Sihir Spider-Man Oleh Budi Agustono

  • Bagikan

Sihir Spider-Man merupakan fenomena kultural berkoneksi dengan budaya popular yang disuntikkan industri film mancanegara ke seluruh tubuh anak dan kaum muda perkotaan

Memasuki pertengahan Desember 2021 sampai Januari 2022 di bioskop kota besar sedang diputar film Spider-Man No Way Home. Film ini adalah kelanjutan dari sekuel film Spider- Man satu sampai ketujuh—berjudul Spider-Man Far From Home.

Film Spiderman pertama sampai ke delapan diperankan tiga aktor berbeda. Spiderman pertama kali diproduksi 2002 sejak diputar beroleh sambutan penonton di berbagai negara belahan dunia.

Pun Spider-Man lanjutannya yang dirilis hampir dua tahun sekali setiap kali putar di bioskop kelas premium kota besar selalu mendapat respons tinggi. Penonton muda berbondong menonton film yang menyuguhkan cerita laga dan menghibur ini.

Sekuel Spiderman yang muncul di bioskop diputar ulang oleh televisi swasta, malah Netflix dapat ditonton jika ada yang belum pernah menyaksikan film yang digandrungi jutaan orang.

Hanya saja jika ingin menelusur alur cerita Spider-Man perlu menyaksikan Spiderman pertama sampai terakhir yang saat ini sedang diputar di layar publik dunia dan publik nusantara sangat antusias menonton Spide-Man. Beberapa waktu sebelum rilis Spider-Man No Way Home (kedelapan) promosinya membahana di kota besar.

Logo sosok orang muda berkostum merah berkombinasi hitam dan berjongkok sambil angkat tangan ke belakang atau membungkuk seolah hendak bergerak menghiasi dan memenuhi bioskop papan atas saat hendak memasuki pembelian tiket (karcis).

Demikian pula di plaza kelas menengah atas di lantai tertentu terlihat lukisan atau gambarnya sebagai media promosi dan peluncuran pemutaran perdananya. Di bioskop papan atas kota besar orang (manusia) yang meniru gaya sembari memakai kostum Spider-Man menerima dan menghibur pengunjung yang sedang antri membeli tiket.

Memasuki awal tahun 2022 Spider-Man sebagai salah satu film terlaris yang banyak ditonton kaum muda perkotaan. Kaum muda yang berstatus mahasiswa, pegawai kantor, pengusaha muda atau juga orang tua yang menggandeng anak atau cucu bawah sepuluh tahun terlihat meramaikan pemutarannya.

Layaknya produksi Columbia Pictures – Marvels Studios yang acap menghasilkan film laris, Spider-Man dengan cepat menyabet hati penonton. Bioskop dipadati pengunjung, di waktu tertentu kehabisan tiket.

Orang (generasi) muda rela antri membeli tiket (karcis) menonton film ini. Spider-Man menyihir orang muda bahkan berusia dewasa. Saat ini film yang dibintang salah satunya Tom Holland ini sangat populer di kalangan urban terutama anak dan kaum muda.

Sejak diproduksi logo, kostum, busana atau juga sablon laba-laba yang berwarna merah bercampur hitam selalu terpajang di ruang publik, dipakai mulai dari anak sampai orang dewasa.

Spider-Man begitu mendunia menyihir anak dan kaum muda menggunakan simbol manusia laba-laba ini dalam kehidupan keseharian yang tidak terlepas dari injeksi kapitalisme dan media sosial. Popularitas Spider-Man jauh melebihi Superman dan Batman yang mulanya dikenal di televisi mulai tahun 1970-an.

Sihir Spider-Man merupakan fenomena kultural berkoneksi dengan budaya popular yang disuntikkan industri film mancanegara ke seluruh tubuh anak dan kaum muda perkotaan.

Ia menjadi ikon dan simbol budaya industri film yang menghipnotis kaum urban dan menjadi daya pikat jika sosok Spider-Man disertakan dalam peristiwa sosial besar yang melibatkan banyak orang guna menarik partisipasi mensukseskan sebuah program nasional.

Dalam acara nasional vaksinasi murid sekolah yang akan mempersiapkan pertemuan tatap muka seorang menyerupai dan mematutkan diri sebagai Spiderman digunakan untuk mempersuasi, mengajak dan memengaruhi murid sekolah mengikuti program vaksinasi.

Orang yang menyerupai Manusia Laba-Laba hilir mudik berkelakar menyambangi dan menghibur murid sekolah sebelum jarum suntik vaksinasi menusuk tubuh. Suasana dibuat gembira agar murid sekolah tidak cemas.

Dengan demikian program vaksinasi berjalan lancar. Makin besar jumlah penduduk divaksin makin kuat daya tahan tubuh dari serbuan virus korona.

