Perubahan Kedua UU ITE

  • Bagikan
Perubahan Kedua UU ITE

Oleh Ria Nurvika Ginting, SH, MH

UU ITE yang sudah mengalami revisi dua kali ini memiliki celah untuk terjadinya kriminalisasi terhadap pihak-pihak yang dianggap tidak sejalan dengan rezim yang sedang berkuasa

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) berkolaborasi dengan TV Tempo menggelar diskusi publik pada hari Jumat, 11 Oktober 2024 lalu. Diskusi publik ini bertajuk Penguatan Perlindungan Hak Asasi Manusia dalam Perubahan Kedua Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Perubahan kedua ini terjadi karena adanya keberatan publik dengan penerapan aturan pidana pada UU sebelumnya. Beberapa pasal pun telah beberapa kali diajukan untuk di “judicial review” diantaranya pasal 27 ayat (3) mengenai penghinaan dan pencemaran nama baik dan pasal 28 ayat (2) mengenai penyebaran informasi yang menimbulkan kebencian, permusuhan dan unsur SARA.

Hal ini juga yang disampaikan oleh Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia Profesor Masduki yang hadir dalam agenda diskusi tersebut. Beliau mempertanyakan perihal perubahan kedua Undang-Undang ITE tersebut dan merasa kecewa karena perubahan kedua pada Undang-Undang tersebut bukan memperkuat perlindungan hak asasi manusia melainkan kontrol negara untuk mengatur kebebasan berekspresi di ranah digital. Hal ini terlihat dari masih tercantumnya tiga hal yang kontroversial dalam Undang-Undang ITE tersebut yakni soal hate speech, berita bohohng atau hoak serta pencemaran nama baik.

Pada kesempatan yang sama Pemimpin Redaksi Tempo Setri Yasra menyampaikan bahwa hampir setiap pekan mereka mendapat mendapat surat keberatan pemberitaan. Keberatan itu dicantumkan paling atas dengan dasar UU ITE lalu UU Pers. Hal ini mendapat tanggapan dari Ketua Tim Hukum dan Kerja Sama Setditjen Aptika Josua Sitompul. Ia menyampaikan bahwa ada pengecualian yang tidak dianggap sebagai penghinaan jika pernyataan itu disampaikan untuk membela diri atau untuk kepentingan umum. Namun kembali lagi muncul pertanyaan “membela diri” dan “kepentingan umum” yang bagaimana?

Lemahnya UU ITE

Mengapa UU ITE ini tetap dinyatakan lemah dalam melindungi HAM terutama dari sisi hak berpendapat/berekspresi yang mana hal ini seharusnya dijamin dalam sistem Demokrasi yang diterapkan saat ini. Hal ini disebabkan karena setiap UU yang lahir dalam sistem Demokrasi merupakan produk buatan manusia. Sistem ini memberikan kewenangan penuh pada manusia untuk mengatur segala aspek dalam kehidupan sesuai dengan kehendaknya. Revisi yang terus terjadi pada UU produk manusia ini menunjukkan kelemahan dari UU tersebut sekaligus lemahnya akal manusia untuk menjangkau apa yang terbaik dalam mengatur kehidupannya.

Undang-undang (hukum) yang dibuat serta revisi-revisi nya sering digunakan oleh pihak tertentu untuk mendapatkan tujuan tertentu. Misalnya UU ITE yang sudah mengalami revisi dua kali ini memiliki celah untuk terjadinya kriminalisasi terhadap pihak-pihak yang dianggap tidak sejalan dengan rezim yang sedang berkuasa. Pihak itu bisa saja lawan politik (oposisi), aktivis-aktivis yang kerap mengkritisi dan bersuara vokal bahkan umat Islam pun selalu dijadikan pihak tertuduh atas tuduhan meghina pejabat atau merencanakan makar.

UU ITE yang merupakan produk hukum dalam sistem demokrasi ini pada akhirnya dianggap hanya sebagai alat untuk mengontrol kebebasan berpendapat/berekspresi di dunia digital seperti yang disampaikan Profesor Madsuki. Inilah wajah asli demokrasi yang dilahirkan dari sistem Kapitalis-Sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan sehingga manusia diberikan wewenang untuk membuat aturan/hukum sendiri yang mana pada dasarnya manusia serba lemah dan terbatas yang tidak akan dapat menjangkau aturan yang bagaimana sesuai dengan fitrahnya. Sehingga, hukum/aturan yang dibuat tidak akan memberikan solusi tapi sebaliknya menyengsarakan manusia. Kesejahteraan dan keadilan dalam mengatur masyarakat hanya akan tegal dengan UU yang diatur sesuai dengan aturan Islam.

