Scroll Untuk Membaca

Opini

Peran Cendekiawan Untuk Masa Depan

Peran Cendekiawan Untuk Masa Depan

Oleh Zulkarnain Lubis

Dengan karakteristik kecendekiawanan yang ada pada masyarakat kampus, setidaknya warga kampus memiliki tanggung jawab penting yaitu menjadi jembatan antara sains dan masyarakat, menggunakan pengetahuan mereka untuk menciptakan masa depan yang lebih baik bagi semua

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Peran Cendekiawan Untuk Masa Depan

IKLAN

Ada tiga terminologi yang sering dikaitkan tentang seseorang yang memiliki keilmuan, yaitu ilmiawan, ilmuwan, dan cendekiawan. Meskipun ketiganya susah dibedakan dan tidak terlalu penting untuk membedakannya, per defenisi bisa saja dikatakan bahwa ilmiawan adalah orang yang menghasilkan atau memproduksi ilmu pengetahuan atau orang, sedangkan ilmuwan atau dalam bahasa Inggris disebut scientist adalah (i) orang yang ahli atau memiliki banyak penguasaan mengenai suatu ilmu, orang yang berkecimpung dalam ilmu pengetahuan, (ii) orang yang menggali, menguasai, mengembangkan, dan menerapkan ilmu pengetahuan dan/atau teknologi demi mencari kebenaran serta meningkatkan kesejahteraan, harkat, dan martabat manusia, (iii) orang yang memiliki keahlian atau melakukan penelitian dalam bidang ilmu pengetahuan tertentu.

Sementara itu, cendekiawan atau intelektual adalah orang yang menggunakan kecerdasannya untuk bekerja, belajar, menggagas, serta mempertanyakan dan menjawab persoalan tentang berbagai gagasan. Kata “cendekiawan” sendiri berasal dari chanakya.

Seorang cendekiawan adalah pemikir yang sentiasa berpikir dan mengembangkan serta menyumbangkan gagasannya untuk kesejahteraan masyarakat, mempergunakan ilmu dan ketajaman pikirannya untuk mengkaji, menganalisis, merumuskan segala perkara dalam kehidupan manusia, untuk mencari kebenaran dan menegakkan kebenaran itu. Cendekiawan adalah seseorang yang mengenali kebenaran dan juga berani memperjuangkan kebenaran itu, meskipun menghadapi tekanan dan ancaman, terutama sekali kebenaran, kemajuan, dan kebebasan untuk rakyat.

Seorang cendekiawan bukan hanya berpikir tentang kebenaran, tetapi harus menyuarakannya apapun rintangannya. Cendekiawan memiliki sikap hidup yang terus menerus meningkatkan kemampuan berpikirnya untuk dapat mengetahui atau memahami sesuatu secara keseluruhan.

Seorang cendekiawan yang benar tidak boleh netral dan harus memihak kepada kebenaran dan keadilan. Seorang cendekiawan tidak boleh menjadi cendekiawan bisu, kecuali dia benar-benar bisu atau dibisukan, apalagi menjadi cendekiawan yang menjadi bisu karena takut atau memiliki kepentingan sehingga “membisukan diri”. Namun hal yang lebih parah dari sekedar menjadi cendekiawan yang membisukan diri adalah cendekiawan palsu yang mengelabui mata dan pikiran rakyat dengan kebenaran palsu melalui penyelewengan fakta dan pernyataan keliru.

Jadi, dari penjelasaan di atas, tidak semua ilmiawan adalah ilmuwan, tidak pula semua ilmuwan adalah cendekiawan, akan tetapi hampir semua cendekiawan adalah sekaligus ilmiawan atau ilmuwan, kecuali cendekiawan palsu dan cendekiawan yang tidak bisu tapi bisu. Dengan demikian yang lebih diharapkan perannya dalam menata kehidupan di masa depan adalah para cendekiawan, bukan semata-mata ilmiawan dan bukan sekedar ilmuwan, tetapi ilmiawan dan ilmuwan yang menunjukkan karakteristik kecendekiawanan.

Peran Cendekiawan

Sejarah mencatat bahwa cendekiawan selalu hadir di dalam lingkaran utama dan menjadi penggerak bersama dengan aktor-aktor lain saat terjadinya perubahan besar, termasuk di Indonesia. Kekuatan yang dimiliki oleh cendekiawan dalam memberi kontribusi untuk sebuah perubahan baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama melalui komunitas dan organisasi, antara lain adalah (i) kekuatan moral, kekuatan gagasan, dan kekuatan perekat. Kekuataan moral maksudnya adalah cendekiawan harus menjadi kekuatan moral, dengan tidak berdiam diri dan tidak netral ketika ada ketidakbenaran, kekeliruan, dan penyimpangan sehingga tampil di depan untuk mencari kebenaran, menegakkannya, dan memperjuangkannya.

Cendekiawan sebagai kekuataan moral penting untuk mengawal perjalanan sebuah bangsa dan negara termasuk di Indonesia, supaya tetap sesuai dengan cita-cita luhur dan konstitusi yang dilakukan dengan cara elegan, santun dan konstitusional, serta didasari dengan rasa cinta kepada bangsa ini. Kekuatan gagasan maksudnya adalah cendekiawan dengan keilmuannya, dengan kemampuan berpikirnya, dengan ketajaman pikirannya dituntut untuk mengembangkan serta menyumbangkan gagasannya untuk kesejahteraan masyarakat dan kehidupan manusia.