Sebenarnya program vaksinasi murid sekolah dengan memakai aneka media sebagai penarik vaksinisasi cukup efektif mengundang orang. Namun media penarik yang digunakan menyemarakkan dan merileksasi vaksinasi tidak harus Manusia Laba-Laba tiruan.

Jika simbol Manusia Laba-Laba yang menjagat digunakan sebagai instrumen penarik program memerlihatkan secara kasat mata semakin menguatnya gempuran budaya popular sokongan korporasi industri film ke jantung masyarakat.

Bangsa

Menggunakan simbol budaya popular dapat menggedor khalayak berpartisipasi untuk keberhasilan sasaran program. Tetapi jika ini dipakai sebagai cara menarik orang berpartisipasi dalam kegiatan dapat menyebabkan makin tergusurnya keterkenalan simbol lokal (tempatan) menjadi daya tarik program yang sedang dijalankan. Telinga murid sekolah makin dekat dengan simbol budaya modern yang kapitalistik.

Sama seperti generasi (kaum) muda yang tereksposur teknologi digital lebih akrab dengan artis atau selebriti dunia atau pemimpin negara asing ketimbang pemimpin bangsa yang masa mudanya menjadi pendiri republik.

Saat ini kaum (generasi) muda lebih dekat dengan artis atau selebriti negeri Barat dan sesudah K-Pop dan drama Korea Selatan yang mendunia memborbardir televisi swasta dan jaringan televisi berbayar Netflix tidak saja kaum muda juga para emak-emak di rumah saban harinya menonton drama Korea Selatan.

Karena setiap hari berkomunikasi dengan artis Korea Selatan banyak yang mengidolakan artis dan selebriti dari negeri ginseng ini. Sama seperti Spider-Man, artis drama Korea sangat membumi di khalayak penonton televisi.

Bukan tidak mungkin manakala pandemi global korona menurun artis dan slebriti Korea Selatan akan diundang menjadi bintang tamu dalam peristiwa besar. Seperti halnya Spider-Man tiruan diturunkan menjadi penghibur atau penarik vaksinasi murid sekolah.

Sebenarnya bangsa ini mempunyai sosok otentik, imajiner dan sosok rekaan (tiruan) untuk ditampilkan dan dimunculkan dalam penyelenggaraan pertemuan, penyampaian pesan atau promosi program strategis agar lebih mudah diterima masyarakat.

Juga guna penyampaian pesan kebangsaan, promosi perdamaian, penyampaian kesatuan dan persatuan, tolerasi, harmonisasi, menggelorakan spirit kebangsaan dan mengutip kata bijak bestari untuk keutuhan republik tercinta dapat menggali dari para ide, gagasan dan pemikiran bapak (pahlawan) bangsa.

Atau menemukenali sosok-sosok cemerlang, berprestasi dunia, berpendidikan, berkarya gemilang, berdedikasi untuk masyarakat luas, entah itu artis, pebisnis, pemikir bangsa, pekerja demokrasi, intelektual dan sebagainya untuk menjadi sosok figur penyemangat dan penginspirasi yang mampu menyihir publik berpartisipasi dalam pensuksesan program strategis.

Bangsa ini mengabadikan seratus enam puluhan pahlawan nasional. Setiap provinsi mempunyai pahlawan nasional yang terdiri dari beberapa kategori mulai dari masa kolonial sampai perang kemerdekaan.

Pahlawan nasional berasal dari tokoh lokal yang perjuangannya menasional. Ada pahlawan nasional berasal dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Papua, Kalimantan, Bali dan sebagainya. Malah jumlah ini akan terus bertambah sesuai kebutuhan masyarakat menyalonkan pahlawan daerahnya ke pemerintah pusat.

Meski mempunyai ratusan pahlawan bangsa namun ide, gagasan dan pemikiran brilian yang tersebar di hampir seluruh daerah di jagad nusantara tidak pernah ditata dengan baik menjadi panutan bangsa.

Ide, gagasan dan pemikiran pahlawan bangsa atau sosok cermerlang hanya terdokumentasi dalam bentuk tulisan, rekaman, catatan dan buku, tetapi tidak pernah digali intisarinya atau dicari sosoknya tiruannya untuk ditampilkan dalam berbagai kegiatan di sekolah dan kampus.

Sehingga bangsa besar ini dianggap tidak memiliki tokoh inspirasional sebagai penarik dan motivator dalam aktifitas kaum terpelajar.

Hal ini menyebabkan pencarian sosok rekaan (tiruan) untuk menarik, menggugah dan mengajak publik berpartisipasi dalam menopang program strategis selalu berpaling ke sosok negara lain di luar batas geografis wilayah Indonesia. Inilah yang menjadi penyebab terkikis dan melorotnya semangat kebangsaan.

Penulis adalah Guru Besar Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

  • Bagikan