Produk UU Sistem Islam

Sistem Islam merupakan sistem yang berasal dari Sang Khaliq yakni Allah SWT. Sehingga yang berhak menetapkan aturan/hukum hanya Sang Khaliq. Islam tidak hanya mengatur ibadah ritual semata tapi mengatur seluruh lini kehidupan yang harus ditegakkan dan diterapkan dalam sebuah institusi yakni Daulah Khilafah sesuai dnegan apa yang dirinci dalam hukum Islam tentang sistem pemerintahan. Jika seluruh hukum syariat diterapkan maka kesejahteraan dan keadilan akan terwujud di tengah-tengah masyarakat dikarenakan UU yang terwujud akan jauh dari kepentingan.

Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan yang diterapkan hanya ada satu hukum yakni hukum syariat. Syariat ini juga akan diajalankan oleh penguasa yang bertaqwa yang yakin bahwa segala aktivitas nya akan diminta pertanggungjawaban diakhirat kelak sehingga muncul rasa khawatir dan takut jika menjalankan yang tidak sesuai dengan syariat.

Sebagaimana sabda Baginda Rasulullah SAW “Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan diminta pertanggungjawaban atas yang dipimpin” (HR. Bukhari). Islam juga menetapkan penguasa adalah pengurus urusan rakyat (periayah) dengan menerapkan Islam secara sempurna (kaffah). Penguasa adalah pemegang kekuasaan tertinggi sedangkan kedaulatan ada pada syariat. Hal ini yang memastikan tidak akan ada perubahan/revisi dalam UU atau aturan (hukum). Penerapan Syariat secara kaffah di seluruh lini kehidupan dalam institusi Daulah Khilafah akan menjamin kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh manusia (Muslim dan non-muslim) karena aturan tersebut berasal dari Sang Khaliq yang paling mengetahui hakikat ciptaan-Nya sehingga hanya Allah yang berhak membuat aturan bagi manusia.

Sistem Islam juga menetapkan bahwa partai, masyarakat hingga media memiliki hak untuk berperan dalam melakukan aktivitas muhasabah (mengoreksi kesalahan) sesama muslim hingga penguasa. Inilah yang disebut amar ma’ruf nahi munkar dalam QS. Ali Imran: 110. Bahkan Islam menetapkan bahwa amar ma’ruf nahi munkar pada penguasa sebagai perkara terbesar yakni mengoreksi kezaliman yang penguasa lakukan terhadap rakyatnya. aktivitas ini bahkan disebut oleh Rasulullah saw. sebagai jihad yang paling utama.

Bagaimana dengan media? Media dalam Islam memiliki peran strategis. Media hadir di tengah masyarakat untuk mencerdaskan dan sebagai penyalulr aspirasi rakyat. Selain itu, media juga memiliki peran sebagai akat muhasabah penguasa dan perangkat negara. Pengaturan media dan penyampaikan pendapat oleh rakyat dalam sistem Islam ditujukan untuk menegakkan keadilan dan menjaga agar seluruh aktivitas berjalan dalam koridor syariat yang diridhai Allah SWT. Demikianlah sistem Islam menetapkan hukum yang akan memberikan solusi terbaik untuk seluruh permasalahan hidup. Sudah saatnya kita kembali pada aturan yang sesuai fitrah kita yakni syariat yang berasal dari Sang Khaliq, Allah SWT.

Jadi kalau adapemberitaan laporan pertama masuk dan di dalam itu sangat detail karena mereka pakai lawyer. Salah satu yang paling atas adalah UU ITE, kemudian masuk UU Pers,”ungkap Setri. Menanggapi hal tersebut, Ketua Tim Hukum dan Kerja Sama Setditjen Aptika Josua Sitompul menyampaikan dalam perubahan UU ITE telah dipertegas bahwa ada pengecualian yang tidak dianggap sebagai penghinaan jika pernyataan itu disampaikan untuk membela diri atau untuk kepentingan umum.

Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia Profesor Masduki mempertanyakan perihal perubahan kedua UU ITE. Hal itu disampaikan saat diskusi yang terselenggara di Hotel Tentrem, Yogjakarta pada Jumat, 11 Oktober 2024. Ia mengaku kecewa karena perubahan kedua UU ITE ini bukan memperkuat perlindungan hak asasi manusia melainkan kontrol negara untuk mengatur kebebasan berekspresi di ranah digital.

Masduki menjelaskan ada tiga hal kontroversial yang masih tercantum dalam perubahan kedua ITE. Misalnya ada tiga diksi penting yang masih ada soal hate speech, berita bohong atau hoaks, kemudian kita tahu juga soal pencemaran mana baik, ini masih ada.

Penulis adalah Dosen FH-UMA.


Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

Perubahan Kedua UU ITE

Perubahan Kedua UU ITE

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *