Pemilu Inklusif Bagi Disabilitas

  • Bagikan
Pemilu Inklusif Bagi Disabilitas

Oleh Agum P. R. Silalahi, S.H.

Permasalahan inklusifitas Pemilu sebenarnya dapat dengan mudah dirasakan dari berbagai kebijakan pemilu yang telah ada, sebut saja ambang batas pencalonan presiden sebesar 20% yang menghalang-halangi kesempatan bagi partai untuk mengajukan kader mereka sebagai Capres

Secara normal pemilihan umum (Pemilu) pada tahun 2024 akan berlangsung pada tanggal 14 Februari 2024. Daftar pemilih tetap (DPT) yang terdata mencapai 203.056.748 orang untuk pemilih yang berada dalam negeri, sedangkan untuk DPT yang terdata di luar negeri sebanyak 1.750.474 orang.

Di antara jutaan jumlah DPT tersebut, hanya terdata sekitar 1,1 juta pemilih penyandang disabilitas. Tentu data ini berbanding jauh dengan data Badan Pusat Statistik yang mencatat total angka penyandang disabilitas kelompok usia 19 – 59 tahun sebanyak 150.704.645 jiwa.

Berdasarkan total penyandang disabilitas tersebut maka angka 1,1 juta untuk DPT penyandang disabilitas sangatlah sedikit dan dapat disimpulkan adanya penyandang disabilitas usia dewasa yang tidak terdaftar sebagai pemilih. Padahal, penyandang disabilitas yang termasuk kelompok rentan dalam hal pemilu memiliki hak yang sama untuk memilih sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pada Pasal 43 yang menegaskan, bahwa setiap orang berhak untuk dipilih dan memilih.

Pemilihan umum secara ideal seharusnya dapat menjamin prinsip keterwakilan dalam bidang politik, yakni dalam pemilihan pejabat dalam bidang eksekutif dan legislatif. Oleh karena itu, semua warga negara dipandang sebagai subjek yang memiliki hak politik tersebut. Negara sebagai organisasi yang memiliki instrumen dan dana seharusnya mampu dalam mendukung hak politik setiap individu, termasuk penyandang disabilitas.

Seperti api yang jauh dari panggang, pemenuhan hak-hak politik penyandang disabilitas masih dianggap sebelah mata oleh Komisi Pemilihan Umum sebagai pelaksana Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Seringkali berbagai usaha yang dilakukan justru tidak terimplementasi dengan baik.

Permasalahan inklusifitas Pemilu sebenarnya dapat dengan mudah dirasakan dari berbagai kebijakan pemilu yang telah ada, sebut saja ambang batas pencalonan presiden sebesar 20% yang menghalang-halangi kesempatan bagi partai untuk mengajukan kader mereka sebagai Capres. Persekutuan antara partai untuk melewati syarat ambang batas justru menjadi paradoks yang mereduksi fungsi ideologis partai itu sendiri.

Tidak hanya itu, keterwakilan perempuan yang jauh dari harapan turut menjauhkan kita dari tujuan pemilu yang inklusif. Sejumlah isu tersebut, termasuk isu DPT penyandang disabilitas yang masih tidak terselesaikan dengan baik

Penyandang disabilitas kerap tidak memiliki akses yang memudahkan untuk dapat berpartisipasi pada pemilu, padahal adanya pemilu yang sukses haruslah dilihat dari seberapa besar negara dapat menghormati, melindungi dan memenuhi hak politik dari setiap warga negara yang diimplementasikan salah satunya dengan pemberian suara pada pemilu yang sering disebut sebagai pesta demokrasi.

Negara yang belum serius terhadap istilah kelompok rentan dalam pemilu acapkali hanya berulang-ulang mengucapkan bahwa penyandang disabilitas adalah bagian dari kelompok rentan, tanpa melihat dan mengukur adanya ketimpangan bagi Hak Asasi Manusia dalam konteks hak politik. Selain adanya hak politik yang tercederai hingga pemilu yang berlangsung dengan tidak sehat pun dapat terjadi sebagai akibat tidak memperhatikan hak politik dari penyandang disabilitas.

Kelompok rentan dalam hal ini adalah penyandang disabilitas yang tidak terperhatikan dengan serius, merupakan celah bagi kemungkinan berlangsungnya pemilu yang jujur dan adil. Pemilih penyandang disabilitas kerap tidak disediakan fasilitas memilih yang tidak ramah terhadap kebutuhan mereka.

Padahal menurut Pasal 28 H Ayat (2), ”Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.” Ketentuan khusus tentang disabilitas juga telah diafirmasi di dalam UU Nomor 8 Tahun 2016 dan UU No 7/2017 tentang Pemilu, maka dari itu jelas tidak ada siapapun dalam negara ini yang boleh mendapat perlakuan diskriminasi.

Diskriminasi terhadap pemilih penyandang disabilitas dapat terjadi dikarenakan adanya paradigma yang melekat bahwa penyandang disabilitas secara kuantitas adalah pihak yang minor dalam pemilu. Padahal jika melihat data Survei Ekonomi-Sosial Nasional (Susenas) tahun 2019 penyandang disabilitas mencapai 26 juta jiwa atau 9,6 persen penduduk. Jika dikonversi dengan jumlah kursi DPR Pemilu 2019 ”partai difabel” ini melebihi kursi parpol yang lolos parliamentary threshold, seperti Partai Demokrat (9,39 persen), PKS (8,7 persen), PAN (7,65 persen), dan PPP (3,30 persen).

Tetapi sekali lagi, pengentasan diskriminasi ini masih api yang jauh dari panggang, penyandang disabilitas sulit untuk memberikan suara mereka dalam pemilu, sehingga dalam penggunaan hak untuk dipilih pun mereka tentu mendapatkan kesulitan.

Hak untuk dipilih bagi peserta pemilu merupakan sesuatu yang penting untuk dibicarakan jika kita mempersoalkan inlklusifitas pemilu. Secara de jure inklusifitas pemilu itu sudah ada dalam Pasal 5 Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 Tentang Pemilu yang berbunyi “Penyandang disabilitas yang memenuhi syarat mempunyai kesempatan yang sama sebagai pemilih, sebagai calon anggota DPR, sebagai calon anggota DPD, sebagai calon Presiden/Wakil Presiden, sebagai calon anggota DPR, dan sebagai penyelenggara Pemilu” Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Namun, jika kita melihat pada fakta, tidak ada satu pun calon atau peserta pemilu yang berasal dari kalangan penyandang disabilitas. Torehan fakta ini, menambah daftar pekerjaan untuk penyelenggara pemilu bahkan negara turut mengevaluasi atas mengapa hal ini dapat terjadi. Iklim politik di Indonesia yang tidak menjunjung kesetaraan dan jauh dari esensi politik itu sendiri merupakan salah satu tantangan bagi pemilu yang inklusif.

Dimensi pemenuhan HAM dalam pemilu adalah kewajiban negara untuk merealisasikan penyelenggaraan pemilu yang bebas dan demokratis. Pemilu membutuhkan biaya yang sangat besar, ratusan triliun rupiah, yang di antaranya untuk membiayai operasional dan tahapan kegiatan pemilu yang dilaksanakan oleh lembaga penyelenggara pemilu, serta untuk menyediakan logistik dan sarana yang memadai. Selain itu adalah penting jaminan keamanan dalam penyelenggaraan pemilu sehingga perlu dana yang memadai bagi polisi dan TNI.

Pemenuhan HAM juga terkait dengan kewajiban negara untuk memberikan pendidikan politik bagi kelompok rentan maupun terhadap partai politik. Hal ini sangat mendasar untuk mewujudkan pemilu yang berkualitas. Pemegang hak politik yang kritis tidak hanya akan mampu memilih calon secara kritis, tetapi juga akan ”memaksa” partai politik untuk menetapkan calon yang kapabel dan kredibel. Aspek pemenuhan ini sangat terkait dengan hak pilih kelompok rentan.

Pemilu berbasiskan HAM akan menjamin proses dan hasil pemilu yang berkualitas sehingga terbentuk pemerintahan yang kredibel yang menghormati, melindungi, dan memenuhi HAM. Pemilu menjadi ruang publik bagi negara, partai politik, dan warga negara untuk berinteraksi secara konstruktif dan aktif dalam membangun sistem dan mekanisme pemerintahan yang diinginkan rakyat khususnya kelompok rentan. Pemilu yang berkualitas akan membentuk penyelenggara pemerintahan yang memiliki legitimasi sosial dan politik yang kuat untuk menyejahterakan rakyat dan menjunjung tinggi HAM.

Penulis adalah Ketua Permahi (Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia) DPC Medan.


Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

Pemilu Inklusif Bagi Disabilitas

Pemilu Inklusif Bagi Disabilitas

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *