Oleh: Dra Nurmawan Sihombing
DANA Desa adalah Dana Rekognisi Negara kepada desa agar desa berdaya menjalankan kewenangannya yang harus dikelola, dimanfaatkan serta direalisasikan sebaik mungkin demi peningkatan kualitas hidup, peningkatan kesejahteraan dan penanggulangan kemiskinan serta peningkatan pelayanan publik. Kebijakan Dana Desa digambarkan sebagai berikut:
Melihat besarnya Dana Desa yang dikucurkan Pemerintah Pusat ke Pemerintah Desa, tidak menutup kemungkinan ada terjadi kecurangan/ manipulasi di dalam pengelolaannya. Fraud atau Kecurangan menurut Institut Akuntan Publik Indonesia adalah suatu tindakan yang disengaja oleh satu individu atau lebih dalam manajemen atau pihak yang bertanggungjawab atas tata kelola, karyawan, dan pihak ketiga yang melibatkan penggunaan tipu muslihat untuk memperoleh satu keuntungan secara tidak adil atau melanggar hukum. (Sumber: IAPI – Institut Akuntan Publik Indonesia).
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) memiliki peran penting dalam kesuksesan pembangunan desa. APBDes merupakan perwujudan dari pertanggungjawaban kemampuan dan kinerja Pemerintah Desa dalam melaksanakan proses pengelolaan keuangan.
Pada realisasinya masyarakat sering mengeluhkan proses alokasi anggaran yang tidak selaras dengan skala prioritas kebutuhan masyarakat dan juga dengan potensi desa.
Hal ini menggambarkan bahwa kemampuan dan kinerja Pemerintah Desa belum memadai yang dapat mengakibatkan terjadinya penyimpangan atau fraud (kecurangan).
Kinerja Pemerintah Desa dalam pengelolaan Dana Desa masih belum memuaskan. Hal ini dapat dilihat dari data kasus korupsi di desa dari tahun 2015-2022 sebanyak 851 kasus dengan jumlah pelaku sebanyak 973 yang melibatkan Kepala Desa dan Perangkatnya (Materi BIMTEK Replikasi DAK, 2023).
Hal ini bertentangan dengan Amanat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang memberikan mandat kepada pemerintah untuk mengalokasikan Dana Desa sehingga Pemerintah Desa dapat memanfaatkan dana tersebut untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa.
Banyaknya kasus korupsi terkait pengelolaan keuangan desa berarti bahwa sistem pengelolaan keuangan desa yang diterapkan masih mempunyai banyak kekurangan, sehingga dibutuhkan adanya upaya pencegahan fraud agar tujuan pembangunan tercapai sesuai prinsip efektif, efisien, dan ekonomis.
Proses terjadinya kecurangan pada umumnya tidak dipahami oleh masyarakat, oleh karena itu tulisan ini diharapkan dapat membantu memberikan gambaran bagaimana praktik-praktik kecurangan dalam pengelolaan dana desa.
Dengan mengetahui bentuk-bentuk kecurangan dimaksud, masyarakat memiliki pengetahuan dan kepekaan untuk berpartisipasi mendukung tata kelola pemerintahan desa yang bersih sehingga praktik-praktik yang tidak sehat dapat diminimalkan, dihindari, dan diawasi bersama.
Bentuk-bentuk kecurangan dalam pengelolaan Dana Desa dapat diuraikan sebagai berikut:
- Penggelembungan anggaran (mark up)
Penggelembungan anggaran (mark up) dilakukan dengan cara menaikkan harga pembelian dan pembelanjaan barang atau jasa dengan nilai nominal dalam kwitansi pembayaran lebih besar dari pembayaran riil. - Program/kegiatan fiktif
Program/kegiatan tidak dilaksanakan, tetapi dalam laporan pertanggungjawaban atau bukti pengeluaran kas terdapat realisasi pembayaran pada program/kegiatan tersebut. Contohnya, terealisasinya belanja alat olahraga berupa bola kaki pada Kegiatan Bidang Kepemudaan dan Olahraga, namun alat olahraga tersebut tidak pernah terdistribusi dan bahkan desa tidak memiliki lapangan sepakbola. - Laporan fiktif
Laporan kegiatan seakan-akan sudah selesai, contohnya pembangunan rabat beton; Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) melaporkan bahwa pekerjaan sudah selesai di akhir tahun dan pembayaran telah dilaksanakan 100%, namun kenyataan dilapangan fisik pekerjaan masih terlaksana di bawah 100%. - Penggelapan
Upaya penggelapan biasanya dilakukan dengan memalsukan tanda tangan seseorang dan bahkan mencetak stempel palsu. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Contohnya, terdapat realisasi penyaluran Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT-DD) kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang telah meninggal dunia dengan memalsukan tanda tangan si penerima pada Daftar Penerima BLT-DD. - Penyalahgunaan anggaran
Maksud penyalahgunaan anggaran adalah anggaran direalisasikan untuk kegiatan pembangunan yang peruntukannya menguntungkan pihak-pihak tertentu dan tidak bermanfaat untuk masyarakat secara umum. Contohnya, pembangunan perkerasan jalan menuju lokasi tambang galian C yang menguntungkan pengusaha walaupun jalan tersebut tidak dibutuhkan oleh masyarakat.
Selain bentuk-bentuk kecurangan di atas, terdapat juga kelemahan/ permasalahan dalam pengelolaan Dana Desa yang berindikasi mengakibatkan kerugian misalnya dalam perencanaan kegiatan fisik; rencana anggaran biaya (RAB) tidak berdasarkan analisa kebutuhan bahan (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 28 Tahun 2006) dan penetapan harga satuan dalam RAB tidak berdasarkan survei kepada penyedia barang dan jasa. Kelemahan lainnya adalah pembuatan laporan pertanggungjawaban pekerjaan dilakukan oleh oknum/ pihak lain di luar perangkat desa yang justru tidak mengerti alur kas yang sudah dilaksanakan.
Mengapa para oknum pelaku curang melakukan kecurangan dimaksud? Menurut teori Fraud Triangle (Donald R. Cressey: 1953) ada tiga faktor yang berpengaruh terhadap fraud atau kecurangan yaitu tekanan (pressure), peluang (opportunity), dan pembenaran (rationalized). Ketiga faktor tersebut memiliki derajat yang sama untuk saling mempengaruhi.
Apa dampak dari praktik kecurangan tersebut? Kecurangan pada dasarnya merupakan pelanggaran hak asasi manusia, merusak proses demokrasi, meruntuhkan hukum, menurunkan kualitas hidup/ pembangunan berkelanjutan, mengakibatkan kemiskinan (kemiskinan di desa masih tinggi yaitu pada angka 12,29%, data BPS 2022), kerusakan alam dan bahkan dapat menyebabkan kejahatan lain.
Melihat dampak buruk akibat fraud (kecurangan) maka di dalam pengelolaan Dana Desa diperlukan suatu itikad awal yaitu menanamkan kesadaran pada diri sendiri untuk jujur, tidak merugikan orang lain atau pihak lain. Dari sisi pengawasan Inspektorat Daerah, pencegahan kecurangan dapat dilakukan dengan cara melaksanakan pemeriksaan laporan keuangan desa setiap periode tertentu. Masyarakat juga harus ikut berpartisipasi dalam mengawasi penggunaan Dana Desa. Jadi tindakan pencegahan kecurangan ini bertujuan untuk meminimalisir terjadinya penyelewengan Dana Desa.
Kecurangan dalam pengelolaan Dana Desa dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya:
a. Kompetensi Sumber Daya Manusia
Kompetensi sumber daya manusia merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang atau individu dalam menghadapi situasi atau keadaan dalam melaksanakan tanggung jawab pekerjaannya, kompetensi ini mempunyai pengaruh terhadap kecurangan.
b. Moralitas
Moralitas atau akhlak adalah ukuran baik buruknya perbuatan dan sikap seseorang atau individu. Moralitas berpengaruh terhadap perilaku curang.
c. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
Sistem pengendalian Intern Pemerintah adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan yang memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan (PP Nomor 60 Tahun 2008).
Dibutuhkan penanganan atas faktor-faktor yang mempengaruhi fraud (kecurangan) agar menjadi faktor-faktor yang dapat mendukung pengelolaan Dana Desa yang baik dan benar dan menghasilkan pertanggungjawaban sesuai standar.
Dalam konteks pengawasan pengelolaan keuangan desa, upaya yang telah dilakukan adalah peningkatan peran pengawasan oleh Inspektorat Daerah yang diwujudkan melalui peran Penjamin Mutu (quality assurance) yaitu kegiatan pengawasan pemeriksaan secara reguler dan khusus serta consulting activities melalui pelatihan/ pembinaan dan sosialisasi pengelolaan keuangan desa.
Akan tetapi proses pemeriksaan yang dilakukan Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) belum komperehensif dikarenakan faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu kendala sumber daya manusia (SDM), keterbatasan anggaran, kendala waktu, dan kendala sistem. Faktor eksternal adalah kurang tertib administrasi, konflik kepentingan, keterbatasan komunikasi, kurangnya kerja sama, dan lain-lain.
Dukungan dari pihak-pihak yang berwenang dan berkompeten menjadikan pengelolaan keuangan desa terhindar dari fraud (kecurangan) dan akan memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat desa berupa peningkatan kualitas hidup, peningkatan kesejahteraan dan penanggulangan kemiskinan serta peningkatan pelayanan publik sesuai dengan amanat Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 73 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Keuangan Desa menyatakan bahwa pengawasan pengelolaan keuangan desa diberi wewenang kepada Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) Kabupaten/ Kota, pengawasan camat, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan pengawasan masyarakat.
Semoga perwujudan dari pertanggungjawaban kemampuan dan kinerja Pemerintah Desa di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat tercapai. (Penulis adalah Auditor Madya pada Inspektorat Kabupaten Toba)
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.