Permainan Tradisional dalam Perpektif Psikologi Lintas Budaya

  • Bagikan
Permainan Tradisional dalam Perpektif Psikologi Lintas Budaya

Oleh: Aprilla Nasution, Via Fadilla, Mas Ulan Dyva, Raudhiatuz Zahra, Haikal Ramadhana, Syawalul Aga.
Dosen Pengampu : Mirza, S,Psi., M.Si

————————————-

Modernisasi yang terjadi akibat arus globalisasi yang berlangsung dengan cepat telah memberikan beberapa dampak. Salah satunya adalah budaya luar yang dengan mudahnya masuk ke dalam lingkungan masyarakat, yang kemudian mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, termasuk jenis permainan yang dimainkan oleh anak-anak. Permainan yang telah ada sejak dulu dan sering dimainkan, kini perlahan-lahan menghilang dan digantikan dengan permainan yang didominasi oleh penggunaan teknologi, seperti Mobile Legend, PUBG, dan game lainnya.


Bukti bahwa berbagai permainan tradisional perlahan menghilang dan tergantikan dapat dilihat dari lingkungan disekitar kita. Dimana, pada saat ini telah jarang terlihat anak-anak berkumpul di lingkungan luar untuk bermain bersama, dan jika ada kumpulan anak-anak tersebut lebih berfokus pada ponsel yang mereka mainkan. Penulis juga telah melakukan wawancara ke beberapa anak yang berada di sebuah sekolah dasar di Banda Aceh degan menanyakan beberapa permainan tradisional daerah Aceh, dan hasil yang ditemukan ialah seluruh anak-anak tersebut tidak megetahui bahkan baru mendengar nama permainan tradisional tersebut.


Permainan tradisional merupakan salah satu warisan budaya yang dimiliki di Indonesia.. Karena pada setiap permainan tradisional mengandung ciri khas dan nilai-nilai kearifan lokal dari setiap daerah yang ada di Indonesia. Suku Aceh sendiri memiliki banyak permainan anak yang berisikan nilai-nilai kebudayaan Aceh. Hasil penelitian pada psikologi perkembangan dan lintas budaya telah menunjukkan bahwa nilai dan budaya yang dipegang oleh tiap suku berpengaruh terhadap perkembangan anak khususnya gaya kelekatan dan tempramen pada bayi.


Permainan tradisional tidak hanya menjadi sarana dalam menjaga nilai-nilai kebudayaan yang ada. Jika ditinjau dari sisi psikologis permainan tradisional bisa menjadi sarana stimulasi berbagai aspek perkembangan anak. Seperti pada permainan tradisional Aceh, anak dilatih untuk memiliki ketangkasan, melatih perkembangan motorik halus dan kemampuan berpikir kritis. Karena permainan tradisional membutuhkan aspek gerak seperti lari, loncat, keseimbangan dan keberanian yang sebetulnya ini akan merujuk pada kesehatan atau imunitas mereka.

Sedangkan dari aspek psikis juga dibutuhkan kejujuran, toleransi, kerjasama yang nantinya dari aspek-aspek tersebut akan membentuk karakter anak yang seimbang dan proporsional (Yudiwinata & Handoyo, 2014). Permainan tradisional mempunyai nilai-nilai yang terlihat sederhana tetapi sangat penting bagi kehidupan anak kedepannya.
Terdapat banyak jenis permainan tradisional yang berasal dari berbagai suku di Aceh (Sufi et al., 1998). Berikut akan dijelaskan secara singkat beberapa permainan tradisional masyarakat Aceh.

Kapai-Kapai Inggre’h
Permainan ini dijumpai pada etnis Aceh dan etnis Aneuk Jamee di Kabupaten Aceh Selatan. Kapai-kapai Inggre’h dalam bahasa Indonesia artinya Kapal-kapal lnggris. Permainan ini umumnya dilakukan pada malam hari ketika bulan purnama. Jumlah pemain berkisar 5 sampai 6 orang, berusia antara 8 sampai 12 tahun. Jalannya permainan yaitu ketika pemain telah berkumpul maka dilakukan pemilihan seorang wasit atau juri diantara mereka.

Selanjutnya, ditetapkan salah satu diantara pemain untuk menebak siapa orang yang ditutup dengan kain oleh juri. Kemuclian, setelah orang yang ditebak di tutup dengan kain maka sipenebak mulai menebak siapa yang berada di dalam sarong tersebut.

Meuen Geuti
Permainan ini tidak membutuhkan perlengkapan banyak, banya biji-bijian seperti biji Melinjo dan biji asam jawa Jika biji-biji tersebut tidak ada maka diganti dengan batu kecil. Sebelum permainan dimulai terlebih dahulu diadakan perjanjian seperti menentukan jumlab point yang akan dimainkan, besarnya taruhan serta menentukan urutan pemain. Setelah biji atau batu ditabur di lapangan permainan dan berserakan, maka mulai di geuti ( tengki).

Setiap pasang yang ditengki bisa dianggap sah apabila biji atau batu tidak mengenai satu pasang, tidak menyentuh biji ketiga, tidak menggoyangkan biji yang lain seandainya biji tersebut letakilya berdempetan, dan mempunyai jarak (setiap biji yang ingin ditengki) sekurang-kurangnya bebas dimasuki jari kelingking pemain dan tidak t.ersentuh

Gegendi
lstilah ini berasal dari bahasa Gayo yang artinya adalah tiruan bunyi hentakan kaki ke tanah. Seseorang yang berjalan di muka orang lain dan tepat dihadapan orang tersebut kaki dihentakkan ke tanah artinya sama dengan mengajak orang tersebut berkelahi. Apabila seseorang tua menasehati anak dan kemudian temyata anak tersebut menghentakkan kakinya adalah sama artinya “jangan dinasehati aku”.

Jika hentakan kaki orang dibalas dengan hentakan berarti perkelahian akan terjadi. Bunyi hentakan kaki di tanah ini adalah “gedi, gedi, gedi”. Karena hentakan kaki tidak hanya sekali, maka bunyinya menjadi “gegedi, gegedi, gegedi”.

Galumbang
Galumbang adalah permainan masyarakat Simeulu yang sangat digemari. Permainan. Dalam permainan ini gerakan-gerakan yang dilakukan hampir sama dengan olah raga bela diri pencak silat. Dimainkan secara beregu tanpa menggunakan alat, jadi hanya gerakan-gerakan. Permainan ini diiringi dengan canang sebagai alat musik, tetapi musik ini bukan merupakan keharusan dalam permainan galumbang.

Galumbang bukan hanya sekedar permainan ketangkasan tetapi telah berkembang sebagai pertunjukan kesenian rakyat, maka para pemainnya dilengkapi dengan kostmn berwama serba hitam.
Sepak Raga
Sepak raga adalah jenis permainan yang mengandalkan kaki, sampai sebatas lutut, untuk menyepak raga (bola) yang terbuat dari rotan. Permainan ini pertama kali digalakkan oleh para penguasa pada masa itu yang sering kali melihat masyarakat menghabiskan waktu senggang setelah masa panen dengan percuma. Untuk memanfaatkan waktu senggang tersebut kemudian penguasa memperkenalkan permainan sepak raga.

Permainan Tradisional dalam Perpektif Psikologi Lintas Budaya

Refernsi:
Sufi, R., A, S., Wibowo, A. B., Wanti, I. D., Widarni, E., Djuniat, Seno, Setiawan, I., & Wahyuni, S. (1998). Keanekaragaman suku dan budaya di Aceh. Banda Aceh: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional.
Yudiwinata, H. P., & Handoyo, P. (2014). Permainan tradisional dalam budaya dan perkembangan anak. Paradigma, 02, 1–5.



Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

Permainan Tradisional dalam Perpektif Psikologi Lintas Budaya

Permainan Tradisional dalam Perpektif Psikologi Lintas Budaya

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *