Relokasi Pemukiman Korban Banjir Mandina

  • Bagikan

Relokasi pemuukiman memiliki arti penting dalam penanganan bencana alam karena tujuan dari relokasi ini sendiri adalah untuk mencegah terjadinya korban lebih besar baik korban harta benda ataupun korban jiwa pada lokasi yang dikhwatirkan pada masa mendatang berpotensi terjadi bencana

Dijelaskan Presiden Joko Widodo dalam Rakornas BNPB di Istana Negara hari Rabu (3/3/2021), Indonesia menduduki ranking tertinggi baik untuk rawan bencana hidrometeorologi maupun geologi. Jumlah penduduk yang besar membuat bencana itu berisiko menimbulkan banyak korban.

Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), total bencana yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia sepanjang tahun 2020 yang lalu mencapai 3.253 bencana. Jika dikalkulasi lebih jauh, maka ada sekitar 9 bencana yang terjadi di Indonesia setiap harinya.

Bencana merupakan kejadian akibat peristiwa alam atau karena perbuatan orang, yang menimbulkan perubahan sifat fisik dan atau hayati pesisir, dan mengakibatkan korban jiwa, harta, dan atau kerusakan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (dalam UU No.27 tahun 2007).

Bencana alam dapat mengakibatkan terganggunya ketenangan dan pola hidup. Dalam hal tertentu, bencana alam menghancurkan harapan hidup dengan menghilangkan sebagian atau semua kekayaan baik berbentuk benda hidup, seperti anggota keluarga, ternak dan tanaman, mampu benda mati seperti rumah, pekarangan, ladang, dan sawah tempat menggantungkan hidup.

Bencana banjir hampir setiap musim penghujan melanda Indonesia. Berdasarkan nilai kerugian dan frekuensi kejadian bencana banjir terlihat adanya peningkatan yang cukup berarti. Kejadian bencana banjir tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor alam berupa curah hujan yang tinggi, permukaan tanah lebih rendah dibandingkan muka air laut.

Di samping itu faktor ulah manusia juga berperan penting seperti penggunaan lahan yang tidak tepat (pemukiman di daerah bantaran sungai, di daerah resapan, penggundulan hutan, dan sebagainya), pembuangan sampah ke dalam sungai, pembangunan permukiman di daerah banjir dan sebagainya (Sukandarrumidi, 2010).

Bencana alam merupakan peristiwa alam yang menimbulkan mitigasi atau resiko atau bahaya bagi kehidupan manusia. Di Indonesia berbagai bencana alam seperti banjir, gempa bumi, tsunami, gerakan tanah, angin kencang, kebakaran hutan, dan lain-lain sudah sering terjadi.

Akibat yang ditimbulkan dari bencana tersebut adalah kerugian berupa jiwa maupun harta benda manusia dan kerusakan terhadap lingkungan. Potensi terhadap bencana masa datang masih cukup besar dan mungkin akan bertambah jenisnya. Seperti pengaruh perubahan penggunaan lahan dari hutan atau pertanian menjadi permukiman, maupun penentuan lokasi kawasan permukiman yang tidak sesuai.

Mandailing Natal (Madina) merupakan salah satu daerah yang sering mengalami bencana alam. Dari total 514 kabupaten dan kota di Indonesia yang terdiri dari 416 kabupaten dan 98 kota pada Jumat (17/12/2021), akibat curah hujan yang tinggi, sejumlah desa atau kelurahan di 16 kecamatan di Mandina dilanda banjir dan longsor, ribuan bangunan terendam.

Setidaknya 16.446 jiwa dari tujuh kecamatan terpaksa mengungsi. Terbanyak dari Kecamatan Natal sekitar 8.000 jiwa. Bencana ini juga merendam ribuan unit rumah dan fasilitas umum.

Dari beberapa desa yang terkena banjir tersebut seperti desa lubuk Kapundung I, Lubuk Kapundung II dan Desa Hutaimbaru Kecamatan Muara Batang Gadis menurut informasi dari Teguh W Hasahatan Nasution, Anggota DPRD Madina, merupakan langganan banjir.

Pihak desa menyiapkan 12 hektare lahan yang selalu aman dari banjir untuk pemukiman baru. Artinya merelokasi pemukiman dari daerah yang selalu banjir menjadi aman dari banjir.

Apa Itu Relokasi Pemukiman ?

Secara harfiah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) relokasi diartikan sebagai pemindahan tempat atau pemindahan dari suatu lokasi ke lokasi lain. Jika dikaitkan dalam konteks perumahan dan permukiman, relokasi dapat diartikan pemindahan suatu lokasi permukiman ke lokasi permukiman yang baru.

Menurut Kementerian Pekerjaan Umum (2010) (sekarang Kementerian PUPR), relokasi adalah upaya pemindahan sebagian atau seluruh aktivitas berikut sarana dan prasarana penunjang aktivitas dari satu tempat ke tempat lain guna mempertinggi faktor keamanan, kelayakan, legalitas pemanfaatan dengan tetap memperhatikan keterkaitan antara yang dipindah dengan lingkungan alami dan binaan di tempat tujuan. Relokasi merupakan bagian dari permukiman kembali (resettlement) di lokasi yang baru di luar kawasan rawan bencana.

Hasrul Hadi pada Jurnal Geodika Vol. 1, No. 1, Hal. 1-64, menetapkan beberapa ketentuan dasar yang harus diperhatikan dalam kegiatan relokasi permukiman, yaitu: 1. Relokasi dilakukan dengan tetap mempertimbangkan tautan keseharian dan keberlanjutan yang dipindah dengan segala kondisi fisik dan non fisik serta penduduk di tempat tujuan kepindahan.

  1. Relokasi mempertimbangkan bahwa penerima dampak relokasi merupakan pihak yang dinilai rentan (vulnerable person) maka dalam pelaksanaan relokasi harus mengikuti beberapa prinsip-prinsip sebagai berikut:

1) Pemindahan bersifat sukarela Kegiatan pemindahan atau relokasi ini merupakan kegiatan pemindahan sukarela berdasarkan kesadaran dan kesepakatan bersama untuk mengurangi risiko bencana.

2) Penerima dampak mendapatkan penghidupan yang setara atau lebih baik dari sebelum relokasi. Dalam hal ini penerima dampak relokasi harus mendapatkan akses sumber daya alam, lahan, rumah dan infrastruktur, paling tidak mempunyai kualitas yang sama sehingga mampu memulihkan, bahkan meningkatkan tingkat pendapatannya dalam periode waktu yang signifikan.

3) Penerima dampak mendapatkan kompensasi penuh selama proses transisi Penerima dampak relokasi harus mendapatkan kompensasi, termasuk sejumlah pendapatan yang hilang akibat pemindahan.

4) Meminimalisir kerusakan jaringan sosial dan peluang ekonomi Sebaiknya lokasi relokasi tidak jauh dari lokasi asal sehingga tidak menimbulkan perubahan yang cukup signifikan bagi siklus kehidupan penerima dampak relokasi, termasuk diantaranya adalah jaringan sosial dan peluang ekonomi.

5) Memberikan peluang pengembangan bagi penerima dampak Penerima dampak harus menjadi pihak pertama yang mendapatkan manfaat dari setiap kegiatan relokasi termasuk kegiatan pembangunan dalam rangka relokasi.

6) Demokratis, parsipatoris, terbuka dan akuntabel Setiap pelaksanaan tahapan kegiatan relokasi dilaksanakan secara demokratis, partisipatoris, terbuka dan akuntabel. 7) Kemandirian dan keberlanjutan Penyelenggaraan kegiatan relokasi memperhitungkan dengan cermat kondisi pasca relokasi dan menjamin berjalannya proses menuju kemandirian dan keberlanjutan kehidupan dan penghidupan serta pengelolaan dan pengembangan lingkungan permukiman relokasi.

Pelaksanaan Relokasi

Relokasi memiliki arti penting dalam penanganan bencana alam karena tujuan dari relokasi ini sendiri adalah untuk mencegah terjadinya korban lebih besar baik korban harta benda ataupun korban jiwa pada lokasi yang dikhwatirkan pada masa mendatang berpotensi untuk terjadi bencana.

Dalam pelaksanaannya sendiri relokasi tidak bisa dilakukan begitu saja karena harus dilakukan kajian terlebih dahulu karena pada pelaksanaannya relokasi membutuhkan biaya yang sangat besar.

Apabila potensi bencana yang ada tidak terlalu besar dan dirasa masih bisa dilakukan upaya pencegahan, maka tidak perlu dilakukan relokasi. Namun apabila dirasa pada masa mendatang lokasi yang dimaksud mengkwatirkan dan rawan bencana setelah ditinjau dari berbagai aspek, perlu dilakukan relokasi secepatnya.

Penentuan lahan tujuan relokasi tidak bisa dilakukan dengan sembarangan karena harus melihat banyak faktor. Dalam hal ini harus dipastikan bahwa tujuan relokasi aman setelah ditinjau dari aspek.

Penentuan aman untuk lahan relokasi sama dengan analisa untuk mengetahui kawasan rawan bencana longsor. Setelah dilakukan analisa lahan rawan bencana longsor, akan diketahui pula kawasan amana yang aman dari ancaman bencana longsor.

Penentuan ini juga harus melihat peraturan pemerintah yang ada antara lain dengan melihat RTRW setempat apakah lokasi yang dimaksud bisa dikembangkan menjadi kawasan terbangun atau tidak.

Perlu juga untuk mengetahui lahan yang clean and clear dari Pemerintah setempat untuk memastikan tidak akan terjadi permasalahan di lahan yang bersangkutan di masa depan salah satunya adalah kemungkinan adanya sengketa dan permasalahan lain.

Kriteria lokasi tujuan relokasi juga dapat dilihat dari aspek fisik yaitu luas lahan permukiman relokasi, jenis rumah yang akan dibangun adalah type 36, konstruksi bangunan, penyediaan jarngan listrik, drainasi, jaringan air bersih, persampahan sedangkan aspek sosial yaitu terdapat fasilitas umum dan sosial (sekolah, kesehatan, peribadatan) dan aspek ekonomi yaitu status kepemilikan lahan adalah hak milik.

Penutup

Mengingat seringnya terjadi bencana banjir di Mandailing Natal, khususnya yang terparah 5 tahun ini yang terjadi pada (17/12/2021), maka relokasi permukiman adalah sebuah keniscayaan yang harus segera dilakukan.

Dalam hal ini perlu sinergitas dan intensifitas tinggi dari pemerintah Kabupaten Mandailing Natal dengan masyarakat setempat dengan seiring juga melakukan upaya bersama untuk melakukan pencegahan tindakan-tindakan illegal yang bisa menyebabkan banjir lebih parah lagi di masa depan. Semoga. WASPADA

Penulis adalah Dosen Hukum Pemukiman Fakultas Hukum Universitas Medan Area.

  • Bagikan