Kehadiran cendekiawan harus menjadi bagian dari solusi yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah kebangsaan dan bernegara dengan memberi saran yang jujur untuk kepentingan bangsa dan negara. Kekuatan perekat maksudnya adalah agar cendekiawan, dengan keluasan wawasannya, dengan kemampuan bernegosiasi dan berdiplomasi, dengan kemampuan komunikasinya, dengan kematangan keilmuan yang dimiliki, dan dengan objektivitas yang ada pada dirinya mampu menjadi penengah dan menjembatani perbedaan pendapat, perselisihan, dan perpecahan, sehingga bisa menjadi perekat di antara berbagai pihak. Cendekiawan perlu menjadi jembatan penghubung dan menjadi tali pengikat terhadap keragaman dan keberagaman yang ada.

Selain ketiga kekuatan di atas, kekuasaan ilmu ada pada ilmuwan dan cendekiawan mengharuskannya mempunyai landasan moral yang kuat, karena ilmu dan moral memiliki keterkaitan yang kuat. Ilmu bisa jadi malapetaka kemanusiaan jika seseorang yang memanfaatkannya tidak bermoral atau tidak mengindahkan nilai-nilai moral yang ada. Sebaliknya, imu akan menjadi rahmat bagi kehidupan manusia jika dimanfaatkan secara benar dan tepat, tentunya dengan tetap mengindahkan aspek moral.

Karena itu, seorang cendekiawan harus senantiasa memiliki kesadarannya sebagai makhluk dari Sang Pemilik Alam, yang juga sebagai Al-’Ilmi atau Al Alim atau Sang Pemilik Ilmu dan patuh terhadap “pesuruh-NYA” di muka bumi ini. Cendekiawan harus sadar bahwa ilmu pengetahuan yang dikuasainya hanya bagian yang sangat kecil yang diberikan oleh Allah swt, Sang Pemilik Ilmu. Jadi setiap ilmuwan dana cendekiawan harus merasa terikat dengan ketentuan-ketentuan yang berasal dari Pemilik Ilmu serta Pemilik Jagad Raya dan segala isinya.

Kampus Dan Kecendekiawanan

Kampus adalah tempatnya para ilmiawan dan ilmuwan, namun diharapkan para warga kampus yang memiliki kepakaran dan keilmuaan tinggi, tidak cukan hanya menjadi ilmiawan ataupun ilmuwan tetapi harus menjadi cendekiawan yang bukan sekedar mengandalkan olah pikir tapi juga melakukan olah rasa dan olah hati dan peka terhadap apa yang terjadi di sekitarnya. Oleh karena itu, kampus idealnya adalah tempat lahirnya para ilmiawan dan ilmuwan yang memiliki karakteristik kecendekiawaan.

Untuk itu, otonomi kampus perlu Kembali digalakkan dan lebih diberi ruang yang menekankan pada kemandirian dan kebebasan akademik. Ikhtiar-ikhtiar akademik diharapkan akan melahirkan kreativitas dan produktivitas gagasan (nilai-nilai, pengetahuan dan teknologi) untuk menjaga alam semesta, untuk kemanusiaan, untuk keagamaan, dan untuk kepentingan dan kenegaraan. Dengan itu, kampus perlu kembali hadir sebagai pusat gagasan dari deretan para ahli atau pakar yang selalu dinanti, dicari, dan dirujuk oleh publik bahkan oleh negara.

Gagasan-gagasan yang berdimensi kecendekiawanan sangat diharapkan lahir dari kampus sebagai bukti bahwa kampus mengerti, peduli, dan menawarkan solusi terhadap berbagai persoalan masyarakat. Hal ini sekaligus untuk mematahkan anggapan yang entah betul atau tidak, entah sadar atau tidak, tapi bahwa saat ini disinyalir telah terasa gejala matinya kecendekiawanan atau kepakaran (the death of expertise). Karena itu, perlu kembali diwujudkan kampus yang demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai agama, nilai budaya, kemajemukan, persatuan, dan kesatuan bangsa, sehingga kampus tidak hanya sebagai lingkungan untuk mempersiapkan diri memasuki ataupun menciptakan lapangan kerja bagi mahasiswa, namun juga sebagai ingkungan untuk membangun karakter inklusif dan karakter yang sangat dibutuhkan bagi alam semesta yang semakin terjal dengan tatanan sosial yang sangat plural.

Dengan demikian, dengan karakteristik kecendekiawanan yang ada pada masyarakat kampus, setidaknya warga kampus memiliki tanggung jawab penting yaitu menjadi jembatan antara sains dan masyarakat, menggunakan pengetahuan mereka untuk menciptakan masa depan yang lebih baik bagi semua, persisnya dalam bentuk (i) tanggung jawab ilmiah untuk tetap memainkan peran penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan, (ii) tanggung jawab sosial untuk berperan penting dalam memecahkan masalah sosial serta mempromosikan keadilan, kesetaraan, dan keberlanjutan, (iii) tanggung jawab spiritual yang terkait dengan pencarian pengetahuan dan kebijaksanaan dengan pendekatan spiritual dan agama, (iv) tanggung jawab pedagogis untuk menjalankan pendidikan dan pengajaran serta menumbuhkan rasa ingin tahu ilmiah dan kritis pada generasi muda, termasuk membekali mereka dengan keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk menghadapi tantangan masa depan, dan (v) tanggung jawab global dengan berkontribusi secara signifikan terhadap kemajuan ilmu pengetahuan untuk kemajuan umat manusia.

Penulis adalah Guru Besar UMA.

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE