Politik Uang Dan Konsekuensinya Bagi Rakyat

  • Bagikan
Politik Uang Dan Konsekuensinya Bagi Rakyat

PEMILIHAN Umum akan berlangsung tahun 2024, dan sesuai PKPU No. 3 tahun 2022 untuk pemilihan legislatif (Pileg) dan pemilihan presiden/wakil presiden (Pilpres) dilaksanakan 14 Februari 2024 dan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 27 November 2024.

Melihat jadwal pelaksanaan Pemilu 2024 tidak sampai setahun lagi, dan saat ini sejumlah bakal calon anggota legislatif kepala daerah dan calon presiden mulai melakukan sosialisasi bahkan menyusun timnya.

Berbagai cara biasanya dilakukan para kontestan Pemilu, mulai dari calon anggota legislatif, calon kepala daerah, yaitu calon gubernur dan wakil gubernur, calon bupati dan wakil bupati, serta calon wali kota dan wakil wali kota untuk meraih suara terbanyak.

Salah satu cara sangat rawan dilakukan oleh para kontestan Pemilu 2024 adalah praktik politik uang atau money politic. Basanya dilakukan para caleg, calon kepala daerah (gubernur, bupati dan wali kota) bersaing kekuatan uang untuk dipilih masyarakat atau pemilih.

Tidak tanggung-tanggung, untuk satu suara pemilih yang menerima undangan untuk memberikan hak pilihnya di TPS bisa mencapai Rp1 juta, dan ini sering terjadi pada Pilkada di daerah yang jumlah pemilihnya tidak sampai 200 ribu pemilih.

Yang menjadi persoalan, politik uang di Pemilu adalah menjadi kebiasaan, bahkan sudah seperti budaya untuk meraih suara rakyat harus dibeli dengan uang.

Akibatnya banyak para wakil rakyat terpilih di DPR, DPRD provinsi dan kabupaten, gubernur, bupati dan wali kota terpilih yang sudah mengeluarkan biaya besar untuk mendapatkan jabatannya pada akhirnya tersandung kasus korupsi dengan berbagai modus.

Mulai dari jual beli jabatan, fee proyek, memuluskan pembahasan anggaran adalah cara yang paling banyak dilakukan para caleg, gubernur, bupati dan wali kota untuk mengejar modal yang dikeluarkan.

Dampaknya, politik uang membuat banyak wakil rakyat, kepala daerah yang seolah mengabaikan tugas dan tanggung jawabanya memperjuangkan aspirasi rakyat, mengontrol kinerja pemerintah daerah, membangun daerah dan mensejahterakan masyarakatnya.

Mereka beranggapan, tugas untuk rakyat nomor sekian, karena tidak ada tanggung jawab moral kepada masyarakat, sebab suara masyarakat juga dibeli bukan diperoleh secara cuma-cuma atau karena dipilih dengan hati nurani.

Dalam konteks politik uang, masyarakat tidak boleh menuntut banyak kepada mereka yang sudah duduk di legislatif dan kursi kepala daerah, karena ada benarnya, suara yang mereka peroleh sudah dibayar tunai.

Karena itu di Pemilu 2024, masyarakat harus mulai membuka pikiran dan menggunakan hatinya untuk menghasilkan wakil rakyat, kepala daerah bahkan presiden dan wakil presiden yang benar-benar diyakini mampu berbuat untuk rakyat, bangsa dan negara Indonesia.

Masyarakat tinggal menentukan, suara dijual dengan konsekuensi menjadi penonton selama lima tahun atas ketidakberdayaan wakil rakyat, kepala daerah dan presiden yang dipilihnya karena bayaran. Atau memilih dengan cerdas, menggunakan hati untuk perubahan yang lebih baik. (Penulis adalah Jurnalis di wilayah Pematangsiantar)


Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

Politik Uang Dan Konsekuensinya Bagi Rakyat

Politik Uang Dan Konsekuensinya Bagi Rakyat

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *