Scroll Untuk Membaca

Opini

Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan Melalui Program Koperasi Desa Merah Putih

Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan Melalui Program Koperasi Desa Merah Putih

Oleh : Dr.H.Ikhsan Lubis,SH,SpN,MKn

Pembangunan ekonomi Indonesia tidak akan pernah tercapai secara merata tanpa pemberdayaan ekonomi desa. Dengan lebih dari 70 persen wilayah Indonesia berada di kawasan perdesaan, peran desa dalam mewujudkan kedaulatan ekonomi dan ketahanan nasional sangat krusial. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2025 yang mengatur pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (Kopdes Merah Putih) menjadi langkah strategis dalam mewujudkan ekonomi kerakyatan yang inklusif. Program ini bertujuan untuk membentuk 80.000 koperasi di seluruh Indonesia dengan melibatkan masyarakat desa dalam pengelolaan usaha berbasis potensi lokal. Dengan target untuk mengelola minimal tujuh unit usaha, program ini tidak hanya menekankan koperasi sebagai lembaga simpan pinjam, tetapi sebagai motor penggerak ekonomi riil yang berkelanjutan. Meskipun demikian, tantangan dan potensi konflik dalam implementasi program ini perlu dianalisis lebih mendalam dengan pendekatan yuridis normatif dan filosofis untuk memastikan keberlanjutan dan keberhasilan jangka panjangnya.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan Melalui Program Koperasi Desa Merah Putih

IKLAN

Koperasi dalam Konteks Hukum dan Sosial Indonesia

Koperasi di Indonesia tidak hanya berfungsi sebagai lembaga ekonomi, tetapi juga sebagai entitas sosial yang tumbuh dari semangat gotong royong dan solidaritas masyarakat. Dalam sejarah hukum Indonesia, koperasi telah diposisikan sebagai pilar ekonomi kerakyatan. Sejak era kemerdekaan, Bapak Koperasi Indonesia, Mohammad Hatta, menggagas koperasi sebagai bentuk ekonomi demokrasi yang dapat mengatasi ketimpangan sosial-ekonomi.

Namun, dalam praktiknya, koperasi sering kali menghadapi berbagai kendala struktural, seperti masalah tata kelola, minimnya pengelolaan yang profesional, dan ketidakmampuan untuk beradaptasi dengan dinamika pasar modern. Berdasarkan jurisprudence yang berkembang dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, koperasi di Indonesia berfungsi sebagai badan hukum yang sah dan mandiri, tetapi aplikasinya seringkali terhambat oleh lemahnya pengawasan dan kapasitas manajerial.

Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2025 hadir dengan tujuan memperkuat peran koperasi desa dalam perekonomian lokal. Melalui pembentukan koperasi dengan unit usaha yang bervariasi—mulai dari warung sehat hingga warung ekspor—program ini mengubah paradigma koperasi dari sekadar lembaga simpan pinjam menjadi entitas ekonomi multifungsi yang dapat meningkatkan kesejahteraan desa. Namun, dalam implementasinya, muncul sejumlah pertanyaan mendasar: bagaimana koperasi desa dapat berfungsi secara optimal di tengah keragaman sosial-ekonomi dan kelembagaan yang ada di tiap desa? Apa saja hambatan legal dan operasional yang perlu diatasi untuk memastikan koperasi desa tidak terjebak dalam proyek struktural semata?

Analisis Yuridis Normatif dan Filosofis

Dalam menjawab tantangan tersebut, penting untuk memeriksa aspek hukum, kelembagaan, dan sosial-ekonomi dari program ini. Pertama, dalam aspek legalitas, meskipun Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 memberikan dasar hukum yang jelas bagi koperasi sebagai badan hukum yang sah, Instruksi Presiden tentang Koperasi Desa Merah Putih memerlukan regulasi teknis yang lebih aplikatif. Tanpa kejelasan hukum yang komprehensif, konflik otoritas dan tumpang tindih kewenangan antara koperasi desa dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) bisa saja terjadi. Dalam konteks ini, conflict of norms menjadi isu yang perlu diatasi melalui perancangan regulasi yang holistic dan harmonis antara lembaga ekonomi desa, seperti koperasi dan BUMDes.

Kedua, dari sisi kelembagaan, koperasi desa dan BUMDes memiliki peran yang berbeda, tetapi sangat potensial untuk saling melengkapi. BUMDes sebagai entitas yang dibentuk desa untuk mengelola potensi lokal dapat berperan sebagai investor atau pemilik infrastruktur, sementara koperasi desa berfungsi sebagai pelaku usaha yang mengelola kegiatan ekonomi harian. Pendekatan ini mengedepankan prinsip subsidiarity dalam pengelolaan ekonomi desa, yang menjamin pemberdayaan masyarakat setempat dalam mengelola potensi ekonomi secara lebih mandiri dan berkelanjutan. Namun, kebijakan sektoral yang terfragmentasi seringkali mempersulit sinergi antara keduanya. Oleh karena itu, diperlukan regulasi yang menekankan kerjasama, bukan kompetisi, antara koperasi dan BUMDes.

Ketiga, dari perspektif ekonomi, koperasi desa memiliki potensi besar untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi mikro yang berdampak pada perekonomian makro. Dalam kerangka ekonomi pembangunan, pencapaian angka Produk Domestik Bruto (PDB) seringkali lebih difokuskan pada sektor besar dan infrastruktur, sementara distribusi manfaat dari pertumbuhan ekonomi itu sendiri seringkali tidak merata. Di sinilah koperasi desa memainkan peran strategis: dengan mengelola sektor produksi, distribusi, dan pemasaran produk lokal, koperasi desa dapat memperpendek rantai distribusi dan menciptakan nilai tambah bagi anggotanya. Selain itu, koperasi desa yang terhubung dengan pasar internasional melalui digitalisasi dapat membuka peluang ekspor produk unggulan desa yang sebelumnya terhambat oleh keterbatasan akses pasar dan modal.

Namun, keberhasilan koperasi desa dalam mengoptimalkan potensi ekonomi lokal tidak bisa hanya bergantung pada keberadaan koperasi semata. Sebagaimana yang telah terlihat dalam banyak pengalaman masa lalu, kegagalan koperasi sering disebabkan oleh kapasitas manajerial yang rendah dan tidak adanya sistem pengawasan yang berkelanjutan. Oleh karena itu, dibutuhkan kebijakan pendukung yang terstruktur, seperti pelatihan manajerial, pendampingan teknis, serta sistem pelaporan yang transparan dan berbasis digital. Keberhasilan koperasi desa akan sangat bergantung pada bagaimana koperasi dikelola secara profesional, akuntabel, dan partisipatif oleh seluruh anggota dan pengelola.

Simpulan dan Rekomendasi

Program Koperasi Desa Merah Putih adalah terobosan yang strategis dalam kebijakan pemberdayaan ekonomi desa dan harus dilihat sebagai upaya untuk membangun kedaulatan ekonomi dari bawah. Tiga kebaruan utama dari program ini adalah: pertama, pendekatan hukum dan kelembagaan yang lebih integratif, di mana koperasi desa tidak hanya berfungsi sebagai lembaga simpan pinjam tetapi juga sebagai aktor utama dalam ekonomi desa yang berbasis potensi lokal. Kedua, penerapan model ekonomi partisipatif, di mana koperasi desa dilibatkan dalam pengelolaan usaha secara kolektif dan demokratis. Ketiga, perubahan paradigma pembangunan ekonomi yang tidak lagi hanya berfokus pada infrastruktur fisik, tetapi pada penguatan kapasitas kelembagaan ekonomi rakyat yang berbasis komunitas.

Untuk memastikan keberhasilan program ini, pemerintah harus menyusun regulasi teknis yang lebih jelas dan terkoordinasi antar sektor, serta menciptakan ekosistem pendukung yang melibatkan semua pihak terkait, baik dari sektor swasta maupun masyarakat. Model kelembagaan koperasi harus fleksibel dan disesuaikan dengan karakteristik sosial, geografis, dan ekonomi masing-masing desa. Selain itu, perlu adanya sistem pengawasan dan evaluasi yang berbasis pada indikator ekonomi dan sosial yang terukur. Dengan upaya tersebut, program Kopdes Merah Putih berpotensi menjadi pilar baru dalam pengembangan ekonomi Indonesia yang berdaulat dan berkelanjutan.

Penulis adalah Ketua Pengwil Sumut Ikatan Notaris Indonesia dan Akademisi di bidang Hukum Kenotariatan

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE