Oleh Feri Irawan, S.Si.,M.Pd
‘Sejarah mencatat pada tahun 2016, FIFA pernah menjatuhkan sanksi terhadap Timnas Indonesia buntut konflik antara PSSI dengan pemerintah lewat Kemenpora. Dampak pembekuan dari FIFA membuat Timnas Indonesia tidak bisa mengikuti kualifikasi piala dunia 2018 dan kualifikasi piala Asia 2019, serta batalnya berlaga dan menjadi tuan rumah piala AFF’
Harus kita akui, sepakbola menjadi olahraga paling populer di muka bumi ini. Sepakbola tidak sesederhana sebuah olahraga semata, sepakbola punya dunianya sendiri dengan gerakan sosial, budaya bahkan intrik politik yang terbangun dalam sejarah panjangnya.
Sudah berapa juta anak di Dunia ini yang bermimpi menjadi pemain sepakbola profesional. Jutaan lainnya menggantungkan hidup pada sepakbola dan jutaan berikutnya sepakbola dianggap identitas atau harga diri sebuah kota atau negara yang patut diperjuangkan.
Sejak dulu, sepak bola memang identik dengan politik.
Teranyar, Piala Dunia Qatar 2022 juga sarat muatan politik. Mulai dari aksi Timnas Jerman tutup mulut, pemain-pemain Iran yang tidak menyanyikan lagu kebangsaan, sampai penonton yang memasuki lapangan membawa bendera Palestina.
Sepakbola dapat menjadi force for good bukan hanya untuk senang-senang saja. Tapi juga mengubah nasib suatu kaum atau negara. Ini bukan berarti sepak bola tidak luput dari praktek buruk politik seperti rasisme, dan kasus korupsi yang menjerat FIFA.
Harus diakui, suka atau tidak suka, sepak bola yang banyak menghimpun massa merupakan panggung politik. Sukar untuk menarik garis pemisah di antara keduanya. Bukankah olahraga yang sudah menjadi industri ini merupakan salah satu alat dari politik globalisasi?
Makanya pembatalan drawing piala Dunia U20 2023 di Bali yang seharusnya Jumat (31/3), juga tidak terlepas unsur politik. Apalagi menjelang pemilukada serentak 2014 di negeri ini, tentu gelaran ini menjadi momentum yang tepat untuk ‘bersuara’ menunjukkan identitas diri, kelompok, atau partai politik sekalipun dengan penguatan argumen masing-masing.
Ya, seperti beberapa insan politik Indonesia yang menolak kehadiran Timnas Israel di Indonesia. Ada Gubernur Bali I Wayan Koster yang beralasan penjajahan Israel terhadap Palestina yang sampai saat ini belum tuntas. Hal senada Partai Keadilan Sejahtera juga menolak akibat dari rentetan aksi keji yang kerap dilakukan negara itu terhadap bangsa Palestina. Diperkuat lagi sampai detik ini belum terjalin hubungan diplomatik dengan Israel.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menolak dengan alasan perwujudan komitmen bersama dalam upaya kemerdekaan palestina sesuai amanat Presiden pertama, Soekarno. Dan PDIP Menolak dengan dasar komitmen solidaritas terhadap perjuangan bangsa Palestina atas perlawanan menghadapi aneksasi, penjajahan dan pembunuhan yang terus dilakukan Israel terhadap bangsa Palestina.
Sesuai regulasi, partisipasi Israel dalam turnamen piala Dunia U20 ini telah sesuai dengan aturan FIFA, dan tidak serta merta melunturkan dukungan Indonesia bagi perjuangan bangsa Palestina. Terkini, penolakan terhadap Israel menyebabkan Piala Dunia U20 batal digelar di Indonesia. Pertanyaannya, apakah Indonesia mendapat sanksi FIFA? Menurut analisa, kecil peluang Indonesia dijatuhkan sanksi.
Alasannya, Indonesia merupakan pasar sepakbola paling strategis di Asia bahkan dunia. Namun, bagaimana jika sanksi FIFA tetap dijatuhkan?
Bila sanksi dijatuhkan, ini akan membuat Timnas Indonesia di semua level tidak boleh ikut serta dalam ajang sepakbola Internasional seperti piala Asia hingga piala Dunia. Apalagi saat ini, Indonesia mengajukan penawaran untuk jadi tuan rumah piala Dunia 2034. Padahal saat ini Timnas Indonesia sedang dalam perkembangan yang luar biasa.
Dampak lainnya, kehadiran liga Indonesia tak akan diakui FIFA. Efek dominonya berdampak kepada perangkat pertandingan dalan negeri, seperti pemain, pelatih, wasit, hingga official, yang terancam kehilangan pekerjaannya, meski sudah punya lisensi internasional.
Sejarah mencatat pada tahun 2016, FIFA pernah menjatuhkan sanksi terhadap Timnas Indonesia buntut konflik antara PSSI dengan pemerintah lewat Kemenpora. Dampak pembekuan dari FIFA membuat Timnas Indonesia tidak bisa mengikuti kualifikasi piala dunia 2018 dan kualifikasi piala Asia 2019, serta batalnya berlaga dan menjadi tuan rumah piala AFF.
Menilik ke belakang, tahun 1957, Indonesia pun pernah menolak bertanding dengan Israel dalam kualifikasi Piala Dunia 1958. Lagi-lagi alasan politik menjadi dasar penolakan tersebut. Akhirnya, FIFA mencoret Indonesia dari kualifikasi Piala Dunia 1958. Indonesia dianggap mengundurkan diri karena gagal menyelenggarakan laga kontra Israel dengan alasan politik.
Kembali terulang di tahun 1964, saat itu keanggotaan Indonesia di Komite Olimpiade International (IOC) ditangguhkan dan Indonesia dilarang tampil di Olimpiade 1964. Disebabkan Indonesia menolak Israel karena bebijakan pro-Arab sebagai bagian dari perlawanan terhadap kolonialisme Israel terhadap Palestina.
Kita berharap semoga FIFA tidak menjatuhkan sanksi ke Indonesia. Bila nantinya sepakbola Indonesia benar-benar dijatuhkan sanksi, tentu ini akan menjadi momentum penting sepak bola Indonesia untuk berbenah. Dalam posisi seperti ini, pemerintah bisa mengintervensi dan melakukan perubahan radikal sehingga sepak bola Indonesia menjadi lebih baik.
Penulis adalah Kepala SMKN 1 Jeunieb.
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.