaya itu kepada Dinas Pariwisata Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah agar menyelesaikan masalah lahan.”

DAK bidang pariwisata sering dimanfaatkan pemerintah kabupaten/kota untuk pembebasan lahan. Kabupaten Tapanuli Tengah menerima DAK bidang pariwisata tahun 2019 Rp 3 miliar dan tahun 2020 Rp 4 miliar. Dinas Pariwisata Kabupaten Tapanuli Tengah menggunakannya antara lain untuk menata pantai Sibosur. “Persoalan utamanya selalu lahan. Harus clean and clear. Rata-rata lahan milik warga. Maka harus dihibahkan warga kepada pemerintah daerah agar bisa diintervensi Kemparekraf. Nilai DAK pariwisata miliaran. Kemparekraf bisa berikan.”

Setelah area di luar situs-situs di Barus clean and clear, Vinsensius mendorong Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah menyusun master plan destinasi pariwisata Barus. Master plan destinasi pariwisata Barus dikaitkan dengan main destination DPSP Danau Toba sedangkan Pemerintah Kota Sibolga sebagai daerah penyokong. “Harus ada master plan Barus. Setelah master plan Barus dibuat, kita bergerak. Master plan Barus dikaitkan dengan main destination Danau Toba. Jangan terpisah.”

Kemparekraf bersedia untuk memfasilitasi rapat koordinasi Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah bersama Pemerintah Kota Sibolga dengan kementerian/lembaga terkait. Seperti Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Keuangan, Kementerian PUPR, Kementerian Perhubungan, dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk menyusun master plan destinasi pariwisata Barus. “Kami membuka diri untuk konsultasi. Tapi kami juga dibantu untuk ketok pintu pemerintah daerah agar semangat.”

Vinsensius mengingatkan dibentuk desa-desa wisata di sekitar Barus khususnya atau Tapanuli Tengah – Sibolga umumnya. Desa-desa wisata itu dimasukkan dalam Jadesta (Jejaring Desa Wisata) sebagai wadah komunitas desa wisata di seluruh Indonesia. Kemparekraf menjadikan informasi dalam Jadesta untuk penyusunan rencana pengembangan desa-desa wisata di seluruh Indonesia. Desa-desa wisata yang berkembang diikutkan bersaing di ajang Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI).

Hasil audiensi tersebut menumbuhkan kembali semangat dan harapan masyarakat Tapanuli Tengah – Sibolga. Masyarakat Tapanuli Tengah – Sibolga mendukung pembangunan dan revitalisasi destinasi wisata Danau Toba sebagai zona inti (core zone atau main zone) destinasi pariwisata pilihan di luar Bali yang ditargetkan selesai tahun 2024. Maka Sibolga – Tapanuli Tengah sebagai area transisi (transition zone) mesti menyiapkan diri karena posisi geografinya berdampingan dengan zona penyangga (buffer zone) delapan kabupaten kawasan Danau Toba yang mengelilingi main zone.

Keterpaduan antarsektor, antardaerah, antara pusat dan daerah sebagai satu kesatuan sistemik dalam kerangka otonomi daerah, serta keterpaduan antarpemangku kepentingan di bidang pariwisata merupakan prinsip penyelenggaraan kepariwisataan untuk mewujudkan “Barus sebagai Titik Nol Peradaban Islam”. Jika tidak, Gabema) Tapanuli Tengah – Sibolga masih tetap bertanya-tanya.

Penulis adalah Pegawai Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI)/Sekretariat Ketua DPD RI, Pengurus DPP Gabema Tapanuli Tengah – Sibolga.

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE