Oleh Aulia Akbar
Percepatan sangat perlu dilakukan karena target prevalensi stunting dalam RPJMN 2019-2024 sebesar 14% pada akhir 2024. Dengan demikian, dibutuhkan penurunan 7,5% dari 21,5% pada 2023, dan ini bukan perkara yang mudah
Percepatan penurunan prevalensi stunting di tanah air telah menjadi fokus pemerintah selama lima tahun terakhir. stunting merupakan gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang yang terjadi dalam 1000 hari pertama kelahiran (HPK) yang diindikasikan dari panjang atau tinggi badan anak yang berada di bawah standar (WHO, 2020). stunting akan sangat berpengaruh pada berbagai aspek kehidupan anak, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Upaya Dilakukan
Hasil riset dari UNICEF pada tahun 2013 menyampaikan ada cukup banyak pengaruh stunting pada anak antara lain, anak dengan riwayat stunting lebih awal pada usia enam bulan akan mengalami stunting lebih berat seiring dengan bertambahnya usia, gangguan tumbuh kembang tubuh, dapat mengganggu perkembangan mental dan intelektual, sehingga anak menjadi sulit beradaptasi, kepercayaan diri rendah, mudah cemas, rentan depresi dan gampang sakit, sehingga pada akhirnya berpotensi menjadi beban masyarakat di masa mendatang. Hal ini akan menjadi permasalahan serius yang menihilkan bonus demografi yang kita miliki untuk mencapai target Indonesia Emas tahun 2045.
Hal inilah yang kemudian mendorong Pemerintah untuk melakukan berbagai upaya agar permasalahan stunting ini dapat diatasi. Sebagaimana diamanatkan Perpres 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan stunting, upaya dan intervensi untuk menurunkan prevalensi stunting harus dilakukan secara bersama-sama lintas sektor sehingga dapat menyentuh seluruh sektor pembangunan yang berpengaruh baik secara langsung ataupun tidak langsung terhadap prevalensi stunting.
Hasilnya bisa kita evaluasi bersama-sama. Secara nasional, prevalensi stunting turun secara bertahap dari 30,8% pada tahun 2018 menjadi 21,5% pada tahun 2023. Artinya, dalam lima tahun, seluruh pihak terkait percepatan penanganan stunting berhasil menurunkan prevalensi stunting sebesar 9,3%, atau rata-rata 1,85% per tahunnya. Kendati capaian tersebut cukup signifikan, upaya menghapus stunting di Indonesia harus terus dilakukan dan perlu dilakukan percepatan.
Intervensi Serentak
Percepatan sangat perlu dilakukan karena target prevalensi stunting yang ditetapkan dalam RPJMN 2019-2024 adalah sebesar 14% pada akhir 2024. Dengan demikian, dibutuhkan penurunan 7,5% dari angka 21,5% pada 2023, dan tentu saja hal ini bukan perkara yang mudah. Untuk itu, pemerintah pun telah melaksanakan gerakan intervensi serentak sejak 1 Juni 2024 yang dilaksanakan mulai dari tingkat nasional sampai ke desa yang sudah dilaksanakan di seluruh kabupaten/kota.
Data dari Kemenko PMK menunjukkan, per 1 Juli 2024, dari 95,15% progress pengukuran saat intervensi serentak, terdapat 36,10% atau 5.839.101 balita yang mengalami permasalahan gizi. Dari jumlah tersebut, baru 3,6% atau 220.275 balita yang sudah ditangani dan dilakukan intervensi.
Menko PMK saat itu, Muhadjir Effendy, memaparkan bahwa berdasarkan data intervensi serentak, masih ada beberapa indikator yang memerlukan perhatian serius, antara lain ibu hamil yang mengalami Kekurangan Energi Kronis (KEK) untuk mendapatkan asupan gizi, anak balita dipantau pertumbuhannya, balita gizi kurang mendapatkan Pemberian Makanan Tambahan (PMT), dan anak balita mendapatkan imunisasi dasar secara lengkap.
Intervensi spesifik maupun sensitif tentu saja perlu untuk dilakukan agar angka-angka yang diperoleh saat pengukuran serentak ini tidak hanya menjadi sekedar data statistik belaka, namun ditindak lanjuti dengan aksi-aksi nyata. Data hasil intervensi tentunya harus dimanfaatkan sebaik mungkin sebagai dasar perencanaan dan pelaksanaan intervensi sensitif dan spesifik, agar program yang sudah disusun dapat tepat sasaran dan target prevalensi stunting segera tercapai. Apalagi stunting merupakan permasalahan multi-sektor, bukan hanya permasalahan kesehatan dan tumbuh kembang anak saja, tapi juga sangat dipengaruhi faktor ekonomi, sosial budaya, lingkungan, bahkan infrastruktur dan sarana prasarana permukiman masyarakat.
Di samping itu, kolaborasi semua pemangku kepentingan perlu terus diperkuat guna meningkatkan capaian intervensi spesifik dan sensitif, terutama pada indikator-indikator yang masih rendah capaiannya kalau kita sepakat bahwa stunting ini masih menjadi prioritas penting bagi kita dan kalau kita ingin target 14% di akhir 2024 dapat kita raih.
Penanganan stunting Ke Depan
Saat ini Pemerintah sedang menyusun RPJMN 2025-2029 yang akan menjadi acuan pembangunan Indonesia di lima tahun mendatang. Dokumen visi misi Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming yang disampaikan pada saat kampanye yang lalu menjadi pedoman utama dalam penyusunan RPJMN ini.
Sempat ada kekhawatiran bahwa isu stunting tidak akan menjadi prioritas pembangunan di kabinet pemerintahan yang baru ini, karena pada masa transisi pemerintahan pasca Pilpres 2024, justru isu penanggulangan tuberkulosis yang mengemuka. Kalau kita telaah apakah stunting dibahas di dokumen visi misi Presiden-Wakil Presiden yang baru, kata ‘stunting’ tercantum empat kali, sedangkan di dokumen visi misi Presiden-Wakil Presiden sebelumnya, kata ‘stunting’ hanya tercantum dua kali.
Meskipun demikian, harus diakui bahwa pemerintahan Jokowi-Amin cukup fokus untuk menangani stunting. Salah satunya dibuktikan bahwa Tim Penanggulangan stunting di Pusat dipimpin langsung oleh Wapres Ma’ruf Amin. Perlu pula digarisbawahi, bahwa dari 8 program hasil terbaik cepat (quick wins) yang terangkum di dalam program Asta Cita Prabowo-Gibran, ada lima program yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan erat dengan penanggulangan stunting.
Salah satunya adalah Program Makan Bergizi Gratis. Program ini dilakukan dengan memberikan makan siang gratis kepada siswa prasekolah, SD, SMP, SMA, hingga pesantren. Diharapkan dengan pemberian makan siang gratis ini, maka generasi penerus yang akan meneruskan tongkat estafet kepemimpinan bangsa ini di masa mendatang, akan tercukupi kebutuhan gizinya, dan kelak akan melahirkan anak-anak yang sehat, kuat, cerdas, dan tentu saja tidak stunting.
Menariknya, program ini direncanakan tidak hanya menyasar para peserta didik di sekolah-sekolah, namun juga menyasar Ibu Hamil dan Anak Balita, yang kesemuanya memiliki keterkaitan langsung dengan upaya pencegahan dan penanganan stunting. Dampak dari penyelenggaraan program ini tentu cukup besar, karena menyentuh langsung akar persoalan dari belum tuntasnya penanggulangan stunting di tanah air, yaitu intervensi nyata kepada anak stunting dan keluarga/kelompok risiko stunting.
Terlepas dari pro kontra terkait mekanisme dan sumber pendanaan yang akan digunakan, program ini memiliki irisan yang sangat kuat dengan upaya intervensi yang telah dilakukan selama ini. Dengan demikian, program ini diharapkan bisa menjadi salah satu akselerator yang efektif untuk percepatan penurunan prevalensi stunting di tanah air, disamping program-program lintas sektor lainnya yang dilaksanakan oleh berbagai pemangku kepentingan. Mudah-mudahan, ketika ada yang bertanya apakah stunting masih dianggap penting dalam konteks pembangunan di Indonesia, kita semua masih bisa menjawab, sangat penting!
Penulis adalah Staf Di Bappedalitbang Kab. Deliserdang, Pengajar Di Universitas Medan Area.
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.